NovelToon NovelToon
Dimahkotai Mafia Dengan Cinta Dan Kekuatan

Dimahkotai Mafia Dengan Cinta Dan Kekuatan

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Spiritual / Mafia / Aliansi Pernikahan / Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat
Popularitas:684
Nilai: 5
Nama Author: Eireyynezkim

Hari yang seharusnya menjadi awal kebahagiaan Eireen justru berubah menjadi neraka. Dipelaminan, di depan semua mata, ia dicampakkan oleh pria yang selama ini ia dukung seorang jaksa yang dulu ia temani berjuang dari nol. Pengkhianatan itu datang bersama perempuan yang ia anggap kakak sendiri.

Eireen tidak hanya kehilangan cinta, tapi juga harga diri. Namun, dari kehancuran itu lahirlah tekad baru: ia akan membalas semua luka, dengan cara yang paling kejam dan elegan.

Takdir membawanya pada Xavion Leonard Alistair, pewaris keluarga mafia paling disegani.
Pria itu tidak percaya pada cinta, namun di balik tatapan tajamnya, ia melihat api balas dendam yang sama seperti milik Eireen.

Eireen mendekatinya dengan satu tujuan membuktikan bahwa dirinya tidak hanya bisa bangkit, tetapi juga dimahkotai lebih tinggi dari siapa pun yang pernah merendahkannya.
Namun semakin dalam ia terjerat, semakin sulit ia membedakan antara balas dendam, ambisi dan cinta.

Mampukah Eireen melewati ini semua?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eireyynezkim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pembunuh Berdarah Dingin

"Kau pasti berpikir aku juga pembunuh berdarah dingin, kan?" Eireen menatap Xav dengan ekspresi sedih.

Wajah laki-laki itu memang selalu tampak curiga. Tapi, kali ini, rasanya Eireen berharap, dia tidak begitu, untuk menghiburnya, agar tidak menyalahkan diri, dengan semua ingatan dan perasaan yang entah datangnya dari mana, tiba-tiba menyerangnya.

Xav tidak menanggapi pertanyaannya. Ia justru bertanya balik. "Hanya itu? Kau tidak ingat hal lain?"

Eireen menggelengkan kepala. "Tidak ada, semuanya pun masih samar-samar di ingatan."

Xav kemudian berdiri. "Tetaplah di situ!" katanya sambil beranjak pergi menuju ke ruangan kemudi di sebelah.

Eireen kecewa, tidak ada kalimat penghiburan yang terucap dari laki-laki itu. 'Dasar, apa yang kau harapkan pada laki-laki dingin itu, Eir?'

Ia pun memegang tangannya yang masih gemetar. Ia tidak berani lagi melihat ke arah lorong. Sesekali ia mengambil napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya sendiri sambil menutup mata.

Saat itu, ia baru sadar, jika telah meneteskan air mata, setelah sekian lama. Eireen merasa heran.

'Sesakit itu kah? Apa yang sebenarnya terjadi padaku di masa lalu?'

Gadis bermata abu-abu kebiruan itu terus berpikir, mencoba mengingat-ingat, walau semakin ia paksa, semakin sakit kepalanya.

Sementara, Xav sudah ada di dalam ruang kemudi. Ia melihat si Kapten Kapal tewas dalam kondisi duduk dengan luka tembak di kepala. Seperti kata Nahla, setelah membunuh semua awak kapalnya, si Kapten Kapal itu melakukan sesuatu di ruangan itu, kemudian bunuh diri juga pada akhirnya.

Xav memeriksa panel kemudi, karena sejak tadi kapal itu bergerak dengan kemudi otomatis.

Ia melihat titik koordinat tujuannya, tapi, anehnya, itu adalah area yang akan dia tuju, sebelum Eireen mengacaukannya dengan diculik.

Xav yang tadinya sudah yakin, jika orang di kapal ini, tidak ada hubungannya dengan musuhnya, kini jadi ragu lagi.

'Atau... gadis ini sungguhan ada hubungannya dengan para pengkhianat itu?' Xav justru semakin curiga kepada Eireen.

Tidak mungkin hanya kebetulan, orang yang menyerang Eireen, seperti lebih tahu tentang hilang ingatan Eireen, juga tahu kemana ia akan menuju untuk mencari jejak para pengkhianat.

"Kau yakin akan ke sana?!" Suara Nahla terdengar dari speaker alat komunikasi kapal itu.

"Bukan urusanmu!" jawab Xav ketus sambil menekan satu tombol, di dekat microphone meja.

"Heh. Aku itu bertanya karena mau menawarkan bantuan, agar kau bisa mengendalikan sistem kemudi kapal otomatis itu ke tujuan lain. Kalau tidak mau ya sudah, urus semuanya sendiri, jangan menghubungiku lagi!"

Xav tidak menjawab, suara Nahla pun tidak terdengar lagi. Laki-laki itu hanya berdiri mematung, wajah tampak berpikir. 'Ya, kalau aku mau tahu, hubungan gadis ini dengan mereka, maka aku harus datang ke sana bersamanya!'

Di sisi lain, ia kesal, karena harus bersama Eireen lagi, demi mengetahui secara jelas semua potongan puzzle yang sepertinya saling terhubung itu.

"CK. Tidak ada pilihan lain!" ucapnya, kemudian beranjak, memeriksa ruangan itu, siapa tahu ada petunjuk.

Beberapa menit kemudian, suara Eireen terdengar. "Cari apa?"

Xav kembali tidak menyahut sama sekali, justru sibuk sendiri. Eireen pun mendekat. "Kenapa tidak putar balik? Kapalnya akan kemana juga ini?"

Xav tetap memeriksa barang-barang di dalam loker. Tapi, saat Eireen menggerakkan tangan, mau menepuk punggungnya, laki-laki itu menampik tangannya dengan gerakan cepat.

Bahkan, satu tangannya lagi sudah mengeluarkan senjata api, menodong ke arah Eireen.

Tahu jika laki-laki itu semakin waspada kepadanya, Eireen terhenyak. Sebenarnya, ia sendiri takut, kalau ternyata sungguhan dirinya adalah orang berbahaya.

Namun, Eireen memilih tidak menunjukkan ketakutannya, justru memaksakan diri menyeringai tengil. "Astaga... apa reflekmu tidak terlalu berlebihan, untuk gadis secantik aku ini? Bisa turunkan senjatamu itu? Berasa aku musuh paling mengerikan saja."

Bukannya menurunkan senjata apinya, Xav justru bertanya, "Tidakkah kau mau membuka saja, siapa dirimu sebenarnya? Sebelum kita sampai sana mungkin."

"Sana mana? Aku saja tidak tahu ini kapal mau kemana."

"Ke tempat seharusnya aku pergi, sebelum kau mengacaukannya hingga membawaku ke sini. Kau tahu? Kapal ini, menuju sana sekarang."

"Ya berarti musuhmu tahu, kalau kau mau ke sana, makanya kapal ini ke sana. Apa hubungannya aku harus jujur, hah? Jelas-jelas, aku begini, pasti gara-gara mereka mau memancingmu! Ya, kan? Kau ke sini karena merasa bertanggung jawab, kan?"

Xav tidak mau mengaku, gengsi lah, kalau ketahuan begitu. "Tapi mereka sepertinya tahu sesuatu tentangmu."

"Tahu apa?"

"Entahlah, mereka hanya bilang, kau hilang ingatan, jadi tidak akan seberbahaya itu. Menurutmu?"

Eireen tertegun. "Seberbahaya itu?"

Xav menganggukkan kepalanya sekilas. Tatapan matanya penuh tanya.

Sejenak, Eireen tampak berpikir keras. Sebelum kemudian ia menghembuskan napas kesal. "Hah. Dari tadi aku sudah berusaha mengingat, tapi kepalaku malah semakin sakit. Kau pikir aku juga tidak penasaran apa? Sayangnya tidak ada yang terpikirkan lagi tentang masa laluku itu!"

Xav masih menatapnya curiga dan terlihat jelas oleh Eireen. Gadis itu pun bersedekap tangan. "Terserah kau mau percaya atau tidak. Tapi, kau bilang mereka seperti tahu tentang masa laluku, kan? Baiklah, ayo ke tempat itu, atau kau tidak perlu ke sana, biar aku saja yang mencari tahu di tempat yang kau tuju itu!"

"Kau mau cari apa di sana? Aku akan sekalian carikan untukmu, jangan datang ke sana bersamaku, biar kau tidak curiga aku menjebakmu," imbuhnya dengan begitu percaya diri, sok berani pula.

Xav mengernyitkan alis, seolah meremehkan.

"Kau itu sampai takut begini padaku, berarti kan, aku lebih kuat darimu harusnya, kau akui itu, kan?!"

"Heh." Xav menghembuskan napas kesal.

"Takut? Denganmu?"

"Iyalah. Lihat saja!" Eireen menunjuk senjata api yang sejak tadi menodong ke arahnya. "Ini bukti, kau takut padaku, masa' bicara denganku saja harus pakai todong senjata begini."

"Atau... jangan-jangan, ini alasanmu saja, biar bisa bicara sambil menatap wajahku yang cantik ini? Ya, kan?" Eireen bahkan tersenyum dan mengedip tengil sekali.

"Omong kosong!" Anehnya, Xav seketika mengalihkan pandangan, menarik senjata laras pendeknya, menjauh dari Eireen.

Strategi Eireen berhasil. Ia tidak mau suasana menjadi mellow penuh kecurigaan, makanya berusaha menggoda Xav begitu saja.

"Aku serius, cepat katakan, kau mencari apa ke sana? Biar aku bisa bantu, kan kau sudah menyelamatkanmu?!" kata Eireen sambil berjalan mendekat, mengikuti pergerakan laki-laki itu.

Xav tiba-tiba menghentikan langkah, membuat Eireen berhenti mendadak dan mundur selangkah agar tidak terlalu dekat dengannya. "Kenapa?"

"Bosmu, sepertinya dia tahu sesuatu."

"Bos?" Eireen terperanjat mulai ingat tentang Pamannya. "Astaga, aku harus kembali dulu!"

Panik, gadis itu segera menuju ke panel kemudi. Ia mencoba mengambil alih kemudinya.

Tapi, Xav menghentikan dengan memegang tangannya.

"Lepas! Aku harus mencari Pamanku dan mungkin Bos juga dalam bahaya!"

"Paman? Kenapa dengannya?"

"Aku tidak tahu, tapi, terakhir kali, Pamanku menghubungi, suaranya tidak jelas, seperti menyuruh lari. Terdengar suara tembakan juga sebelum panggilan terputus dan aku diserang tadi. Argh, bodoh, bagaimana aku bisa lupa?!" Eireen berusaha melepaskan tangan Xav yang memegangi tangannya.

Namun, laki-laki itu justru semakin menggenggam erat. Eireen meliriknya tajam. "Aku sedang tidak ingin bercanda dan buang waktu, jadi cepat lepaskan!"

"Kalau dia diserang oleh pihak yang sama, kemungkinan besar, dia akan ada di tempat kapal ini menuju. Dan bosmu, dia baik-baik saja, karena sempat menghubungimu."

"Tahu dari mana bosku baik-baik saja?"

Xav melepas tangan Eireen, kemudian mengeluarkan telepon genggam gadis itu dari sakunya.

"Dia menghubungimu, memintamu segera kembali ke markas, seolah tahu, di luar kau mungkin dalam bahaya," ucap Xav sambil mengulurkan telepon genggam itu.

Eireen menerima benda pipih miliknya itu, matanya masih menatap wajah Xav penuh tanya.

"Coba hubungi saja, mungkin dia masih mencarimu!" kata Xav.

"Hmm." Eireen tadinya juga merasa ada sesuatu yang disembunyikan bosnya pun menghela napas. Ia hidupkan telepon genggamnya.

Namun, baru saja menyala jaringannya setelah mode pesawat non aktif, nomor bosnya langsung menghubunginya lebih dulu.

Eireen menerima panggilan itu. Sengaja ia gunakan speaker biar Xav tidak curigaan lagi.

Seketika suara bosnya terdengar panik. "Eir...? Kau tidak apa-apa, Nak?"

Eireen tidak langsung menjawab, justru menatap Xav, seolah mengkode suruh mendekat.

Xav malas, tapi gadis itu langsung saja mendekatinya, berpegangan ke pundak tingginya hingga terpaksa menunduk, kemudin berbisik, "Kau pura-puralah jadi penculikku, aku mau tahu, apa yang disembunyikannya!"

Setelahnya, Xav segera menjauh. Wajahnya tampak menolak.

"Eir? Hei? Kenapa, diam saja? Kau jangan main-main, Eir. Kalau tidak..." Suara Bos Kalan terdengar lagi.

Eireen melotot ke arah Xav, ajaibnya, laki-laki itu terpaksa memenuhi permintaannya. Ia menggunakan suara seraknya, biar tidak terdengar seperti dirinya. "Kalau tidak apa?"

Mendengar suara laki-laki asing begitu, Bos Kalan terdiam sejenak, lalu suaranya terdengar lagi. "Siapa kau? Dimana Eireen?"

"Gadis itu sudah diambil, sesuai perintah!" Xav menebak-nebak saja.

"Brengsk! Dimana Eireen?! Tidak akan kubiarkan kalian menjadikannya seperti yang kalian mau!" Bos Kalan terpancing, sampai keceplosan.

Mendengarnya Eireen dan Xav pun saling tatap sejenak. Lantas, seolah sudah sepakat, Eireen yang menyahut, "Menjadikanku apa, Bos?"

Suara Bos Kalan tidak terdengar lagi, mungkin, karena sudah sadar, jika ia telah keceplosan.

"Kenapa diam? Bos pasti tahu sesuatu tentang masa laluku, kan? Aku... mulai sedikit ingat. Apa aku seorang pembunuh berdarah dingin? Iya?!"

Suara Eireen terdengar agar bergetar saat menyebut pembunuh berdarah dingin. Ia takut, jika itu sungguhan.

"E-Eir.. K-kau baik-baik saja, Nak?"

"Jangan mengalihkan pembicaraan!" Suara Eireen menyela dengan nada keras, ekspresinya tampak sedang emosional.

Melihat tangan Eireen yang memegangi telepon genggam gemetar lagi, Xav reflek memeganginya.

"Jawab saja, Bos. Katakan sejujurnya, siapa aku sebenarnya? Kenapa... aku teringat, seperti pernah membunuh banyak orang saat kecil, hmm?"

Bos Kalan diam lagi, sebelum kemudian berkata, "Kembalilah ke markas dulu, Nak. Pertama, kau harus sembunyi dulu, biar aman. Kau..."

"Baiklah!" Eireen menyela sekali lagi. "Kalau memang Bos tidak mau memberitahuku semuanya. Maka aku... akan mencari tahu semuanya sendiri."

Xav bisa merasakan emosi dan frustasi gadis di depannya. Itu sungguhan, tidak dibuat-buat atau sandiwara, seperti yang ia curigakan.

"Maksudmu, apa? Kau dengan siapa dan dimana sekarang? Aku akan menjemputmu, Nak!"

"Tidak. Tidak perlu. Aku akan menuju ke tempat orang yang menculikku dan mencari tahu sendiri, tentang semua jawaban atas pertanyaan di kepalaku!"

"Kau gila? Kembali, Eir! Kembali sekarang juga! Kau akan menyesal kalau sampai sana, percayalah!" Bos Kalan semakin emosional saja suaranya.

"Kenapa menyesal? Tinggal jawab, kalau sungguh akan membuatmu menyesal, mungkin aku akan mengikuti perkataanmu, kan?"

Bos Kalan terdiam lagi. Xav sendiri diam-diam masih mengawasi wajah gadis di depannya, yang fokus melihat ke arah layar telepon genggam di tangan.

"Tidak bisa, kan? Bos tidak mau menjelaskan. Maka sudah benar, aku harus mencari tahu sendiri..."

"Baiklah!" Giliran Bos Kalan menyela. "Kembalilah dulu ke markas. Aku... akan menceritakan semuanya."

"Bohong, selarang atau aku akan mencari tahu sendiri..."

"CK. Kau keras kepala sekali, Eir? Aku melakukannya demi dirimu."

"Kalau tidak ada yang mau dikatakan lagi, aku matikan telepon..."

"Ok-ok!" Bos Kalan yang terdesak mau tidak mau pun menyela setuju. "Sebenarnya..."

Nahas, saat Bos Kalan mau cerita, suara Nahla terdengar dari speaker kapal, berteriak, "Hei, cepat tinggalkan kapal itu sekarang!"

Xav dan Eireen saling tatap. Nahla tidak mungkin mengatakan hal seperti itu tanpa penyebab yang jelas.

Benar saja, tanpa mereka berdua tahu, di lumbung kapal, sebuah bom rahasia sudah bersiap akan meledak. Ternyata, si Kapten Kapal bukan hanya mengaktifkan kemudi otomatis, tapi juga mengaktifkan bomnya.

"Bom itu satu menit lagi meledak!" Suara Nahla membuat Xav dan Eireen panik.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!