NovelToon NovelToon
Istri Simpananku, Canduku

Istri Simpananku, Canduku

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / CEO / Ibu Pengganti
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Fauzi rema

Revana Arnelita...tidak ada niatan menjadi istri simpanan dari Pimpinannya di Kantor. namun kondisi keluarganya yang mempunyai hutang banyak, dan Ayahnya yang sakit-sakitan, membuat Revana menerima tawaran menjadi istri simpanan dari Adrian Wijaksana, lelaki berusia hampir 40 tahun itu, sudah mempunyai istri dan dua anak. namun selama 17 tahun pernikahanya, Adrian tidak pernah mendapatkan perhatian dari istrinya.
melihat sikap Revana yang selalu detail memperhatikan dan melayaninya di kantor, membuat Adrian tertarik menjadikannya istri simpanan. konflik mulai bermunculan ketika Adrian benar-benar menaruh hatinya penuh pada Revana. akankah Revana bertahan menjadi istri simpanan Adrian, atau malah Revana menyerah di tengah jalan, dengan segala dampak kehidupan yang lumayan menguras tenaga dan airmatanya. ?

baca kisah Revana selanjutnya...semoga pembaca suka 🫶🫰

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fauzi rema, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

23. Bab 23

...“Kamu boleh memanfaatkanku, selama kamu mau terus bersamaku, menemaniku..menjadi wanita yang manis buat aku.” -Adrian-...

Tangisan Andrew masih terdengar meski sudah dipeluk erat oleh Maria. Alesya berdiri di samping Gerald, wajahnya tegang dan matanya berair, tapi ia berusaha menahan diri agar tidak ikut menangis. Adrian masih berdiri di hadapan Nadya, rahangnya mengeras, tatapannya penuh amarah yang ditahan.

Nadya menggenggam tas tangannya erat-erat, berusaha terlihat tenang padahal wajahnya jelas memerah karena malu

“Baik! Kalau memang kalian semua lebih memilih tinggal disini, silakan! Tapi jangan salahkan aku kalau nanti rumah tangga ini benar-benar berantakan!” kata Nadya dengan nada tinggi penuh ancaman.

Adrian menatap Nadya dingin.

“Rumah tangga kita sudah lama berantakan, Nadya. Hanya kamu yang pura-pura tidak mau melihat kenyataannya.” balas Adria tak kalah penuh penekanan.

Andrew yang masih sesenggukan bersembunyi di pelukan Maria berteriak lirih,

“Nggak mau sama mama… Andrew mau sama Oma Opa aja…”

Alesya menatap ibunya dengan mata berkaca-kaca.

“Mama, aku juga lebih nyaman di sini. Tolong jangan paksa kita. Kita akan pulang kalau mama sudah mau berubah, sudah cukup lama aku merasa muak dengan sikap mama yang tak pernah peduli sama aku dan Andrew. ” kata Alesya berusaha memberanikan diri, selama ini sebagai anak yang sudah beranjak dewasa, ia terlalu banyak diam melihat sikap acuh ibunya.

Perkataan anak-anaknya seperti pisau yang menusuk hati Nadya. Namun, alih-alih luluh, ia justru tersenyum sinis menutupi rasa malunya.

“Bagus… kalian semua kompak melawan aku. Ingat, apapun yang kalian mau, tetap aku lah ibu kandung kalian. Kalian tidak bisa menghapus itu!”

Tanpa menunggu jawaban, Nadya berbalik cepat, masuk ke dalam mobilnya, lalu tancap gas keluar dari halaman rumah. Suara mesin mobil yang menjauh membuat suasana rumah kembali hening.

Andrew masih meringkuk di pelukan neneknya, sementara Alesya perlahan-lahan mendekati Adrian.

“Papi… mama beneran nggak sayang sama kita, ya?”

Adrian menarik napas panjang, meraih bahu putrinya lalu mendekapnya bersama Andrew.

“Jangan pernah berpikir begitu, sayang. Papi yakin… jauh di dalam hati mama kalian, masih ada rasa sayang. Hanya saja… mama belum tahu caranya menunjukkan itu.” kata Adrian lembut, menahan emosi.

Maria menatap putranya penuh iba, sementara Gerald menepuk bahu Adrian memberi kekuatan.

“Kamu sudah lakukan hal yang benar, Adrian. Jangan biarkan Nadya melukai hati anak-anakmu lagi.” kata Gerald tegas.

Adrian mengangguk pelan, tapi di balik wajah tegasnya ada luka yang semakin dalam.

⚘️

⚘️

Mobil hitam Adrian berhenti di depan rumah Revana. Sesuai janjinya, pagi ini ia akan menjemput sekretarisnya itu untuk berangkat bersama ke kantor. Adrian turun, berniat mengetuk pintu rumah. Namun langkahnya terhenti saat mendengar suara samar dari dalam.

Pintu rumah ternyata sedikit terbuka, dan suara Revana terdengar jelas.

Revana berbicara di telepon dengan suara cemas.

“Iya, Bu… aku ngerti. Uang buat bayar hutang itu aku usahakan. Untuk obat-obatan ayah juga jangan sampai terlewat… aku pasti kirim hari ini. Iya, meskipun tabunganku sudah hampir habis… aku akan cari cara. Tenang saja, Bu.”

Terdengar suara ibunya dari seberang telepon, meski samar, nadanya penuh kekhawatiran. Revana menarik napas berat, menekan pelipisnya.

Setelah itu, Revana menutup telepon.

“Ya Allah… sampai kapan aku harus begini…” gumam Revana.

Adrian berdiri di depan pintu, wajahnya berubah serius. Ia bisa merasakan beban besar yang dipikul Revana. Tangannya yang semula ingin mengetuk malah menggenggam erat, ada perasaan iba sekaligus dorongan kuat untuk melindungi dan membantu perempuan itu.

Setelah memastikan telepon ditutup, Adrian akhirnya mengetuk pintu dengan tenang.

“Boleh aku masuk, atau kamu masih sibuk jadi pahlawan keluarga sendirian?” kata Adrian dengan suara dalam, sedikit menyindiri Revana.

Revana yang terkejut segera menoleh ke pintu. Wajahnya sedikit panik, seperti baru saja tertangkap basah.

“Pak Adrian… sudah lama di situ?”

Adrian melangkah masuk, menatapnya lekat.

“Cukup lama untuk tahu kamu selalu memikirkan masalah keluargamu, sampai lupa sama diri sendiri.”

Revana berusaha menutupi rasa canggungnya, mengambil tas miliknya yang tergeletak di sofa.

“Sudahlah, kita terlambat kalau terus ngobrol. Ayo berangkat.”

Namun Adrian masih berdiri di dekat pintu, matanya tajam tapi lembut.

“Revana… kamu nggak sendirian. Ada aku di sini.” kata Adrian lembut.

Kalimat itu membuat Revana terdiam sejenak, jantungnya berdegup lebih kencang. Ia menunduk, berusaha mengabaikan, lalu melangkah keluar lebih dulu. Adrian hanya tersenyum tipis, lalu menyusulnya ke mobil.

Mobil hitam melaju pelan menyusuri jalan pagi itu. Suasana awalnya hening. Revana menatap keluar jendela, pura-pura fokus melihat pemandangan jalanan, sementara Adrian beberapa kali meliriknya dari kursi kemudi.

Sampai pada akhirnya, Adrian membuka suara.

“Rev… kenapa kamu nggak pernah cerita soal keluargamu?”

Revana menoleh cepat, seketika ia gugup.

“Cerita apa? Itu… masalah pribadi saya. Tidak ada hubungannya dengan kantor.”

Adrian mengerling sebentar, lalu tersenyum tipis.

“Kalau di kantor, iya. Kamu sekretarisku. Tapi sekarang kita bukan di kantor. Dan aku sudah bilang kan… jangan panggil aku ‘Bapak’ di luar jam kerja.”

Revana mendengus kecil, mencoba mengalihkan.

“Kamu tetap atasan saya. Jadi wajar kalau saya jaga jarak.”

Adrian meliriknya lebih lama, lalu kembali menatap jalan.

dengan suara lebih serius Adrian menjawab.

“Aku dengar tadi pagi. Kamu lagi kesusahan, kan? Kenapa harus pura-pura kuat di depanku?”

“Pak Adrian, tolong… jangan ikut campur. Aku bisa mengatasinya sendiri.”

Adrian menghela napas panjang, seolah menahan keinginan untuk langsung menentang. Tangannya sempat menggenggam setir lebih erat.

“Kamu selalu bilang bisa sendiri. Tapi lihat kondisi kamu sekarang, Rev. Kamu capek, kamu tertekan… aku bisa lihat itu. Apa kamu nggak sadar? Aku ingin ada di sampingmu, bukan cuma untuk bersenang-senang.” kata Adrian kembali menekan.

Revana terdiam. Kata-kata itu menohok hatinya. Ada kehangatan yang ia rasakan, tapi juga ketakutan kalau ia membiarkan dirinya terlalu larut.

“Aku nggak mau jadi beban buat kamu…”

Adrian menoleh, menatapnya sebentar dengan sorot tegas namun lembut.

“Kamu salah besar. Kamu bukan beban. Kamu itu… alasan kenapa aku bisa kuat akhir-akhir ini.”

Ucapan Adrian membuat wajah Revana merona, ia buru-buru menunduk, berpura-pura merapikan rok kerjanya. Jantungnya berdetak tidak karuan. Mobil terus melaju menuju kantor, namun suasana di dalamnya terasa berbeda, lebih hangat, lebih dalam.

Mobil Adrian berhenti dengan mulus di parkiran basement. Revana buru-buru ingin melepas sabuk pengamannya, tapi dengan cepat Adrian meraih tangan Revana.

"Sebentar Honey...buru-buru amat sih." celetuk Adrian.

"Apa sih Pak..." Revana memutar bola matanya.

"Papi sayang...bukan Pak..aku bukan bapak kamu." sahut Adrian.

"Ini udah sampai kantor." mata Revana mendelik ke arah Adrian, membuat Adrian terkekeh sejenak.

Adrian mengeluarkan dompet kulit, mengambil sebuah kartu kredit berwarna hitam elegan, lalu menyodorkannya ke arah Revana.

“Ini. Pakai kartu ini untuk kebutuhan sehari-harimu. Dan soal uang untuk orangtuamu, biar aku yang transfer langsung.”

Revana menoleh cepat, matanya membesar kaget.

“Pak… aku nggak bisa terima. Aku… bukan—”

Adrian memotong cepat, tatapannya menusuk.

“Bukan apa ? Bukan istriku? Kamu akan jadi istriku. Cepat atau lambat.”

Revana terdiam, bibirnya bergetar.

“Tapi aku nggak mau terlihat… memanfaatkan kamu.” kata Revana lirih, dan menunduk.

Adrian menghela napas panjang, lalu mendekat sedikit.

“Kamu boleh memanfaatkanku, selama kamu mau terus bersamaku, menemaniku..menjadi wanita yang manis buat aku.”

Suasana hening sejenak.

Kartu kredit itu masih terulur di antara mereka. Revana menatap lama, matanya berkaca-kaca. Akhirnya, ia menerima kartu itu, meskipun hatinya penuh dilema.

“Terima kasih….”

Adrian tersenyum puas, tangannya sempat menyentuh jemari Revana saat menyerahkan kartu itu. Sentuhan singkat, tapi membuat wajah Revana semakin panas.

“Good girl. Nah, sekarang ayo. Kita punya rapat pagi ini, Mrs. Soon-to-be.” ucap Adrian dengan senyum menggoda.

Revana buru-buru membuka pintu, mencoba menutupi wajahnya yang memerah. Tapi langkahnya terasa goyah, bukan karena sepatu haknya, melainkan karena hatinya sendiri yang makin sulit menyangkal Adrian.

⚘️

⚘️

⚘️

Bersambung...

1
Ma Em
Sudahlah Revana terima saja Adrian dan menikahlah dgn Adrian .
Ma Em
Revana sdh terima saja pemberian Adrian karena kamu emang membutuhkan nya , lbh baik cepatlah halalkan segera hubungan Revana dgn Adrian .
Ma Em
Adrian kalau benar serius dgn Revana segera resmikan hubunganmu dgn Revana jgn ditunda lagi , semoga Revana bahagia bersama Adrian .
Ma Em
Adrian segera resmikan hubunganmu dgn Revana jgn cuma janji 2 doang buat Revana hdp nya bahagia cintai dan sayangi Revana dgn tulus .
Ma Em
Semangat Revana tunjukan pesonamu pada sang calon mertua agar mereka bisa melihat ketulusan dan kebaikan hatimu Revana 💪💪💪
Ma Em
Ya terima saja Revana lamaran Adrian lagian Revana tdk salah2 amat karena emang Adrian sdh tdk bahagia hdp bersama istrinya karena istrinya Adrian tdk mau mengurusi suami juga anak2 nya .
Ma Em
Bagaimana Adrian tdk terpesona sama Revana jika Adrian selalu diperhatikan dan dilayani setiap keperluannya sangat berbeda jauh dgn sikap istrinya Adrian yaitu Nadya yg tdk pernah diperhatikan dan dilayani dgn baik sama istrinya
Ma Em
Pantas Adrian cari perempuan lain yg membuatnya nyaman , dirumah nya selalu dicuekin sama Nadya istrinya dan tdk pernah diurus semua keperluan suami dan anak2 nya .
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!