"Sejak kamu datang... aku tidak bisa tidur tanpa mencium bau tubuhmu."
Yuna, dokter 26 tahun yang belum pernah merasakan cinta, mendadak terlempar ke dunia asing bernama Beastia—tempat makhluk setengah binatang hidup.
Di sana, ia dianggap sebagai jiwa suci karena tak bisa berubah wujud, dan dijodohkan dengan Ravahn, kepala suku harimau yang dingin dan kejam.
Misinya sederhana: temukan cinta sejati, atau terjebak selamanya.
Tapi siapa sangka... pria buas itu justru kecanduan aroma tubuhnya.
Temukan semua jawabannya hanya disini 👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azida21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 : Niat Nawar, Malah Bikin Onar
Pasar suku harimau lumayan ramai saat Yuna dan Ravahn tiba di sana.
“Wah… banyak barang bagus di sini,” seru Yuna kagum ketika melihat seorang pedagang yang menjual berbagai perabotan dapur. Ada wajan besi, panci, sampai tungku dari tanah liat yang bentuknya unik.
“Aku mau beli tungku itu,” tunjuk Yuna pada barang yang diincarnya.
Ravahn hanya mengangguk setuju.
“Berapa harga tungku ini, Pak?” tanya Yuna ramah pada pedagang.
“Harganya sepuluh koin,” jawab pedagang itu.
Yuna menoleh pada Ravahn, lalu mendekat dan berbisik di telinganya. “Sepuluh koin itu mahal tidak?”
Ravahn menunduk sedikit, ikut berbisik pelan. “Tidak perlu khawatir. Aku punya uang.”
“Aku tahu kamu punya uang, tapi kalau mahal aku bisa coba menawarnya,” bisik Yuna lagi dengan mata berbinar.
Ravahn mengerutkan kening. “Kamu bisa menawar harga?”
“Tentu saja. Aku ini jago tawar-menawar. Serahkan saja padaku.” Yuna menepuk dadanya bangga.
Ia lalu kembali menatap si pedagang. “Pak, apa harganya bisa kurang?”
Pedagang itu mengangkat alis. “Kurang? Tidak bisa. Ini tungku tanah liat kualitas terbaik.”tolaknya cepat.
Yuna langsung merapatkan bibirnya seolah berpikir keras. “Kalau begitu… bagaimana kalau sembilan koin saja?,saya ini pendatang baru jadi harusnya dapat diskon dong"
Pedagang itu mengerutkan kening. "Diskon?" ulangnya dengan nada bingung, seolah kata itu adalah bahasa alien.
"Hm… maksudku potongan harga," jelas Yuna sabar, seperti guru TK yang sedang menerangkan arti kata baru.
Pedagang itu terkekeh. "Tidak bisa, Nona. Sepuluh koin itu sudah harga tetap."
Yuna langsung memutar otak. "Kalau sembilan koin kurang, bagaimana kalau delapan koin saja? Saya ini calon pelanggan tetap, lho. Nanti saya bakal sering beli di sini, bahkan saya akan kasih tahu penduduk suku harimau kalau barang Bapak kualitasnya tinggi." Bujuk Yuna panjang lebar, sampai membuat Ravahn hampir tidak bisa menahan tawa.
"Sudahlah, kita beli dengan harga sepuluh koin saja," potong Ravahn, tidak ingin Yuna semakin merayu pedagang malang itu.
Buru-buru Yuna menepuk pundak Ravahn pelan lalu berbisik di telinganya. "Jangan rusak rencanaku."
Ravahn hanya mengangkat alis, sementara Yuna kembali menatap pedagang yang menggeleng pelan. "Kalau delapan, saya rugi, Nona."
"Kalau begitu sembilan koin, tapi saya minta bonus sendok kayu itu." Yuna asal menunjuk sebuah sendok kayu kecil di lapak.
Pedagang sampai melotot. "Itu sendok beda harga lagi, Nona!"
Ravahn akhirnya terkekeh kecil. Yuna langsung cemberut padanya sebelum kembali menatap pedagang. "Baiklah, sepuluh koin. Tapi tolong bungkus dengan hati-hati. Kalau pecah nanti dia bisa marah," ucap Ravahn akhirnya menyelesaikan.
Yuna spontan menepuk dada Ravahn agak keras. "Kamu benar-benar menghancurkan usahaku. Padahal tinggal sedikit lagi aku bisa dapat harga lebih murah!" gerutunya kesal.
Pedagang yang melihat itu terkekeh geli. "Jangan marah pada suamimu, Nona. Harga sepuluh koin itu sudah murah sekali. Dia hanya tidak ingin pedagang rugi."
Yuna semakin cemberut, menyilangkan tangan di dada. "Huh… kalian berdua sama saja," ucapnya, lalu melangkah pergi dengan kesal.
Pedagang itu masih tertawa kecil. "Istrimu cantik sekali, Tuan. Dan sikapnya juga unik."
Ravahn hanya membalas dengan senyuman tipis, sementara di kejauhan Yuna masih merajuk sambil menendang kerikil kecil di jalan.
*****
Yuna yang masih kesal terus menendang kerikil di jalan, sementara Ravahn mengikuti di belakangnya dengan langkah tenang.
“Kamu masih kesal?” akhirnya Ravahn bersuara.
Yuna melirik tajam, seolah hendak menelan Ravahn hidup-hidup. “Jelas marah lah! Sedikit lagi aku bisa dapat barang lebih murah, tapi kamu malah menghancurkan rencana aku,” gerutunya.
Ravahn menggeleng pelan. “Betina di suku harimau tidak pernah menawar harga barang.”
“Kenapa? Apa mereka semua orang kaya sampai tidak pernah menawar?” Yuna menoleh dengan penuh rasa penasaran.
“Harga barang di pasar sudah murah. Kalau ditawar, pedagang justru bisa rugi.”
“Tidak mungkin rugi! Pedagang itu sengaja kasih harga mahal biar untungnya banyak,” bantah Yuna.
“Pedagang tidak mungkin melakukan itu. Kalau menaikkan harga terlalu tinggi, mereka justru tidak akan laku. Penduduk tidak mau membeli barang yang harganya tidak sesuai dengan ketentuan.”
“Kok bisa begitu? Siapa yang menetapkan harga pasar?” Yuna semakin penasaran.
“Suku burung,” jawab Ravahn singkat.
Yuna terdiam. Barulah ia sadar kenapa pedagang itu ngotot tidak mau menurunkan harga. Rupanya harga memang sudah tetap dan tidak bisa ditawar.
“Kenapa kamu nggak cegah aku tadi kalau sudah tahu?!” Yuna mendecak kesal lalu menepuk dada Ravahn lumayan keras.
“Akh…” Ravahn meringis.
“Rasain! Kamu sengaja biarin aku mempermalukan diri sendiri ya?”
“Aku tidak bermaksud begitu,” jawab Ravahn datar. “Aku hanya membiarkanmu belajar dengan caramu sendiri. Ada hal-hal yang memang harus dialami supaya bisa jadi pelajaran.”
Yuna mendengus. Ia melanjutkan langkah sambil menendang kerikil kecil di depannya.
Tiba-tiba terdengar suara teriakan. “Akh!”
Yuna mendongak dan mendapati seorang betina terkena lemparan kerikil yang ia tendang. Wajah betina itu terlihat kesal.
dia adalah Flora.
“Aduh, putriku, kamu baik-baik saja?” tanya seorang pria yang ternyata ayahnya, Gundra. Ia segera menghampiri Flora dengan wajah penuh khawatir, lalu menoleh ke arah Yuna dengan tatapan tajam, tidak sadar kalau Ravahn berdiri di belakang Yuna.
“Kamu!” seru Gundra dengan nada marah sambil melangkah mendekat.
Yuna yang panik buru-buru bersembunyi di balik tubuh Ravahn. “Tolong aku, dia kelihatan marah banget,” ucapnya sambil menyembunyikan wajah di punggung Ravahn.
“Tenang saja,” kata Ravahn singkat.
Tatapan marah Gundra bertemu dengan pandangan Ravahn yang datar. Seketika nyali Gundra ciut.
“Ke… ketua!” sapanya gugup.
Ravahn hanya mengangguk tipis. “Ada masalah apa?” tanyanya to the point.
“Begini, ketua. Tadi calon pasangan ketua melempar batu ke kepala Flora. Saya hanya ingin dia minta maaf,” jelas Gundra hati-hati.
“Aku tidak melempar! Batu itu aku tendang, dan tidak sengaja kena putrinya,” Yuna buru-buru menjelaskan dengan suara kecil.
“Aku tahu,” jawab Ravahn singkat.
Flora maju dan ikut bicara. “Sudahlah, ayah. Jangan mempermasalahkannya, Aku yakin calon istri ketua tidak sengaja. Memang salah Flora yang tidak hati-hati,” katanya dengan gaya dramatis, seolah sedang berperan di atas panggung.
Yuna yang masih bersembunyi mencibir pelan. “Apa dia ratu teater?” bisiknya, cukup keras hingga Ravahn bisa mendengar.
Gundra tetap bersikeras. “Bagaimana pun, calon pasangan ketua sudah melakukan kesalahan dan harus meminta maaf padamu.”
Flora menggeleng manja. “Ayah, tidak perlu. Lagi pula ini benar-benar tidak disengaja. Jangan diperpanjang.”tolak flora sok lemah lembut.
“Lihatlah, putriku ini begitu baik. Pejantan yang kelak menjadi pasanganmu pasti akan sangat beruntung punya betina sebaik dirimu,” puji Gundra berlebihan.
Yuna yang mendengar itu hampir mual. “Benar-benar ratu drama. Dari mana dia belajar trik menjijikkan kayak gitu?” gumamnya kesal.
Ravahn menarik napas. Sebagai pejantan, ia bisa saja membela Yuna. Namun sebagai ketua suku, ia harus bersikap adil.
“Aku sebagai pejantan Yuna, mewakili pasangan ku, meminta maaf,” ucap Ravahn tegas.
Yuna yang mendengar itu langsung menatap Ravahn dari balik punggungnya, kagum dalam diam. “Pejantan ini berani juga,” pikirnya.
Gundra mengangguk cepat, tak ingin memperpanjang masalah. “Baiklah, ketua. Kami tidak akan memperpanjang masalah,hanya saja Lain kali,nona Yuna harus lebih hati-hati.”ujar nya seraya menasehati.
“Aku akan mendidik pasanganku dengan baik. Tidak perlu khawatir,” ujar Ravahn tegas.
Flora yang masih berdiri di samping ayahnya menyindir halus. “Nona Yuna harus belajar tidak sembunyi ketika melakukan kesalahan. Itu bisa merusak nama baik ketua.”
“Benar, nona Yuna harus banyak belajar,” tambah Gundra. “Kami hanya khawatir kalau nona Yuna sulit memikul tanggung jawab sebagai pasangan ketua suku.”
Tatapan Ravahn langsung berubah dingin. “Sudah kubilang, kalian tidak perlu khawatir. Pasanganku adalah tanggung jawabku. Tidak ada yang boleh ikut campur.”
Mendengar itu, Gundra dan Flora langsung diam. Tatapan tajam Ravahn cukup membuat keduanya tak berani berkata apa pun lagi.
Yuna yang bersembunyi di belakangnya semakin kagum. “Wah… calon pasangan ku benar-benar keren,” pujinya dalam hati.
Namun begitu Gundra dan Flora pergi, Yuna mendongak dengan wajah kesal. “Eh, tapi kenapa kamu minta maaf atas namaku? Itu kan bukan salah aku sepenuhnya!"protes Yuna tidak terima.
Ravahn melirik sekilas, lalu berjalan lagi dengan tenang. “Setidaknya masalah selesai.”
Yuna mendengus sambil mengejar langkahnya. “Dasar pejantan Aneh, bikin kagum setengah mati terus bikin jengkel lagi. Huh!”gerutu nya pelan
Ravahn hanya menahan senyum tipis yang nyaris tak terlihat.
*
*
*
Segitu dulu ya guys ✨
Author udah berusaha banget nih nulisnya 🥹
Jangan lupa kasih like 👍, komen 💬, dan ulasan ⭐ biar author makin semangat bikin lanjutannya 💕