Seorang pria bernama Lorenzo Irsyadul, umur 25 tahun hidup seorang diri setelah ibunya hilang tanpa jejak dan dianggap tiada. Tak mempunyai ayah, tak mempunyai adik laki-laki, tak mempunyai adik perempuan, tak mempunyai kakak perempuan, tak mempunyai kakak laki-laki, tak mempunyai kerabat, dan hanya mempunyai sosok ibu pekerja keras yang melupakan segalanya dan hanya fokus merawat dirinya saja.
Apa yang terjadi kepadanya setelah ibunya hilang dan dianggap tiada?
Apa yang terjadi kepada kehidupannya yang sendiri tanpa sosok ibu yang selalu bersamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A Giraldin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23: Little
Sejauh mata memandang... hanyalah... kegelapan lagi. Setiap bawah, adalah perbedaan. Sebelumnya bawah adalah dalam patung yang terdiri dari dua orang, sekarang... hutan rimba yang terdiri dari 56 orang.
Ia berpikir sebentar di dalam hati. “Apa maksudnya ini? Tak ada kecurangan dan... hanya ada jalan mudah. Sebentar... pria tadi... Aiden, kau ingin mempermudah jalanku kah!”
Kekesalan tergambar jelas di matanya. Ia diremehkan, seperti itulah yang terjadi. Walaupun begitu... mana mungkin satu tempat yang terdiri dari 8 lambang, akan cepat selesai.
Tersenyum lebar dan lanjut berjalan serta bisik-bisik kecil. “Aiden... bulan merah 1 jam lagi bukan?”
Pertanyaan itu membuat lantai air melingkar menjauh sampai di tempat Aiden berada. Hanya terlihat sosok dirinya yang duduk di kursi raja. Lebih tepatnya... kursi penguasa tempat ini. “Bingo. Apa yang akan kau lakukan sekarang...” senyuman lebar sekali dan tatapan jahat terlihat jelas di matanya serta langsung melanjutkan ucapannya. “Lorenzo?”
Jawaban dan pertanyaan. Pertanyaan tak bisa ia dengar dan ia hanya refleks berbicara sesuai pemikirannya dan pemikirin Widlie dengan tetap tersenyum lebar serta tetap bisik-bisik. “Yahh... saat ini, biarkan semua orang keluar dulu. Sebelum bulan menjadi merah, aku... tidak boleh membuang waktu lagi.”
Ia lanjut berjalan. Di pertengahan jalan, ia bertemu dengan 10 orang. 6 pria dan 4 wanita. Kesepuluh orang itu... berdiri diam dan tak bergerak sama sekali.
Karena tahu bagaimana cara mengatasinya, ia menyentuh mereka dan mereka semua bisa bergerak lagi. Dirinya yang ada di depan mereka, hanya bisa tersenyum kecil. “Lihat ke bawah!” perintahnya kepada mereka.
“Ba-baik.” Walaupun masih bingung, karena mereka bisa bergerak lagi, mereka menurutinya, mengangkat kepala mereka, dan hal yang sama terjadi.
Senyum lebar terlihat dengan jelas sekarang. Ia lanjut berjalan, bertemu dengan 20 pria, lalu 20 wanita, 2 pria, dan 2 wanita. Jumlah keseluruhan adalah 56 setelah ditambah dengan mereka berdua.
Saat ini, hanya tersisa 2 orang lagi. Ia sekarang, berada di ruangan terakhir. Ruangan penuh misteri, yang tak bisa dengan mudah ia lewati. Terlihat ada dua buah gelas kosong di atas meja coklat.
Tak ada apapun di dalam gelas, tak ada lagi selain gelas di atas meja, dan hanya bayangan saja yang ada. “2 gelas ya! Apa maksudnya ini?” tanyanya sambil melihat lebih dekat.
Penglihatannya membuahkan hasil. “Bayangan angka. Banyak sekali angkanya ya!” komennya sambil terus melihat. “1, 2, dan 98... apa maksudnya ini?” tanyanya
Tak ada yang menjawab karena hanya ada dirinya saja di sini. “Dari angka satu, lanjut dua, dan tiba-tiba menjadi 98! Waktu? Tidak, tidak, tidak...”
Memikirkannya lagi lebih serius untuk mendapatkan jawaban yang ia cari. “Bukan waktu, berarti... 98 adalah orang-orang yang sudah keluar dari sini dan... yang sudah mati di sini. 2 adalah sisa orang yang harus ku keluarkan. Waktuku sekarang hanya tinggal...”
Pemikirannya menuju ke jumlah orang dibagi dengan angka selanjutnya. Jumlah orang itu dikali dan hasilnya 2. Angka selanjutnya adalah 98 dan dibagi 2. Hasilnya adalah... “Waktuku tersisa... 49 menit.”
“Tidak selama itu ternyata ya. Yahh... mana mungkin selesai begitu saja. Untuk mencari dua orang ini, aku harus menyelesaikan dua gelas ini dulu ya.”
Memegang kedua gelas dengan masing-masing tangan. “Di sini tulis angka 2.” Menuliskannya dengan jari telunjuk kanannya di gelas kanan. “Di sini tulis angka 98.” Menggunakan jari telunjuk kiri untuk gelas kiri. “Terakhir... bagi.” Pembagian digambarkan di tengah dengan bayangan dari kepalanya.
Warna putih terlihat. Putih sedikit demi sedikit berubah warnanya dan menjadi berwarna hijau. Bayangan hijau muncul di atas kepalanya dan refleks membuatnya langsung melihat apa yang ada di atasnya. Hanya bisa tersenyum lebar dan lebih semangat lagi saat melihatnya. “49 menit...” mencoba melangkahkan kaki kanannya ke depan. “Waktu berjalan dan mengikutiku.”
Menundukkan kepalanya, diam, dan menatap depannya dengan penuh rasa percaya diri. “Sekarang... waktunya berusaha lebih banyak.”
Sesuatu muncul di depannya. Sebuah labirin mengerikan, muncul di depannya. Labirin yang sangat panjang dengan tembok daun maple, terlihat dengan jelas. Meja dan dua gelas menghilang serta... waktu terus berjalan.
Daripada membuang-buang waktu lebih lanjut, keputusannya sudah pasti... “Sekarang, waktunya menamatkan permainan ini.” Menyelesaikan permainan darinya.
Waktu sebelum bulan menjadi merah tersisa... 48 menit lagi. Hanya dengan melihat waktu saja, ia berjalan cepat menuju pintu depan labirin. Saat berada di depan, ia mengembuskan napas pelan serta langsung masuk sambil tersenyum lebar.
Tak ada ketakutan di dirinya, hanya ada semangat membara tergambarkan dengan jelas di wajahnya. Rasa takut itu hanyalah membuang waktu... kesenangan itu... menghemat waktu.
Lurus terus. Ada dua jalan yang bisa ia pilih. Sebelum memilih antara kanan dan kiri, ia membalikkan badannya ke belakang. “Sudah pasti tertutup. Jalan terus, adalah jawabannya.” Pintu yang asalnya terbuka tertutup dan... “Bahkan sampai tembok juga sedikit demi sedikit mau membunuhku ya. Aku harus cepat memilih.” Tembok daun maple bagian belakangnya bergerak sedikit demi sedikit.
Membalikkan badannya dan memilih arah kanan. Mengembuskan napas, bersiap untuk berlari dan... lari. Tembok bagian belakangnya lebih cepat menutup dan kedua matanya melihat 30 lubang yang ada di kanan dan kiri yang kemungkinan besaradalah tempat yang harus ia masuki salah satunya.
Lubang ke 5, bukan. 15 juga bukan. 30 bukan, dan jawabannya...”Oke, berhenti dan...” membalikkan badannya ke belakang. Lubang belakang masih ada yang terbuka. “Sekarang, sedikit santai saja jalannya.”
Santai membuat daun tertutup semakin lama. Ada dua lubang, yaitu lubang ke 28 kanan dan lubang ke 28 kiri. Yang mana yang ia pilih? Semakin lama ia berpikir, semakin cepat juga tembok daun akan mengurungnya, berarti... harus cepat.
“Kanan atau kiri!” pikirnya sambil menutup kedua matanya. 10 detik lagi, tembok daun akan mengurungnya. Membuka matanya lebar-lebar. 3, 2, ...” Kiri.” 1
Tembok daun menjalar lebih cepat dan menghantam sampai ujung dengan sangat cepat. Lubang tercipta dan terbentuk lagi serta tembok daun, menutup dua bagian, yaitu 28 kanan dan 28 kiri.
“Hahaha,” tawanya kecil dengan keringat dingin mengucur dari wajah dan lehernya. “Mengerikan sekali. Sekarang, waktunya pergi lebih lanjut.” Dengan senyum lebar, mengembuskan napas, menundukkan kepala, bersiap untuk lari, detak jantung berdetak stabil, dan diakhiri dengan... “LARIII!!!.” Teriakan penuh semangat.
Semangat lari sangat membara dan semangat tembok daun lebih cepat. Sebelumnya lubang dan sekarang adalah tong sampah. Terdapat 50 tong sampah yang harus ia pilih. “Tong sampah! Hehehe, 1, 2, 3, 4... bukan.”
4 tong sampah pertama bukan jawabannya. Kenapa? Lubang tak ia pilih karena ada jebakan daun yang membuatnya bisa kembali ke awal. Maka, sama saja dengan yang ini.
8 tong sampah ia lewati, 10, 12, 14... “Sekarang, hanya tersisa dua akhir.” Dengan lari yang cepat sekali, membuatnya refleks memilih... “KIRI!”
Dengan penuh keyakinan, ia berlari cepat ke arah kiri. Tong sampah kanan... “Meleleh, benar-benar mengerikan ya!” komennya saat membalikkan kepalanya ke belakang dan lanjut terus berlari.
“Sedikit lagi.” Tembok daun semakin cepat mendekatinya. 500 meter lagi baru sampai.”Sedikit lagiii...” lebih cepat lagi berlari dan tembok daun juga ikutan menjadi lebih cepat lagi sampai ke dirinya. “LAGIIIII!!!” teriaknya keras dan... “Masuk!” refleksnya membuatnya melempar tutup tong sampah ke belakang.
Tutup tong sampah meleleh, saat ia masuk ke dalam dengan kepalanya melihat ke belakang sedikit. “Mengerikan.”
Tembok pun menabrak tong sampah yang ia masuki dan seketika, meleleh serta... kembali seperti semula.
“UWAAA!!!” teriaknya keras, karena tong sampah ini ternyata sangat dalam serta sangat gelap.
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Bersambung...
Tulisanmu bagus, Loh... semoga sukses ya...
ayo, Beb @Vebi Gusriyeni @Latifa Andriani