NovelToon NovelToon
Rahasia Di Balik Kandungan

Rahasia Di Balik Kandungan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Hamil di luar nikah / Cinta Terlarang / Pengantin Pengganti / Romansa
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Leel K

Semua orang melihat Claire Hayes sebagai wanita yang mengandung anak mendiang Benjamin Silvan. Namun, di balik mata hijaunya yang menyimpan kesedihan, tersembunyi obsesi bertahun-tahun pada sang adik, Aaron. Pernikahan terpaksa ini adalah bagian dari rencana rumitnya. Tapi, rahasia terbesar Claire bukanlah cintanya yang terlarang, melainkan kebenaran tentang ayah dari bayi yang dikandungnya—sebuah bom waktu yang siap menghancurkan segalanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leel K, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23. Mau Kubantu Mandi?

Siang itu, David, dokter pribadi keluarga Silvan, baru saja selesai memeriksa Claire. Pemeriksaan rutin yang terjadwal, seperti biasa. David menutup kembali tas medisnya dengan senyum tipis. "Kondisi Nyonya dan bayi baik-baik saja, Direktur," ujarnya pada Aaron. "Hanya saja, saya menyarankan agar Nyonya lebih sering berjalan-jalan sore di luar. Paparan udara segar dan sedikit pergerakan ringan sangat bagus untuk ibu hamil, juga untuk mengurangi stres dan meningkatkan kualitas tidur."

Begitulah kata David, sarannya terdengar logis dan penuh perhatian. Namun siapa sangka, Aaron akan mengetahui hal mengejutkan dari mulut Claire sendiri beberapa saat kemudian setelah kepergian David.

"Kau belum pernah keluar?" Aaron mengernyitkan alis, mulutnya sedikit terbuka tak percaya. Sebuah nada menuntut terselip dalam suaranya, membelah keheningan yang nyaman diantara mereka.

Claire menunduk, bibirnya bergetar. Niat ingin mengajak Aaron kencan sore bersamanya, malah berakhir seperti ini. "Setelah Susan ada, tidak lagi," jawabnya lirih, suaranya tercekat. Kekhawatiran merayapi hatinya, melihat reaksi Aaron.

Nada suara pria itu, tatapan tajamnya, sontak mengembalikan memori kelam tentang bagaimana Aaron memperlakukannya dulu. Matanya memanas, pandangannya yang kabur oleh air mata jatuh pada kaki Aaron yang beralaskan sandal rumah. Ia tak sanggup menatap wajah pria itu.

"Kenapa tidak?" Nada Aaron menuntut jawaban, tak sabar. Alisnya semakin bertaut.

"Aku… aku hanya sendiri, aku tidak mau—"

"Kau bisa pergi dengan Susan," potong Aaron, suaranya sedikit meninggi. Ada gurat kekesalan samar di wajah Aaron, bukan karena Claire, melainkan karena ia tak menyadari bahwa Claire tidak pernah keluar rumah. Ia merasa bersalah karena lalai. "Mengurus segala sesuatu tentangmu adalah tugasnya, dia dibayar untuk itu."

Claire mengangkat wajahnya perlahan, berusaha menatap mata Aaron. Bulu matanya sudah basah, dan bulir-bulir air mata yang besar jatuh mengalir di kedua sisi pipi tembamnya.

Aaron tertegun sejenak. Sangat menggemaskan, pikiran itu melintas begitu saja di benaknya, sebuah anomali yang tak ia sangka.

Namun, ia tersadar dengan cepat. Bagaimana bisa ia berpikir wanita yang sedang meneteskan air mata sangat menggemaskan?! Yang benar saja kau, Aaron! Ia merasa kesal pada dirinya sendiri, membenci pikiran-pikiran aneh yang kini memenuhi otaknya.

Melihat wajah Aaron mengeras karena kesal—kesal pada dirinya sendiri, namun ditanggapi lain oleh Claire—wanita itu membeku, matanya melebar. Claire berpikir jika Aaron sedang kesal padanya, merasa muak dengan dirinya yang sekarang.

Tanpa berpikir panjang, Claire berbalik, tubuhnya yang sarat membengkak bergerak cepat menuju tangga. Ia menaiki anak tangga dengan tergesa, bahkan sedikit tersandung, namun ia terus melangkah. Suara bantingan pintu kamarnya di lantai atas bahkan sampai terdengar jelas di lantai bawah, menyentak pendengaran Aaron.

Aaron mengerjapkan mata, masih belum bisa memproses apa yang baru saja terjadi. Apa Claire sedang kabur darinya? Sungguh? Seorang Claire yang berusaha berada di dekatnya sepanjang waktu seperti gelatin, melarikan diri darinya? Ini hal baru baginya, sebuah keanehan yang menarik perhatian Aaron.

Dari arah dapur, Susan datang menghampiri Aaron, mengamati ekspresi bingung di wajah majikannya. "Nyonya sepertinya sedang sangat sensitif, Tuan," ujar Susan dengan suara lembut dan pengertian, seperti seorang ibu. "Wanita hamil itu seringkali seperti itu. Perubahan hormon membuat mereka lebih mudah sedih, mudah marah, atau bahkan tiba-tiba ingin menangis tanpa sebab yang jelas. Jangan terlalu diambil hati, Tuan. Ini normal."

Aaron hanya mengangguk mengerti, namun ia masih berdiri di tempatnya, menatap ke arah tangga. Pikirannya berpacu, apakah ia harus mengikuti Claire ke atas atau diam di bawah sana menunggu sampai wanita itu tenang dan menghampirinya sendiri.

***

Di sisi lain, di dalam kamar, Claire terduduk di atas karpet bulu yang lembut, punggungnya menyandar pada pinggiran tempat tidur yang empuk. Ia menangis, tangannya meremat selimut dengan kuat, buku-buku jarinya memutih. Air matanya luruh begitu saja, mengalir tanpa henti, membasahi pipinya yang tembam dan dagunya.

Aaron marah padaku. Dia tidak suka lagi padaku. Inilah yang selama ini ia khawatirkan. Jika suatu saat sikap Aaron kembali seperti dulu. Bersikap dingin padanya, makan terpisah, dan terkurung di dalam ruang kerjanya. Semua perhatian dan kehangatan yang ia dapatkan selama beberapa bulan terakhir akan hilang. Ia tidak akan pernah lagi mendapat perhatian pria itu.

Ia mengangkat kepalanya, terisak kembali. Pandangannya tertuju pada pantulan cermin besar di sisi ruangan tak jauh darinya. Memperlihatkan dirinya yang berantakan, rambutnya yang kusut, matanya yang bengkak, dan perutnya yang membesar. Wajahnya, yang menurutnya begitu jelek, terpantul jelas di sana. Ia menangis lagi, semakin lebih deras dari sebelumnya.

Ini salahku, semua ini salahku…! Aku yang seperti ini, wajar saja jika Aaron membenciku!

Perutnya tiba-tiba terasa melilit, sakit luar biasa. Bukan kram biasa, ini adalah nyeri tajam yang meremas dari dalam, membuat napasnya tercekat. Rasa sakit itu menyebar, menjalar ke punggung bagian bawah, seolah ada tangan tak terlihat yang mencengkeram dan memelintir organ dalamnya. Rasa mual ikut menyerang, bercampur dengan nyeri yang membuat keringat dingin membasahi dahinya. Pandangannya mulai kabur, titik-titik hitam menari di depan matanya. Tubuhnya terasa lemas, dan ia merasakan gravitasi menariknya ke bawah, hendak ambruk.

Namun, sebelum pandangannya benar-benar gelap dan tubuhnya ambruk ke lantai, ia merasakan tubuhnya ditopang dari belakang. Aroma aftershave Aaron yang khas, yang menenangkan, langsung menyeruak, memenuhi indranya. Sebuah tangan kokoh memeluk pinggangnya, menahan tubuhnya yang merosot.

"Bernapas!" suara Aaron meninggi, terdengar tegang. "Claire, bernapas!"

Claire berusaha mengambil napas. Sekali masih terasa sesak, nyeri itu masih mencengkeram. Namun kedua kali, entah kenapa ia bisa melakukannya dengan baik. Aroma aftershave itu, begitu menenangkannya, seolah semua kekacauan dalam dirinya bisa reda hanya dengan kedekatan Aaron.

"Aaron…" Suaranya lirih, berbisik lemah.

Aaron, dengan wajah mengeras penuh kekhawatiran, mengangkat tubuh itu dengan mudah kemudian mendudukannya di atas tempat tidur. Gerakannya sigap dan penuh kehati-hatian. Ia menuangkan air dari gelas di nakas dan memberikannya pada Claire.

"Kenapa sampai seperti ini?!" Bentakan Aaron, yang lebih terdengar seperti seruan frustrasi ketimbang amarah, membuat Claire tersentak, hampir menjatuhkan gelas dari tangannya. Aaron terdiam melihat itu. Seperti ia baru saja menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri. Claire, akan selalu ada di kondisi yang sama seperti sebelumnya setiap kali dirinya meninggikan suara.

"Sudahlah," kata Aaron akhirnya, nada suaranya menurun drastis. Ada penyesalan yang mendalam di matanya. Ia mengusap lengan Claire perlahan, sebuah sentuhan yang menenangkan. "Habiskan airmu, dan istirahatlah."

Tepat sebelum pria itu pergi, Claire memanggilnya pelan, "Aaron." Matanya menatap Aaron dengan ragu.

Aaron melihat ke arahnya, menunggu, sedikit memiringkan kepala.

Claire terdiam sejenak, masih berpikir apakah tak apa jika ia mengatakan hal ini pada Aaron. Ia mengambil napas dalam-dalam. "Apa… apa aku terlalu merepotkanmu?" tanyanya pada akhirnya, suaranya nyaris berbisik.

Aaron mengernyit, ekspresinya sulit dibaca.

Melihat ekspresi itu, Claire dengan cepat berkata, "Maksudku, aku tahu aku memang merepotkan." Suaranya mencicit kemudian, kesedihan yang kentara ada di wajahnya, " aku tahu itu..." Nyaris tak terdengar.

Kedua tangannya membungkus sisi gelas lebih erat, pandangannya jatuh ke perutnya yang besar. "Tapi, meskipun begitu… kau bisa memberitahuku sampai mana aku bisa merepotkanmu," ujarnya. Air matanya kembali menggenang. "Ak-aku…" Suaranya tercekat, ia menggigit bibir bawahnya. "…Aku akan langsung mendengarkanmu. Jadi... jangan membenciku, Aaron." Ia memohon pilu.

Claire merasakan tangan Aaron mendekat ke wajahnya, lalu telapak tangan yang besar dan hangat itu menyentuh lembut kulit pipinya. Sentuhan itu begitu nyaman, meredakan semua kecemasan yang bergejolak. Aaron mengangkat wajah Claire, membuatnya harus menunjukkan wajah yang begitu menyedihkan itu di depan Aaron. Dagunya bergetar, ia serasa ingin menangis lagi, begitu malu rasanya ia menunjukkan wajahnya yang berantakan ini pada Aaron.

Detik berikutnya, ia sudah berada di dekapan Aaron. Direngkuh dengan lembut, dengan hati-hati, seolah ia adalah barang pecah belah yang paling berharga. Aaron memeluknya erat, mengelus rambutnya, tangan kanannya menggenggam tangan kiri Claire yang masih memegang gelas air. Kehangatan tubuh Aaron meresap ke dalam dirinya, menenangkan setiap saraf yang tegang.

"Kau selalu berpikir sesukamu, Nona Hayes," kata Aaron pelan, bukan sebuah bentakan ataupun teguran, melainkan sebuah pernyataan tenang yang hampir terdengar seperti gurauan yang penuh perhatian.

Ia melepaskan pelukannya, melihat wajah Claire dan mengusap pipi putih dan lembut itu. "Maka lakukanlah juga sesukamu," katanya lagi, senyum tipis terukir di bibirnya, senyum tulus yang belum pernah Claire lihat sebelumnya. "Aku akan berusaha untukmu."

Claire terhenyak. Kamar itu dipenuhi cahaya temaram sore yang masuk dari jendela, menciptakan nuansa keheningan yang syahdu. Udara terasa hangat dan tenang, hanya diisi oleh napas mereka. Semua kekacauan emosionalnya lenyap, tergantikan oleh keterpesonaan pada senyum itu, pada wajah Aaron yang kini memancarkan kelembutan yang memukau. Senyum Aaron begitu memesona, begitu menawan, membuatnya terpaku. Ia tidak bisa mengalihkan pandangannya.

Claire mendekat, bergerak cepat, mengangkat tubuhnya yang membesar sedikit, lalu dengan keberanian yang mendadak, ia mencium pipi pria itu. Kecupan singkat, lembut, namun penuh perasaan. Setelahnya, ia menundukkan kepalanya lagi, pipinya memanas, menduga-duga bagaimana reaksi Aaron terhadap hal itu. Apakah Aaron akan benar-benar marah sekarang? Atau… bisakah ia melakukan hal yang sama lagi? Rasa ingin tahu dan ketegangan bercampur aduk.

Namun, begitu mendengar suara kekehan kecil Aaron di kupingnya, Claire mendongak. Ia mendapati pria itu sedang menahan tawa, bibirnya berkedut menahan senyum yang begitu menyenangkan. "Kenapa kau langsung takut begitu, hm?" godanya, suaranya mengandung nada geli yang menyenangkan, dan sebuah kehangatan yang belum pernah Claire dengar dari Aaron.

Claire malu, sangat malu. Wajahnya memerah padam. Ia berusaha memalingkan muka, namun matanya tak tahan ingin melihat Aaron yang tertawa. Tawa Aaron begitu langka, dan ketika itu terjadi, ia begitu menawan. Matanya yang abu-abu gelap berbinar, garis-garis tipis muncul di sudut matanya, dan bibirnya melengkung sempurna, menampilkan lesung pipi samar yang belum pernah Claire perhatikan sebelumnya. Aaron yang tertawa adalah Aaron yang paling tampan, paling nyata, dan paling dekat dengannya.

Aaron melihat keluar dinding kaca kamar Claire, langit sudah mulai gelap untuk jalan-jalan sore. Lalu mata abu gelapnya kembali ke Claire, bibirnya tersenyum lagi, lebih menggoda dari sebelumnya. "Mau kubantu mandi?"

1
Ezy Aje
lanjur
Aura Cantika
Kepalang suka deh!
Leel K: Aaah... makasih 🤗
total 1 replies
Coke Bunny🎀
Cerita yang bikin baper, deh!
ナディン(nadin)
Nggak bisa move on.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!