London, sebuah tempat yang menyisakan kenangan termanis dalam hidup Orion Brox. Dalam satu hari di musim panas, ia menghabiskan waktu bersama gadis cantik yang tak ia ketahui namanya. Namun, rupa dan tutur sapanya melekat kuat dalam ingatan Orion, menjelma rindu yang tak luntur dalam beberapa tahun berlalu.
Akan tetapi, dunia seakan mengajak bercanda. Jalan dan langkah yang digariskan takdir mempertemukan mereka dalam titik yang berseberangan. Taraliza Morvion, gadis musim panas yang menjadi tambatan hati Orion, hadir kembali sebagai sosok yang nyaris tak bisa dimiliki.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
One Day In London 23
Bagi seseorang yang saban hari bergelut dengan pekerjaan, malam bukanlah waktu yang hanya digunakan untuk beristirahat. Terkadang, malam juga mengambil peran seperti siang, yakni diisi dengan lelahnya bekerja.
Tara pun demikian. Di saat orang lain sudah terlelap dalam mimpi indah, wanita cantik itu baru meletakkan desain yang masih kelar setengah. Lantas ia merenggangkan otot-ototnya dan kemudian beranjak dari tempat duduk semula.
Sembari menuju ranjang, Tara menyalakan ponselnya dan melihat satu pesan yang belum dibaca dari Olliver. Sebelum fokus dengan pekerjaan, ia dan Olliver tadi sempat bertukar pesan.
'Udah tidur belum?'
Satu pesan kembali Tara kirimkan, usai membalas pesan candaan dari Olliver.
Ternyata, lelaki itu tidak sekadar membalas pesannya. Namun, melakukan panggilan video. Tara pun tak membuat Olliver menunggu lama. Dalam hitungan detik, panggilan tersebut langsung diterima.
"Baru kelar ya? Sampai malem banget loh." Olliver bicara sambil menatap penuh kekhawatiran, seolah tak rela jika Tara lembur sampai larut.
"Belum kelar aslinya. Lanjutkan lagi apa ya," jawab Tara sambil tertawa kecil.
"Aku susul ke sana kalau nekat kerja terus. Kalau perlu kunikahi sekalian malam ini, biar aku bisa langsung menanggung semua kebutuhanmu. Dengan gitu kamu nggak akan memforsir kerjaan lagi, Sayang." Olliver menyahut dengan cepat. Mungkin kesannya bercanda, tetapi pasti jadi serius jika Tara tetap bekerja lupa waktu.
Namun bukannya kagum atau tersipu, Tara justru tertawa. Menurutnya cukup lucu, Olliver sangat berlebihan dalam memperlakukan dirinya.
"Tapi ngomong-ngomong, kamu sendiri loh belum tidur. Memforsir kerjaan juga, kan?" ucap Tara sesaat kemudian.
Tadi sewaktu bertukar pesan, Olliver memang mengatakan bahwa dirinya akan memeriksa data pengeluaran di restoran.
"Mana ada, Sayang. Aku memeriksa data cuma bentar, sekitar jam delapan udah kelar kok," kilah Olliver.
"Terus ... kenapa sekarang masih seger gitu? Nggak kelihatan abis tidur. Jangan bilang karena nungguin aku ya. Aku nggak mempan sama gombalan kayak gitu." Tara pura-pura manyun, sembari bersandar dan menopang dagu.
Di seberang sana Olliver jadi salah tingkah. Pasalnya, dalam posisi itu kadar manis di wajah Tara bertambah beberapa kali lipat.
"Sebenarnya ... tadi ada urusan lain. Soal Orion." Demi menutupi kegugupannya akibat paras cantik Tara, Olliver mengalihkan kelakar barusan dengan pembicaraan yang lebih serius.
"Orion? Ada apa dengannya?"
Uacapan Tara kali ini lebih pelan dari sebelumnya. Ia pun sama gugupnya dengan Olliver, hanya saja bukan lelaki yang menjadi alasannya, melainkan Orion. Ada sesuatu yang menyentak dalam batin manakala Olliver menyebut nama Orion. Apa yang terjadi dengan lelaki itu? Pikiran Tara terusik seketika, seirama dengan detak jantung yang berpacu dengan sendirinya.
Di tengah perasaan yang masih gugup—tetapi berusaha ditutupi, Tara mendengar dengan saksama cerita Olliver. Mulai dari Orion yang terbang ke Jakarta lebih akhir, sampai pulang larut dari kantor. Semua diceritakan dengan rinci, termasuk kecurigaan Olliver terkait sikap aneh Orion, yang ia yakini berkaitan dengan Sunny.
Mendengar itu semua, Tara nyaris tak bisa berkata-kata, malah debar hati yang kian kacau.
"Aku penasaran banget, Sayang, kayak apa sih tunangan Sunny itu, sampai-sampai Orion insecure parah. Aku udah berkali-kali kasih semangat ke dia, tapi tetap aja, nggak bisa optimis. Padahal kan baru tunangan, masih bisa diperjuangkan."
Tara tidak terlalu menanggapi ucapan Olliver kala itu. Dia hanya bergumam sambil mangut-mangut samar.
"Tahu nggak, Sayang, tadi pas dia kudesak kusuruh cerita kayak apa tunangan Sunny, malah katanya cerewet dan menyebalkan kayak aku. Ngawur banget kan dia?" Olliver melanjutkan ucapannya sambil terkekeh-kekeh. Dia menganggap itu lucu, sampai tak sadar kalau akibat perkataannya barusan Tara jadi terdiam.
Sampai beberapa detik berlalu, Olliver baru menyadari perubahan sikap Tara. Sang kekasih yang tadi banyak bercanda dan tersenyum manis, detik itu membisu. Jangankan ucapan panjang, senyum samar pun tidak terlihat di bibir ranumnya.
"Sayang, kamu kenapa? Apa aku salah bicara?" tanya Olliver dengan hati-hati.
Tara pun terkesiap, seketika ia tersadar dari pikiran yang hampir terpaku lagi pada Orion.
"Sayang ...."
Tara menarik napas panjang. Lantas berkata dengan lirih, "Maaf, tapi ... menurutku kamu salah."
Olliver terkejut. Meski tidak bicara, tetapi tatapannya kala itu sudah menuntut penjelasan yang lebih.
"Mungkin, tunangan emang bukan ikatan yang sakral kayak pernikahan. Tapi, tetap saja, itu adalah hubungan yang dijalin oleh dua hati yang saling mencintai. Sebenarnya kamu nggak boleh mendukung Orion untuk mengejar Sunny. Wanita itu udah ada komitmen dengan lelaki lain, kita harus menghargai, jangan egois," ujar Tara dengan panjang lebar.
"Tapi, Sayang, kalau Sunny-nya sendiri yang mau sama Orion, ya nggak egois namanya. Kan keputusan ada di tangan Sunny. Ya ... berarti Sunny sama tunangannya memang bukan jodoh. Ya, kan?"
Tara kembali menarik napas panjang. Lantas menatap Olliver dengan lekat meski sebatas lewat ponsel.
"Sayang." Tara sengaja memanggil dengan sebutan 'sayang', pikirnya agar Olliver mau mendengarkan ucapannya dengan sungguh-sungguh.
"Dalam menilai sesuatu kita harus objektif, jangan sampai menerapkan standar ganda yang bergantung pada subjeknya. Coba sekarang bayangkan, misalkan kamu yang ada di posisi itu. Ada lelaki yang mendekatiku dengan alasan kita baru tunangan dan belum nikah. Terus aku jatuh cinta dengan dia dan lebih memilih dia dibanding kamu. Yakin kamu masih berpendapat kalau tindakan lelaki itu benar? Nggak egois? Yakin bisa semudah itu kamu menerima kenyataan dan dengan simpel menarik kesimpulan kalau kita bukan jodoh?" sambung Tara dengan serius.
Sampai di sini, ganti Olliver yang terdiam. Tanpa sadar pikirannya membayangkan hal barusan, Tara didekati dan dimiliki oleh lelaki lain. Ahhh, itu sesuatu yang mustahil dia terima.
"Sayang, kamu pikirkan baik-baik ya ucapanku tadi. Jangan sampai ikut andil atas perbuatan yang kurang tepat dari saudaramu, malah akan lebih baik kalau kamu menjadi orang pertama yang mengingatkan dia. Toh ini juga demi kebaikan saudaramu sendiri, kan," kata Tara setelah beberapa saat saling diam.
Olliver sekadar mengangguk dan mengiyakan singkat. Pikirannya masih belum fokus, jadi tak banyak bicara. Sampai Tara pamit tidur dan mengakhiri panggilan, Olliver masih diam termenung. Entah dari mana datangnya, tiba-tiba ada perasaan tak nyaman dalam hatinya. Seolah-olah ada ketakutan kalau suatu saat nanti Tara akan pergi dari sisinya.
Bersambung...
Dan Tara prilaku mu mencerminkan hati yng sdng galau , kenapa juga harus mengingkari hati yng sebenarnya Tara
Orion kalau kamu benar cinta ke Tara terus lah perjuangkan.
lanjut thor 🙏