Aramina Dwi Fasya, gadis yang menyandang gelar lulusan S1 Pendidikan Ekonomi namun masih mempertinggi angka pengangguran, beban keluarga. Menjadi seorang EXE-L di usia 20 tahun membuat kehidupan gadis itu diwarnai dengan drama serta kehaluan bakal bersanding dengan sang bias favorit, Kay. Berawal dari sebuah konser dan Fanmeeting di ibukota menyadarkannya pada kenyataan bahwa menyentuh sang idol adalah nyata!
Belum lagi sebenarnya banyak kejadian tak terduga yang terasa bagai mimpi melengkapi imajinasinya soal hal paling tidak memungkinkan di dunia ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trii_e, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. Izin Dari Ibu dan Ayah
Grasak-grusuk kulihat tingkah eomma di atas motor. Ayah akhirnya datang dan tumben tiba-tiba ibu juga mengekor. Tidak biasanya. Mana pandangan mereka antusias sekali melihat mas Juan sedang ada di dekatku. Semoga tingkah mereka tidak lebih memalukan lagi dibanding aku.
“Nak Juan, mau ambil barang?” sapa appa saat sampai ke dalam.
“Bukan pak, ini ingin mengantarkan undangan untuk Mina dan Arin.” Mas Juan mempersilahkan eomma duduk di bangku yang ia tempati. Sopan sekali, seakan yang anak kandungnya itu tuh mas, bukan aku.
“Undangan pernikahan?” hanya bisa tepuk jidat. Dahlah! Keluarga emang kocak semua mau bagaimana lagi? Mereka pasti berpikir kalau aku sedang dalam proses ditinggal nikah. Padahal yang sebenarnya gak ada mengarah ke sana sama sekali.
“Nak Juan mau nikah?” ibu memasang tampang galau.
“Eh bukan pak, Bu! Ini undangan grand opening cabang caffe Juan di kota seberang. Tadinya sih akan mengundang Arin dan juga Mina, tapi ...”
“Tapi kenapa nak?” ibu main potong bicara orang.
“Kata Mina karena terlalu jauh agak susah minta izin sa ...”
“Ya kalau perginya bareng nak Juan tidak apa-apa.” Heh?? Ibu yakin bicara begitu? Ibu yakin tidak takut mas Juan ngajak aku kawin lari? Meskipun aku gak cantik-cantik amat, gak oke-oke banget, tapi namanya saja tetap anak gadis. Kita cuma tau kebaikan mas Juan selama ini karena hanya itu yang dia tampakkan. Keburukannya bagaimana?
“Betul Bu? Mina izin pergi dengan kami?”
Sekarang giliran aku yang melongo, memikirkan siapa diantara kami yang jadi anak kandung di keluarga Hermansyah. Dahulu pas mau perkemahan persahabatan sesama komunitas Mapala beberapa kampus ke gunung di luar kota gak dibolehin meski seabreg kakak angkatan datang membujuk ke rumah. Mas Juan? Oke, mungkin ia pelanggan tetap appa dari beberapa waktu lalu sampai sekarang dan bertandang ke rumah hanya sekali. Apa istimewa dia bisa meluluhkan hati kedua orangtuaku? Tampang di atas rata-rata, memang. Mapan? Banget. Attitude? Jangan ditanya. Selama kami dalam pergaulan suci ini tak pernah sekalipun ia berbuat aneh.
“Sama Arin juga kan? Tidak apa-apa asalkan tidurnya beda ruang.” Appa menyahut dari balik lemari barang dekat kasir. Kemudian berjalan ke arah dalam menyahuti panggilan mang Teja dan mang Sakti.
“Bu? Ibu mau menjaga toko dengan appa?”
“Ibu hanya mampir melihatmu sebentar.” Tidak yakin. Bibir atas eomma sedikit terangkat dan senyum yang sangat aneh keluar dari sana. Pasti ada maksudnya.
“Ini Mina mau pulang bu, mas Juan mau antar katanya.”
“Eh, begini nak Juan,” kan betul apa kata hatiku, eomma ada maunya. “Ibu kemari dengan ayah Mina karena mau mengajak Mina ikut belanja bulanan ke pasar. Jadi acara antar-mengantarnya maaf sekali yah nak tidak bisa sekarang.” Senyum ibu terkembang sempurna.
“Oh, mau ke pasar mana bu kalau boleh tau?”
“Ke pasar yang ada di cokodok. Mau beli stok makanan bulanan nak Juan.”
“Ibu dan Mina akan naik apa ke sana?” mas Juan perhatian sekali kepada eomma. Apa jangan-jangan dia suka pada eomma?? Kayak yang banter dibicarakan warung rumpi depan rumah. Katanya lagi hot-hotnya kasus dikasih barang produk, malah minta sekalian sama pabriknya. Kan asem.
Elahhh Bu! Panas-panas begini ke pasar yang sumpek dan baunya minta ampun itu? Pliss deh, ini tuh zaman modern dan supermarket yang super lengkap dekat dengan tempat kita. Kenapa eomma jadul banget sih!
“Ke supermarket aja yuk Bu, mang Teja mau antar barang ke ekspedisi sebentar lagi dan mobilnya bakal kepake.”
“Lah? Siapa bilang mau naik mobil? Kita ke sana naik motor ayahmu saja.”
What??
“Oke deh eomma.” Sekali lagi karena gue anak berbakti plus berbudi pekerti terhadap orangtua, gue iya-in aja dah.
“Gimana kalau Juan antar saja bu? Kebetulan dekat dengan caffe dan nanti biar ibu mampir ke sana sekalian, coba menu dan kasih pendapat boleh kan bu?”
“Benar nak Juan? Tidak merepotkan? Di sana mungkin tidak nyaman sama nak Juan.”
“Ayo bu, Juan nyaman di mana saja.”
Eomma menarik tanganku cepat-cepat, takut ketinggalan langkah mas Juan. Pria itu sekali lagi berhasil meluluhkan hatiku, hati eomma, dan appa di waktu yang berbeda. Fiks! Fiks banget kali ini dia pasti lolos seleksi jadi calon menantu di keluarga Hermansyah. Kalau kalian mempertanyakan apa aku masih mencintai Kay Oppa? Aku sangat mencintainya. Tetapi lama-lama perkataan Arin masuk ke dalam otak, mengatakan bahwa dunia nyata beda dengan dunia maya. Di dunia nyata kita juga perlu punya kekasih agar hidup tak harus selalu tentang halu. Kalau selingkuh di dunia maya rasanya tidak apa-apa, tidak ada yang tersakiti. Itu resiko bila berpacaran dengan kpopers akut macam kami. Kalau mas Juan tidak terima, apa boleh buat, bukan jodoh.
“Nak Juan memang belum punya calon?”
Astaga eomma ... Itu pertanyaan yang sensitif sekali. Mas Juan mungkin tidak bisa menjawab karena ia tidak bisa. Lukanya belum pulih, ibarat sedang teriris parang dan eomma mengucuri air jeruk di atasnya. Pelan-pelan kulirik ekspresi mas dari kaca spion, mendadak wajahnya terkejut, pucat, namun beberapa detik kemudian langsung berubah jadi senyum. Kosong.
“Sedang dalam proses pencarian bu.”
“Masa sih? Nak Juan Ganteng begini, mapan lagi, mana ada gadis yang menolak pesona lelaki seperti itu?”
“Haha, memang banyak bu. Tapi di hati rasanya belum ada yang pas.”
Kenapa mas tidak mengatakan pernah tunangan? Dan tentang Isabel, apa ia belum mau membukanya walau hanya sebatas clue kalau ia pernah berhubungan serius dengan seorang wanita. Ada sakit yang menjalar, dalam hatiku tentu saja. Aku merasa mas tidak jujur dengan dirinya juga pada orang lain. Semakin lama ia memendam sakit di dalam, maka semakin jauh peluang ia mencintai gadis lain. Kalau pun nanti berhasil, tapi hatinya tak akan pernah teralihkan dari masa lalu. Bahkan menjadi suatu perbandingan bagi kekasihnya suatu saat. Siapa yang mau dibanding-bandingkan dengan orang yang kita tahu bahwa memang dia lebih perfect dari kita?
“Mas tidak mungkin tidak pernah menyukai seorang gadis kan?” aku sudah tak tahan. Biarlah kutanya untuk memancing sedikit. Ekspresinya lebih beku, terdiam beberapa waktu lebih lama dan menjawab tanpa senyum yang tadi kudapati.
“Pernah. Tapi sudah lama sekali.”
Nada mas terdengar kecewa. Apa ia tidak suka kalau aku membicarakannya?
“Pasti perempuan itu beruntung sekali yah nak Juan.”
“Mungkin bu, tapi di sini Juan yang tidak beruntung.” Ia tertawa renyah seakan pertanyaan eomma lebih baik daripada pertanyaanku. Tuh kan! Jangan-jangan ia memang lebih suka pabrik daripada produk jadi.
“Mungkinkah nak Juan dikelabui buaya betina?”
“Eomma, mana boleh ibu berkata seperti itu.” Ayolah eomma, kasusnya tak sesederhana itu. Aku takut kita diturunin di tengah jalan karena sikap kita. Mas Juan sedang dalam masa sensitif, bertanya sepatah kata lagi mungkin kita benar-benar akan jalan kaki.
“Bukan bu. Hanya Juan anggap bukan jodoh saja.”
“Benar itu nak.”
“Bu, sudah jangan tanya lagi.” Bisikan pelan kulayangkan di telinga eomma. Semoga tidak ada pertanyaan lain. Tapi eomma kelihatan lebih rewel dari yang biasanya kalem.
“Kenap ...”
“Oh mas, kita sudah sampai!”
Maaf yah eomma, harus kuhentikan pembicaraan ini kalau mau sampai ke rumah diantar mas Juan lagi. Semoga mas juga masih mau, tidak tersinggung dengan eomma barusan.