Alaska Krisan dan Dionna Patrania terlibat dalam sebuah konspirasi bernama perjodohan.
Demi bisa hidup tenang tanpa campur tangan Mamanya, Alaska akhirnya menuruti keinginan mamanya untuk menikahi Dionna . Spesis wanita yang berbanding terbalik dengan kriteria wanita idaman Alaska.
Bagi Dionna, Alaska itu tidak bisa ditebak, sekarang dia malaikat sedetik kemudian berubah lagi jadi iblis.
Kalau kesetanan dia bisa mengeluarkan seribu ekspresi, kecepatan omelannyapun melebihi tiga ratus lima puluh kata permenit dengan muka datar sedatar tembok semen tiga roda.
Ini bukan cerita tentang orang ketiga.
Ini tentang kisah cinta Alaska dan Dionna yang
"manis, asem , asin = Alaska orangnya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaBucin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Ultimatum
Pagi itu suasana rumah Alaska tidak biasanya. Dionna dibuat jantungan karena tiba-tiba saja pria itu mengeluarkan sebuah ultimatum yang membuat tubuh Dionna kebas sampai keujung-ujung rambut.
"Mulai hari ini aku tidak akan memberimu lagi kartuku." Alaska menatap Dionna dengan serius.
"Setiap bulan aku akan memberimu uang bulanan, dan uang bulanan itu berbentuk tunai. 10 juta perbulan."
"A-apa ?" Dionna melotot, dengan mulut menganga lebar.
"Apapun yang akan kamu lakukan tidak akan membuatku berubah pikiran. Ini semua demi kebaikanmu." Kata Alaska mutlak.
Entah mimpi apa pria itu semalam hingga pagi ini tiba-tiba membuat ultimatum sinting yang akan membuat Dionna merana sepanjang perjalanan hidupnya bersama Alaska.
"Tapi Al--" Dionna merengek. Duduk dibawah beralaskan karpet dengan memeluk lutut Alaska. "Jangan ambil kartunya, please.." Wanita itu berhasil mengeluarkan air matanya agar terlihat lebih menyedihkan.
Alaska kekeh pada pendiriannya. Dia tidak akan berubah pikiran. Kejadian kemarin cukuplah untuk membuat Alaska mengambil tindakan sebagai seorang suami untuk menghukum istrinya.
"Dionna berdiri , jangan seperti ini " Alaska sudah berdiri yang otomatis membuat Dionna agak sedikit terseret.
Dionna mengusap air matanya yang turun. Menatap suaminya dengan memelas meski dia tahu tidak akan merubah apapun. Kepala rumah tangganya adalah Alaska, ia pemegang kendali besar dalam rumah ini. Termasuk menghukum istrinya sekejam ini.
Dionna sebenarnya juga sadar dan tahu diri, Alaska berbuat seperti ini karena ulahnya sendiri. Tapi membatasi uang bulanan bukankah itu terlalu kejam ?
"Ah- aku hampir lupa." Alaska menatap istrinya itu " Sepuluh juta itu termasuk uang belanja bulanan."
"Kau ternyata lebih kejam dari ibu tiri" Dionna terkejut bukan main. Kartunya disita saja sudah suatu hal yang besar apalagi sekarang Alaska hanya memberinya jatah uang bulanan sepuluh juta yang dipotong dengan uang belanja. Berarti Dionna cuma dapat kira-kira sekitar lima juta perbulan. Buat kesalonpun itu tidak akan cukup."
"Lebih baik aku jujur padamu Dionna. Saat ini perusahaanku sedang mengalami krisis keuangan ." Dionna tercengang " Banyak investor yang membatalkan kontrak kerja sama dengan perusahaanku. Aku tidak akan menutupi hal apapun darimu, agar kamu paham aku tidaklah kejam seperti ibu tiri."
Kepala Dionna menunduk, kepalanya jadi dipenuhi perasaan bersalah. " Kenapa tidak minta bantuan sama Papamu dan Papaku ? Papa kita berdua. Aku akan bantu menjelaskan karena ini juga kesalahanku, karena aku sampai perusahaanmu jadi seperti ini."
Alaska menggeleng " Ini adalah perusahaan yang ku bangun dengan jerih payahku sendiri tanpa bantuan siapapun. Aku tidak mau bergantung pada orangtuaku. Apapun masalahnya sekarang aku akan menghadapinya."
Dionna yang ingin protes habis-habisan terurung karena pernyataan Alaska. Namun Dionna dilain sisi Dionna juga tidak ingin dunianya cepat hancur tanpa adanya uang, Dionna harus bangkit. Banyak jalan menuju Roma bukan ? Kehilangan uang dari Alaska bukanlah akhir dari segalanya. Karena Alaska, bukanlah satu-satunya sumber penghasilan dompet Dionna.
Wanita itu sudah mandi. Sudah rapi dan sudah cantik sekali. Modis seperti biasanya. Dionna sudah siap bertemi dengan sumber penghasil uang lainnya. Dionna berdehem pada Alaska yang terlihat sedang mengenakan sepatu.
"Mau kemana ? "tanya pria itu tanpa menoleh
Dionna berusaha memasang wajah memelas
"Mau kerumah Mama. Minta uang buat ongkos transport." Tangan Dionna sudah terulur, terbuka menanti lembar uang yang akan Alaska berikan.
Alaska mengeluarkan dompet dari sakunya dan mengeluarkan sebuah kartu bukannya selembar uang."Ini adalah kartu transport bus, tarifnya lebih murah dari pada menggunakan aplikasi online. Kartu itu sudah ada saldonya bisa dipakai seminggu." Dionna benar-benar tidak bisa berkata-kata lagi.
"Kamu mau kemana ?" perhatian Dionna teralih pada Alaska yang hendak pergi.
"Aku ada urusan." Jawabnya enteng tanpa beban.
"Aku ikut." Alaska langsung menoleh menatap wanita disampingnya .
"Kamu mau ikut aku kekantor buat apa ?"
"Aku ikut menumpang sampai kerumah Mama, bukannya ikut kamu kekantor."
"Oh" Alaska mengangguk saja. Lalu beranjak menuju pintu utama dan diekori Dionna.
"Pulangnya jam berapa ?" tanya Dionna bermaksud untuk menumpang lagi agar dirinya tidak repot-repot naik bus.
Dionna akui ini pertama kalinya dia tidak memegang uang selembarpun. Dompetnya benar-benar kosong melompong. Kartu-kartu yang biasanya menebalkan dompetnya kini hilang disita Mamanya dan Alaska. Satu-satunya kartu yang tersisa hanya kartu tanda pengenal alias KTP.
Miris.
"Nanti aku kabari."
Dionna mendelik "Kabari apanya? baca pesanku saja butuh waktu satu minggu." cibir Dionna
"Aku jarang buka ponsel."
"Mana ada pengusaha yang jarang buka ponsel?"
"Ada. Aku orangnya."
Dionna malas berdebat, takutnya kalau dirinya melayani adu mulut dengan Alaska pria itu akan mengurangi jatah bulanannya lagi.
••••
"Papa.." Dionna langsung mewek memeluk Papanya begitu pintu terbuka. Dionna bahkan berhasil memunculkan air matanya uang mati-matian dia coba keluarkan.
"Dionna.. Papa rindu sekali." Harrie memeluk erat putri satu-satunya .
"Selamat Siang Pa" Sapa Alaska " Alaska titip Dionna dulu. Ada urusan dikantor." Katanya sopan sebelum pamit undur diri.
"Tidak mampir dulu Al ?"
"Nanti saja Pa, kalalu urusannya sudah beres Alaska langsung kemari."
Harrie menepuk pundak menantunya "Hati-hati dijalan." Setelah itu Alaska langsung meninggalkan kediaman rumah mertuanya. Sepertinya dia diburu waktu karena sedari tadi terus melirik jam tangannya.
"Pa, Alaska sita kartu Dionna, dan sekarang malah kasi Dionna uang bulanan yang berkedip sekalipun langsung habis " Dionna menangis. Sedikit dilebihkan dengan mengusap air mata dan akting menguatkan diri.
"Dionna cuma diberi jatah bulanan sepuluh juta, itupun dipotong belanja bulanan. Dionna nggak bisa jajan lagi, apalagi belanja keperluan Dionna."
Tidak seperti biasanya, Papanya akan khawatir bahkan shock. Kini Harrie justru tersenyum kecil. Ada yang salah dengan Papanya ini.
"Bagus itu. Akhirnya suamimu sadar kalau kamu itu harus dihukum ." Tangis Dionna semakin keras . Kali ini benar-benar menangis hingga mengundang kedatangan Mamanya.
"Dionna kenapa datang-datang menangis seperti orang kesetanan ? Kamu kenapa ?" Adaline yang baru turun dari lantai atas tergopoh-gopoh menghampiri sang putri.
"Ma, Alaska kejam Ma." rengek Dionna
"Bukan kejam sayang. Suami kamu itu berbuat begitu untuk kebaikan kamu juga. Kamu itu sudah berkeluarga harus belajar juga menjadi lebih dewasa." Dionna tidak mau lagi mendengarkan nasihat Papanya. Sudah cukup telinganya dinasehati oleh Alaska.
"Kenapa ini Pa ?" Tanya Adaline yang penasaran dengan putrinya, kemudian Harriepun menjelaskan apa yang terjadi pada istrinya tanpa ada satupun bagian yang terlewat.
Jangan ditanya lagi respon Ellen setelah mendengar penjelasan Harrie. Wanita setengah baya itu malah memberi tepuk tangan bangga untuk menantunya.
"Mama memang tidak salah pilih menantu. Alaska memang yang paling cocok untuk Dionna." Puji Ellen , mengagung-agungkan Alaska.
"Mama ! Yang anak kandung Mama itu Dionna apa Alaska huh ?! Mama dan Papa sama saja dengan Alaska ! Senang sekali lihat Dionna menderita."
"Ma... bagi Dionna dua puluh juta aja . Tidak perlu banyak-banyak. Dengan dua puluh juta Dionna janji bisa bertahan sebulan." Tapi sayang , Ellen menggeleng.
"Sepuluh juta Ma. Cuma sepuluh juta." Ellen kembali menggeleng .
"Sejuta Ma. Kali ini cuma sejuta Mama " Ini adalah angka final . Dionna tidak bisa lagi memberikan angka lebih rendah dari pada itu.
"Kalau seratus ribu Mama kasih"
"Mama ! Ya Tuhan Mama ! Seratus ribu bisa dapat apa Mama ?"
"Kamu jual saja tas-tas kamu dikamar sana. Dari pada tidak terpakai mending dijual kan bisa jadi tambahan uang buat kamu."
Dionna mendengus. Dia tidak suka dengan gagasan Mamanya. Benda yang sudah dibelinya dan didapatkan dengan susah payah, haram jika dijual lagi. Itu jelas melanggar undang-undang perjual-belian.
"Mama,, tolong bantu Dionna" rengeknya lagi namun tidak merubah apapun.
"Tidak Dionna. Terima saja apa yang suami berikan, lagi pula ini semua juga karena ulahmu sendiri."
Dionna ingin menangis lagi. Frustasi terus merajai, hingga rasanya ingin sekali menghilang dari muka bumi. Apa dunianya benar-benar berakhir ?