Anaya tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam waktu satu kali duapuluh empat jam. Dia yang hanya seorang anak yatim dan menjadi tulang punggung keluarganya, tiba-tiba di saat dirinya tengah tertidur lelap dikejutkan oleh panggilan telepon dari seorang yang tidak dikenal dan mengajaknya menikah.
Terkejut, bingung dan tidak percaya itu sudah jelas, bahkan ia menganggapnya sebagai lelucon. Namun setelah diberikan pengertian akhirnya dia pun menerima.
Dan Anaya seperti bermimpi setelah tahu siapa pria yang menikahinya. Apalagi mahar yang diberikan padanya cukup fantastis baginya. Dia menganggap dirinya bagai ketiban durian runtuh.
Bagaimana kehidupan Anaya dan suaminya setelah menikah? Apakah akan ada cinta di antara mereka, mengingat keduanya menikah secara mendadak.
Kepo.. ? Yuk ikuti kisah mereka...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22
°
°
°
Anaya menahan napas dan menutup mulutnya rapat-rapat agar tidak menghirup obat bius yang dibekapkan ke hidungnya. Ia berusaha keras melawan dan akhirnya berhasil menginjak kaki orang itu dengan sekuat tenaga, lalu melepaskan diri.
Anaya gadis manis berkulit kuning langsat, dengan tinggi badan seratus limapuluh delapan sentimeter dan berat badan empat puluh lima kilogram. Cukup mungil, tapi jangan salah. Meski kemampuan beladirinya masih di bawah Adzana sahabatnya, tapi dia sangat cerdik.
Anaya dan Ersa menjalani pelatihan ketat dari Tuan Bastian Arya Winata, yang merupakan kakek Adzana. Mereka dibekali berbagai macam beladiri, menggunakan senjata, serta trik dan cara bagaimana meloloskan diri dari musuh. Pelatihan yang mereka jalani layaknya akademi militer. Karena mereka memang dipersiapkan untuk mendampingi calon pewaris. Anaya merasa beruntung pernah menjalani semua itu.
Dan kini dia akan menggunakan kembali, apa yang sudah pernah dia pelajari untuk menghadapi musuhnya. Anaya melihat ada tiga orang pria berdiri di hadapannya dengan muka garang.
Anaya memperhatikan sekeliling, sudah cukup sepi, karyawan kantor telah masuk dan kembali bekerja setelah istirahat makan siang.
"Siapa kalian? Aku merasa tidak mengenal kalian! Lagipula apa kalian tidak malu? Masa menghadapi gadis kecil sepertiku saja harus keroyokan, kalau berani ayo satu lawan satu." Anaya mencoba memprovokasi.
Tantangan Anaya dijawab dengan senyum sinis oleh salah satu lawannya. "Baik, kalau memang kamu berani! Siapa takut?" Salah satu dari mereka bertiga langsung melancarkan serangan dengan cepat dan tidak terduga. Matanya memancarkan amarah dan kekesalan
Anaya dengan cepat menghindar dan melancarkan serangan balik. Tinjunya menghantam lawan dengan tepat, dan membuatnya terjatuh. Anaya tidak memberi kesempatan lawannya untuk melancarkan serangan.
"Kalian pikir aku takut? Aku akan menghadapi kalian satu per satu!" Suara Anaya terdengar menggema di tengah aksinya melawan musuh.
Lawannya berusaha untuk bangun, tapi Anaya kembali melakukan serangan dengan begitu cepat. Dan tendangannya membuat lawan terkapar.
Melihat temannya tak berdaya, seorang di antaranya berusaha menyerang Anaya dengan membabi-buta, membuat Anaya mundur untuk mengatur strategi. Matanya tajam mengawasi pergerakan musuhnya. Entah jurus apa yang dipakainya, ia melompat tinggi dan melayang ke udara, lalu memberikan tendangan secara beruntun pada kedua pria yang sedang terpana melihatnya. Keduanya langsung jatuh tersungkur di tanah.
Anaya bergegas mendekati mereka yang masih terkapar, matanya menatap tajam. "Siapa yang memerintahkan kalian untuk melakukan ini padaku? Jawab!!!" tanyanya, dengan suara tegas.
Salah satu mereka menelan ludah dengan susah payah, ia tampak ketakutan. "K-kami... ka-mi diperintahkan o-oleh... N-nyonya Kikan."
Anaya mengerutkan kening. "Tante Kikan? Rupanya wanita itu benar-benar minta dikasih pelajaran!" Ia menggeram dalam hati.
Sementara itu Akmal dilanda perasaan tidak tenang. Kata-kata Anaya di dalam kafe mengusik perhatiannya. Akhirnya Akmal memutuskan untuk memutar balik kendaraannya, dan kembali ke kantor ZE.A Beauty. Namun saat melewati lahan kosong di seberang jalan dia melihat perkelahian tengah berlangsung di sana.
Akmal menajamkan penglihatannya, dan betapa terkejutnya dia setelah melihat siapa yang sedang berkelahi. "Naya...?"
Akmal meninggalkan mobilnya di pinggir jalan, lalu menyeberang dan tergopoh-gopoh mendatangi istrinya dengan napas tersengal. "Astaga, Nay! Apa yang sebenarnya terjadi?"
Anaya menggeleng. "Aku tidak tahu, Mas. Begitu turun dari mobil, mereka langsung membekap mukaku."
Akmal mendekati mereka, dan bertanya, "Siapa yang menyuruh kalian mencelakai istriku, hahhh?"
Salah satu dari mereka menjawab dengan wajah ketakutan. "M-maaf-kan k-kami. Bos Kikan yang memerintahkan kami membawanya ke suatu tempat."
Akmal akan menghadiahkan bogemnya pada mereka, namun Anaya mencegahnya. Baginya yang penting sudah mengetahui siapa yang memerintah mereka, dan itu sudah cukup.
"Ya Tuhan, aku sudah terlambat! Kak Akmal kembalilah, aku akan masuk ke kantor." Anaya bersiap untuk segera meninggalkan tempat itu.
Akmal langsung meraih tangan sang istri dan menggandengnya. "Aku akan mengantarmu."
Ia lalu menatap pada ketiga preman itu dan berkata dengan tegas. "Pergilah yang jauh dari sini. Jangan sampai aku melihat kalian berkeliaran di sini lagi. Kalau tidak, maka kalian akan berurusan denganku, Mengerti!"
"Baik, Bos. Terimakasih." Merekapun lari tunggang langgang meninggalkan tempat itu.
Akmal membawa Anaya berjalan kaki menuju kantor ZE.A Beauty yang hanya berjarak, kira-kira dua ratus meter. Keduanya tampak diam meski berbagai pertanyaan berkecamuk memenuhi benak mereka.
Anaya menghentikan langkahnya sesaat setelah sampai di depan pintu gerbang. "Sebaiknya Mas Akmal kembali ke kantor. Aku sudah tidak apa-apa, sudah aman. Terimakasih."
Anaya tersenyum manis sambil mengerlingkan matanya, lalu berbalik dan segera berlari menuju kantor, meninggalkan Akmal yang terpaku di tempatnya, seraya menatap sang istri sampai hilang dibalik pintu lobi kantor.
Akmal menggelengkan kepalanya berulangkali, menepis sesuatu yang menggebu dalam dadanya yang seolah mau meledak. "Ya Allah, apakah aku sudah mulai jatuh cinta padanya? Perasaan macam apa ini, kenapa jadi begini? Dadaku rasanya meletup-letup. Ya Allah, jika memang kami berjodoh, maka pupuklah cinta di antara kami. Jangan biarkan hati ini di bayang-bayangi keraguan. Aamiin."
Akmal menatap jemari tangannya yang tadi bertautan dengan jemari istrinya. Bibirnya tertarik ke atas membentuk senyuman tipis.
"Pak Akmal? Anda baik-baik saja?" tanya seorang sekuriti yang datang mendekat padanya.
"Eh...oh, ah iya...s-saya baik-baik saja. Permisi." Akmal salah tingkah lalu meninggalkan tempat itu.
"Orang kalau lagi jatuh cinta memang suka aneh," gumam sekuriti tersebut lalu kembali ke pos jaga.
°
Anaya memasuki ruangannya setelah mencuci muka, dan merapikan penampilannya. Dia berjalan tergesa-gesa dan bersikap setenang mungkin seolah tidak pernah terjadi sesuatu padanya. Baru saja menginjakkan kaki memasuki ruangan, ia langsung disambut Bu Dina dengan tatapan tajam, setajam silet.
Anaya tertegun dan berhenti di tempatnya, ketika wanita yang merupakan kepala divisi keuangan itu menghampirinya.
"Oke, Anaya! Jangan mentang-mentang kamu menjalin hubungan dengan salah satu klien penting perusahaan ini, lantas kamu bisa berbuat seenaknya, ya! Apalagi kamu itu cuma karyawan biasa. Jadi taati peraturan yang berlaku!" ucapnya dengan suara lantang.
Anaya mengernyitkan dahinya tidak mengerti maksud ucapan atasannya tersebut.
"Malah bengong, cepat sana duduk! Tolong, selesaikan pekerjaanmu tepat waktu!" titahnya kemudian.
Anaya buru-buru duduk di kubikelnya. Sesaat kemudian dia menenggelamkan diri dengan banyaknya pekerjaan yang menumpuk di atas mejanya.
"Nasib bawahan, selalu salah." gumam Anaya dalam hati. Ia meregangkan otot-otot tangannya setelah beberapa jam berkutat dengan komputer.
Anaya meraih botol air minumnya. "Yaaah, kosong." Ia pun berdiri dan melangkah menuju dispenser untuk mengisi kembali botolnya yang telah kosong.
"Nay, bagaimana rasanya bisa menjadi kekasih Pak Akmal?" tanya salah seorang rekan kerja Anaya, sebut saja Olga.
"Siapa yang bilang aku menjadi kekasih, Pak Akmal?" balas Anaya.
Yang lain pun ikut berkomentar, "Diih, jangan pura-pura, deh! Bukankah tadi kamu dijemput Pak Akmal, untuk makan siang bersama? Iya, kan?"
"Darimana kalian tahu?" tanya Anaya penasaran.
Olga dan temannya tertawa pelan, lalu menjawab, "Aku melihatnya, lagipula foto-foto kalian yang sangat romantis itu terpampang jelas di group chat, masa kamu nggak lihat?"
Anaya buru-buru kembali ke mejanya, lalu memeriksa group chat karyawan. Dan benar saja ia menemukan beberapa foto dirinya dan Akmal di sana. Anaya menghembuskan napasnya lalu merebahkan kepala di atas meja dengan mata terpejam.
°
°
°
°
°
Saat ada masalahnya pun nggak berlarut-larut dan terselesaikan dengan baik.
Bahagia-bahagia Anaya dan Akmal, meski ada orang-orang yang berusaha memisahkan kalian.
Semangat untuk Ibu juga. Semangat nulisnya dan sukses selalu💪💪🥰❤️❤️❤️