Setelah menyelesaikan pendidikan tinggi dan memperoleh gelar sarjana di bidang hukum, Christ menjadi pengacara di salah satu firma hukum terbesar di Jakarta. Namun, setelah 15 tahun bekerja di sana, ia memutuskan untuk mengundurkan diri dan membentuk firma hukum sendiri untuk menyelidiki kasus pembunuhan Ibunya dan membalaskan dendam.
Selama proses penyelidikan, Christ bertemu dengan seorang wanita cantik bernama Yuli yang membantunya. Yuli selalu menemaninya selama penyelidikan dan akhirnya timbul rasa cinta di antara keduanya.
Namun, dalam perjalanannya untuk membalaskan dendam, Christ menemukan bahwa ada lebih banyak yang terlibat dalam kasus tersebut daripada yang ia duga. Ia menemukan fakta bahwa pamannya, bos mafia terbesar di kota Jakarta, adalah dalang di balik pembunuhan Ibunya.
Lantas, apakah Christ berhasil membalaskan dendam atas kematian ibunya itu? Atau dia hanya ingin melupakan balas dendam dan memilih hidup bersama dan berbahagia dengan Yuli?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faisal Fanani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SECTION 022
Ibunya tersungkur ke lantai. Darah segar mengucur deras dari perutnya, memenuhi lantai ruangan itu.
Perlahan Lili merangkak dan mengesot mendekati Christ. Hanya ada sedikit tenaga yang dimiliki Lili sebelum ajal menjemputnya.
Lili memegang jaket Christ dan menggelang, seakan menyuruhnya segera pergi dari tempat itu. Dia terus merangkak dan mendorong Christ keluar dari pintu.
Mata Lili sayup-sayup melihat Christ yang sudah berdiri di luar ruangan. Lili kembali menutup pintu, lalu menguncinya dari dalam, agar para preman tak bisa mengejar Christ.
Sejak saat itulah Christ kecil harus hidup dengan masa lalu yang begitu kelam. Dia hanya anak tunggal. Ayah Christ telah pergi meninggalkan ibunya, karena berselingkuh dengan wanita lain. Christ yang malang.
Dia harus berjuang sendirian untuk pergi ke Jakarta dan menemui pamannya. Entah bagaimana bocah berumur sepuluh tahun itu bisa pergi ke Jakarta seorang diri.
***
Kembali di balkon lantai 3 gedung tempat Christ berdiri. Christ mengepalkan tangannya. Sesekali dia meninju pagar beton pembatas, karena kesal jika mengingat kejadian itu kembali.
Nafasnya menggebu-gebu. Mata dan hatinya bak api yang berkobar menyala-nyala. Dia ingin mencari ketua preman yang telah membunuh ibunya dan mencari orang yang telah menyewa preman itu.
Keesokan harinya. Pagi-pagi sekali Christ telah berada di polsek, tempat dimana Yuli ditahan di polsek itu. Dia ditemani oleh Guntur di pagi itu.
Wajah Christ tersenyum ceria. Dia siap untuk menyambut pagi hari yang menyenangkan. Menggunakan setelan jas serba hitam dan kemeja abu-abu gelap, serta dasi hitam yang melingkar di lehernya.
Christ selalu menggunakan setelan jas formal dan atribut mewah lainnya, saat dia mendatangi sebuah tempat. Jam tangan rolex, cincin berlian yang mengkilap, membuatnya terlihat lebih elegan.
Di sebuah ruangan tempat para pengunjung. Christ duduk di meja menunggu opsir yang sedang memanggil Yuli di sel tahanan.
Tak lama kemudian, masuklah Yuli ke ruangan Christ berada. Semalaman dia mendekap di dalam sel. Masih menggunakan pakain yang sama seperti saat dia datang ke tempat Christ kemarin.
Wajahnya masih terlihat cantik walau make up yang dipakainya telah luntur. Dia menenteng jas di tangannya dan menatap Christ dengan ketus.
Melihat Yuli yang datang, Gun membungkuk memberi hormat pada Christ, lalu pergi agar Christ dapat berbicara dengan Yuli.
“Ada apa lagi? Kenapa kau mengunjungiku? tanya Yuli ketus.
“Aku tak mengunjungimu. Aku ingin melakukan wawancara denganmu.” Christ tersenyum lebar. Dia melipat tangan ke dada dan mengangkat satu kakinya. Duduk santai.
“Wawancara? Aku? Untuk apa?”
“Aku akan menjadikanmu paralegal yang akan membantuku menyelesaikan kasus. Aku telah memilihmu sebagai kandidat pertama yang akan bekerja denganku.
Yuli mendengus kesal. Dia melemparkan jasnya ke atas meja, lalu duduk di depan Christ. “Tahu apa kau soal pembantu pengacara?”
Christ mengeluarkan kartu nama yang membuktikan bahwa dirinya adalah seorang pengacara yang bersertifikat dan memiliki bayaran yang cukup tinggi.
“Kau lihat ini? Aku juga seorang pengacara, bahkan saat kau masih kuliah, aku sudah menjadi pengacara di sebuah firma hukum terbesar di Jakarta.” Christ menyombong.
Yuli cukup dibuat terkejut saat melihat kartu nama yang dimiliki Christ. Dia tahu bahwa itu adalah kartu yang hanya dimiliki oleh pengacara profesional dengan bayaran yang cukup tinggi.
Dia hanya bersikap untuk terlihat tenang dan ketus.