Aku Bukan Masa Lalu Mu

Junior tiba di rumah sakit, dia melihat istrinya berjalan mondar-mandir di depan ruang UGD. Pria paruh baya itu tak tahu harus tertawa atau sedih melihat istrinya yang peduli pada Celine.

Padahal dari awal sudah jelas Margaret membenci Celine, namun dia tetap merasa khawatir bila sesuatu yang buruk terjadi pada menantunya itu.

"Ternyata istriku masih punya hati nurani," gumam Junior pelan lalu berjalan menghampiri istrinya.

"Ma, bagaimana keadaan Celine?" tanya Junior membuat Margaret segera menghamburkan pelukan padanya.

"Tidak tahu, dokter belum keluar dari tadi! Mama khawatir banget, Pa!" jawab Margaret pelan dengan perasaan gelisah.

"Kenapa khawatir? Seharusnya kamu senang Celine celaka karena kamu tidak menyukainya!" tanya Junior datar membuat Margaret mengerucutkan bibirnya.

"Tidak suka bukan berarti membenci, dan membenci bukan berarti bahagia saat melihatnya celaka, Pa. Papa kan tahu mama gimana orangnya? Kalau tidak suka ya cuma sebatas tidak suka saja!" ketus Margaret kesal membuat Junior menghela nafas berat.

Dia merasa sangat marah pada anaknya, namun tak bisa menghukum atau menghakimi Jino karena dia tahu betul seberapa besar putranya mencintai Celine.

Putranya itu hanya butuh psikiater agar penyakit bipolar nya tidak kambuh lagi. Dulu setelah menikah dengan Melisa penyakit bipolar Jino bisa di katakan telah sembuh.

Namun, setelah Melisa meninggal penyakit bipolar Jino kambuh lagi.

"Mau tidak mau Papa akan mengirimkan psikiater ke rumah Jino. Dia harus melakukan terapi, agar penyakitnya itu sembuh!" ujar Junior membuat Margaret terkejut lalu mendorong dada bidang suaminya.

"Jino tidak gila, Pa. Dia tidak butuh psikiater!" tukas Margaret tak terima dengan niat Junior.

"Berkonsultasi ke psikiater bukan berarti gila, Ma. Jino itu harus bisa sembuh dari penyakit bipolar nya … kalau tidak, Celine pasti akan meninggalkan nya walau dia mencintai Jino begitupun sebaliknya!"

"Bisa-bisa Celine mati mendadak karena perilaku Jino yang tidak bisa mengontrol emosinya." Junior bersikeras ingin Jino berkonsultasi dengan psikiater sedangkan Margaret tetap tak setuju.

"Jino mencintai Celine, tidak mungkin dia menyakiti Celine, Pa?!" bantah Margaret tajam membuat Junior mengepalkan tangannya erat.

"Tidak mungkin kamu bilang?! Apa mama lupa kalau Celine di larikan ke rumah sakit karena ulah Jino. Mama tahu obat apa yang di masukkan Jino ke dalam mulut Celine?!"

"Obat penggugur kandungan! Fang, sudah menceritakan semuanya pada papa kalau Jino tidak mau Celine hamil karena takut Celine mengalami hal yang sama seperti Melisa dulu?!" jelas Junior panjang lebar membuat Margaret terkejut.

Wanita tua itu menutup mulutnya tak percaya kalau putranya tega membunuh darah dagingnya sendiri hanya karena trauma pada masa lalu.

"Ti-tidak mungkin." Margaret menggelengkan kepalanya tak percaya.

"Jangan menutup mata, Ma. Semua bukti sudah ada di depan mata! Jino memang putra kita, bukan berarti kita bisa menutupi semua kesalahannya hanya karena ingin putra kita tampak sempurna!" tegas Junior tajam membuat Margaret menangis.

Junior yang melihat istrinya menangis pun tak tega dan langsung menariknya Masuk ke dalam pelukan. Dia berusaha menenangkan sang istri.

Tak berselang lama dokter pun keluar dari ruang UGD. Junior dan Margaret segera bertanya bagaimana keadaan menantu mereka.

"Bagaimana keadaan menantu saya, Dok?" tanya Junior khawatir.

Dokter tersebut pun tampak menghela nafas berat. Sebagai seorang dokter dia merasa berduka karena menangani pasien yang mencoba membunuh nyawa anaknya sendiri.

"Pasien mengalami pendarahan ringan, untung saja pasien segera di larikan ke rumah sakit dan kami bisa menangani nya dengan cepat. Obat penggugur kandungan yang di telan tidak terlalu bahaya untuk nyawa ibu dan bayinya, hanya saja obat tersebut berguna untuk melemahkan janin."

"Pasien harus di rawat inap beberapa hari ke depan agar kami dapat memantau perkembangan janin nya, sekaligus melihat apakah ada efek samping dari obat tersebut atau tidak. Tetapi, untuk saat ini keadaan pasien baik-baik saja."

Dokter tersebut menjelaskan secara rinci membuat hati Margaret dan Junior merasa lega. Setidaknya nyawa Celine dan cucu mereka dapat terselamatkan.

"Syukurlah, lalu apa kami bisa menjenguk nya, Dok?" tanya Margaret cepat.

"Jangan dulu, biarkan pasien istirahat total karena batin dan mentalnya masih tertekan! Anda bisa menjenguknya saat pasien sadar!" ujar Dokter membuat Margaret dan Junior menganggukkan kepalanya setuju.

"Terima kasih, Dok!" Margaret dan Junior berterima kasih membuat dokter itu tersenyum kecil.

"Sama-sama, kalau begitu saya permisi, Pak, Buk!" pamit dokter itu lalu berjalan melangkah meninggalkan Margaret dan Junior.

Celine di pindahkan ke ruang VVIP agar wanita hamil itu mendapatkan pelayanan terbaik.

***

Jino membuka matanya perlahan, dia berada di sebuah ruangan yang gelap. Tak tampak cahaya sedikit pun di sana membuat Jino meraba-raba agar tak jatuh.

"Di mana ini?" gumam Jino pelan.

"Papa … hiks … papa jahat! Papa kejam … papa pembunuh!" Suara anak kecil menangis mencela Jino membuat pria tampan itu terkejut.

Dia ketakutan lalu menutup telinga nya tak sanggup mendengar suara anak kecil yang menangis itu.

"Tidak tidak … aku bukan pembunuh, aku tidak jahat!" gumam Jino gemetar seperti orang gila.

"Papa pembunuh."

"Papa jahat."

"Kamu jahat, Mas. Tega kamu membunuh anak kita?!" Suara Celine menggema membuat Jino menangis sesenggukan seraya menutup telinga nya.

"TIDAK … AKU TIDAK JAHAT! AKU BUKAN PEMBUNUH!" bantah Jino tak terima.

"Aku pergi bersama anak kita, Mas. Jangan harap kami kembali?!" Suara Celine dan anak kecil itu perlahan menghilang membuat Jino berteriak memanggil nama Celine seraya menangis histeris.

"Tidak?! Celine, kembali, Sayang! Akkk … jangan tinggalin aku!" teriak Jino seraya membuka matanya lebar dengan nafas memburu.

Keringat dingin membasahi tubuhnya. Ternyata semua itu hanyalah mimpi belaka. Jino melihat ke sekelilingnya dan dia berada di dalam kamarnya.

"Celine," gumam Jino panik bangkit duduk ingin beranjak pergi namun tak bisa karena tangan nya di ikat.

"A-apa ini? Kenapa tangan ku di ikat?" tanya Jino pada diri sendiri.

"Apa kabar, Jino!" sapa seseorang membuat Jino mendongak menatap sosok yang berbicara dengannya.

Degg.

"Dokter Smith!" gumam Jino terkejut.

*

*

*

Komentar tembus 100 author up lagi nanti malam!!! 🤡🤡🤡🤡

Kira-kira si Jino bisa berubah nggak ya??

Bersambung.

Jangan lupa like coment vote dan beri rating 5 yah kakak 🥰

Salem Aneuk Nanggroe Aceh ❤️🙏