NovelToon NovelToon
Kehidupan Di Dunia Iblis

Kehidupan Di Dunia Iblis

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Fantasi Timur / Balas Dendam / Iblis / Kelahiran kembali menjadi kuat / Fantasi Wanita
Popularitas:264
Nilai: 5
Nama Author: Ijal Fadlillah

1. Terjebak dalam Siklus Kematian & Kebangkitan – Tokoh utama, Ning Xuan, berulang kali mati secara tragis dimangsa makhluk gaib (berwujud beruang iblis), lalu selalu kembali ke titik awal. Ini menghadirkan rasa putus asa, tanpa jalan keluar.

2. Horor Psikologis & Eksistensial – Rasa sakit saat dimakan hidup-hidup, ketidakmampuan kabur dari tempat yang sama, dan kesadaran bahwa ia mungkin terjebak dalam “neraka tanpa akhir” menimbulkan teror batin yang mendalam.

3. Fantasi Gelap (Dark Fantasy) – Kehadiran makhluk supranatural (beruang iblis yang bisa berbicara, sinar matahari yang tidak normal, bulan hitam) menjadikan cerita tidak sekadar horor biasa, tapi bercampur dengan dunia fantasi mistis.

4. Keterasingan & Keputusasaan – Hilangnya manusia lain, suasana sunyi di kediaman, dan hanya ada sang tokoh melawan makhluk gaib, mempertegas tema kesendirian melawan kengerian tak terjelaskan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ijal Fadlillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21 - Apa yang Kau Lakukan?

Angin menderu kencang, menelusup di antara pepohonan dan merobek keheningan. Di kejauhan, hutan hitam itu seakan menyembunyikan suara-suara aneh, kadang seperti tawa seorang perempuan, kadang seperti ratapan pilu.

Ini bukan lagi Ningjia Shanzhuang di Lao Shan, melainkan kaki Gunung Manfeng, di sebuah jalur penting yang kini diliputi kegelapan.

Api unggun masih menyala, tetapi cahaya merahnya kini tercampur hitam, seperti telah dikotori sinar bulan gelap di atas sana. Api itu bukan lagi sumber hangat, melainkan cahaya asing yang membuat bulu kuduk berdiri.

Ning Xuan bangkit. Dengan Zhan Shou Dao pedang besar hampir satu zhang panjangnya, ia menyingkap tenda di belakang. Namun, tempat itu kosong.

Seharusnya sang kakak beristirahat di sana, tapi kini lenyap tanpa jejak.

Ia menurunkan pedangnya, lalu melangkah menyusuri area sekitar. Dan benar saja, tak ada seorang pun tersisa.

Langit di atasnya dipenuhi bulan hitam, sementara fajar yang seharusnya sudah dekat masih tak kunjung datang. Dunia ini telah berubah menjadi mimpi buruk, sebuah neraka tanpa akhir. Di sini, sekali gagal dalam ritual lian lu, bukan hanya tubuh yang lenyap, tapi jiwa pun hancur, tercerai berai tanpa sisa.

Dengan tenang, Ning Xuan menekan jarinya ke tengah alis, menyalurkan niat membunuh.

Seketika, sebuah tulisan muncul di hadapannya:

【Sembilan dari Satu】

Ning Xuan sempat tertegun.

Itu berarti, kali ini jumlah reinkarnasi hanya tinggal sembilan kali, satu kali lebih sedikit dari sebelumnya.

Apa penyebabnya? pikirnya.

Namun ia segera menyingkirkan pertanyaan itu. Tak ada gunanya mencari jawaban, karena dunia mimpi ini tak pernah memberi kepastian. Semua dugaan hanya sia-sia.

Ia memejamkan mata, dalam hati melafal:

“Silakan, Talisman Tianmo.”

Namun tak ada respon.

Talisman Beruang Penumbuk Gunung yang sebelumnya berhasil ia panggil, kini seakan hilang ditelan lautan.

Meski begitu, ia tidak terkejut. Sejak awal, ia sudah merasakannya.

Ia hanya bisa memanggil satu talisman. Proses lian lu sendiri sebenarnya sudah dianggap sebagai pemanggilan. Maka, di dunia mimpi ini, ia tak mungkin memanggil talisman tambahan lagi.

Namun tak mengapa.

Berbeda dengan pertama kali ia masuk ke mimpi buruk ini, kali ini Ning Xuan jauh lebih tenang.

Ia segera bergerak cepat, mencari senjata atau alat yang bisa digunakan.

Ia tahu betul, di pertarungan sebelumnya senjata rahasia seperti Banyu Lihua Zhen (Jarum Hujan Badai) dan Lian She Jin Nu (Crossbow Tembakan Rantai) sempat menyelamatkan nyawanya.

Kali ini, ia berhasil mengumpulkan lebih banyak benda berguna. Meski begitu, ia tetap tidak menemukan satupun harta para pendeta Tao, juga tidak ada Cap Tian Shi milik kakaknya.

Ia bisa memakluminya. Cap Tian Shi, meski disebut “cap”, kemungkinan besar bukan benda nyata, melainkan kekuatan murni yang terkondensasi dari dalam tubuh.

Setelah menyingkirkan barang-barang kecil seperti perisai dan tombak milik prajurit, ia mengeluarkan benda-benda dengan daya rusak besar, lalu memeriksanya satu per satu.

---

Pertama: Empat Generasi Satu Atap

Sebuah senjata rahasia berbentuk pisau lempar unik, terdiri dari pisau kakek, beberapa pisau ayah, lalu pisau anak, dan akhirnya pecahan jarum cucu.

Begitu dilemparkan dan mengenai target, pisau ini akan langsung meledak menjadi banyak pecahan, yang masing-masing kembali meledak menjadi pecahan lebih kecil, dan seterusnya hingga ribuan jarum halus beterbangan.

Jika dilempar ke arah prajurit berperisai, benturan pertama akan menempel di tameng, tetapi ledakan kedua akan memuntahkan pecahan yang menyapu ke arah belakang, mengenai para prajurit di barisan kedua.

Jika dilempar ke tubuh manusia, pisau ini akan langsung meledak di dalam, memecah menjadi ratusan bahkan ribuan jarum tajam, merobek organ dari dalam.

Ning Xuan mengenali benda ini. Ia pernah mendengar gurunya, Zhang Shifu, menyebutnya. Bahkan gurunya, yang terkenal tabah, tampak sangat gentar ketika menceritakan senjata ini.

Ia merenung: Jika aku yang menghadapinya, mungkin aku bisa menghindar dengan kecepatan dan refleks. Tapi jika aku terjebak di ruang sempit dan terkena… mungkin tetap celaka. Yanmeng Jin-ku hanya menghasilkan satu aliran tenaga, belum sampai membentuk “qi pelindung tubuh” seperti dalam novel-novel di dunia asalku.

Bahkan dengan tubuh yang keras, jika satu saja jarum menembus mata, hidung, atau telinga, luka fatal tak terhindarkan.

Tanpa ragu, Ning Xuan menyimpulkan bahwa Empat Generasi Satu Atap ini jauh lebih berbahaya daripada Jarum Hujan Badai. Dari sisi rancangan maupun daya ledak, senjata ini berada di tingkat yang sama sekali berbeda.

Ia bergumam lirih, Andai aku punya benda ini saat menghadapi Beruang Penumbuk Gunung… cukup menancapkan satu ke matanya, mungkin aku bisa langsung merampas setidaknya tiga puluh persen kekuatannya.

---

Kedua: Banyak Anak Banyak Cucu

Sebuah peti hitam besar.

Senjata ini bukan ia ketahui dari gurunya, melainkan dari seorang bangsawan sombong bernama Liu Shirong, putra besar Keluarga Liu, yang pernah menyebutkannya sambil mabuk di rumah bordil.

Saat itu Liu membanggakan diri:

“Kekuatan saya ini seperti Banyak Anak Banyak Cucu, tak habis-habisnya!”

Ning Xuan penasaran dan bertanya:

“Apa maksudnya ‘Banyak Anak Banyak Cucu’?”

Barulah Liu Shirong menjelaskan: di barat jauh, ada seorang jenius sekaligus orang sesat yang menciptakan alat rahasia mematikan ini.

Sekali diaktifkan, peti itu akan memuntahkan hujan senjata rahasia tanpa henti, seperti ledakan berantai. Satu wilayah utuh bisa tersapu habis.

Tak peduli apakah orang bersembunyi di dalam rumah atau berlindung di balik tembok, semuanya percuma. Karena di antara senjata-senjata itu, ada pula anak panah penembus baja yang mampu merobek dinding tebal dan menghancurkan apa pun di baliknya.

Ning Xuan kembali penasaran.

“Ini jelas lebih cocok disebut putus keturunan, kenapa malah dinamakan Banyak Anak Banyak Cucu?”

Liu Shirong menjawab sambil terkekeh:

“Karena penciptanya itu orang mesum. Jadi ia menamainya begitu, maksudnya sekali ledakannya, langsung meledak dan menyebar sebanyak itu... mengerti kan?”

Ning Xuan terdiam. Benar-benar tak tahu harus menanggapi bagaimana.

Namun, hari ini ia benar-benar menemukan benda itu ‘Banyak Anak Banyak Cucu’.

Ia mengangkat kotak besar itu, mengukur beratnya.

“Bagus sekali... ini beratnya mungkin lebih dari dua ratus jin. Membawanya di punggung serasa membawa seekor babi besar.”

Tiga. Empat. Lima.

Masih ada benda-benda lain, tapi hanya sebatas racun dan peralatan kecil. Tidak ada yang bisa dibandingkan dengan dua benda sebelumnya.

Ning Xuan lalu mengikat ‘Banyak Anak Banyak Cucu’ di punggung, menyelipkan ‘Empat Generasi Satu Atap’ di dadanya, lalu mengambil racun untuk melumuri Pedang Pemenggal Binatang dengan sangat teliti.

Setelah semua persiapan selesai, ia menarik napas panjang.

Kini saatnya mengukur luas wilayah mimpi buruk kali ini.

Ia tidak mau terjebak pada pengalaman masa lalu.

Dulu, saat di kediaman keluarga Ning, wilayah mimpi buruk hanya sebesar komplek rumah itu. Begitu ia keluar batas, ia akan kembali ke titik awal.

Tapi kali ini, ia tidak bisa lagi begitu gegabah menganggapnya sama.

Setidaknya, ia harus mencoba.

Segera ia mulai menelusuri.

Satu li... dua li... tiga li...

Anehnya, ia tetap tidak menemukan batasnya. Tidak ada “dinding” mimpi.

Ning Xuan baru hendak melanjutkan pencarian ketika tiba-tiba menyadari fajar sudah menyingsing.

Lebih cepat dari pengalaman sebelumnya, bahkan jauh lebih cepat.

Bulan hitam lenyap. Dari ufuk timur meledak cahaya suram, matahari pucat seperti bola api, menyapu pegunungan dan hutan yang gelap gulita menjadi hamparan putih kelabu.

Wajah Ning Xuan menegang. Seluruh otot tubuhnya mengeras, jemarinya menggenggam gagang pedang semakin kuat.

Ia berdiri di tanah lapang, waspada penuh.

Bersiap menghadapi pertempuran besar.

Ia sudah berbeda dari pertama kali masuk mimpi buruk.

Kini ia tidak akan lagi lari bersembunyi seperti dulu, di balik batu buatan.

Mendadak, ia merasa sesuatu sedang menatapnya.

Ia segera menyapu pandangan ke sekeliling.

Kosong! Tak ada apa pun.

Lalu, dari atas langit, terdengar suara bergemuruh bagaikan guntur:

“Anak kecil, kau sedang mencariku?”

Ning Xuan tidak menunggu.

Tanpa sekalipun menoleh ke atas, ia langsung mengaktifkan mekanisme ‘Banyak Anak Banyak Cucu’.

“Whissshhhh! Dorr dorr dorr!!”

Puluhan, ratusan anak panah meluncur, menyambar langit, menembaki sekeliling dengan suara beruntun seperti hujan deras.

Baru setelah itu ia mendongak.

Tring! Tring! Tring!

Benturan logam bertalu-talu, suara nyaring memantul ke segala arah.

Di atas kepalanya berdiri sosok raksasa.

Seorang Bodhisattva membungkuk, memandangnya dari atas.

Tingginya mencapai sepuluh zhang.

Seluruh tubuhnya berkilau.

Rambut keong di kepala tersusun seperti teratai biru.

Wajah bulat seperti bulan purnama, di antara alisnya ada titik putih berkilau, seolah pancaran cahaya suci.

Namun di bibirnya melekat senyum rakus, dan dari sudut mulutnya menetes lendir darah.

Panah-panah dari ‘Banyak Anak Banyak Cucu’ menghujani tubuhnya.

Namun, tak ada satu pun yang mampu menembus.

Semua proyektil hanya menghantam lapisan cahaya yang menyelimutinya, lalu terpental, menancap dalam-dalam ke tanah dan bebatuan keras.

Kekuatan anak panah itu seharusnya mampu menembus batu besar—tapi terhadap Bodhisattva itu, sama sekali tak berarti.

Ning Xuan tanpa ragu melemparkan ‘Empat Generasi Satu Atap’.

“Whissh!”

Senjata ganas itu menancap, lalu pecah menjadi puluhan pisau kecil.

Pisau kecil memantul, pecah lagi menjadi pisau lebih kecil.

Hingga akhirnya melontarkan ratusan jarum halus, berhamburan laksana laba-laba meloncat.

Namun Bodhisattva tetap tak bergeming.

Ia hanya menunduk, menatap Ning Xuan dengan ekspresi aneh, lalu bertanya dengan suara yang seakan mengejek:

“Apa yang sedang kau lakukan?”

Tangan raksasa itu turun perlahan, menutup langit.

Saat itulah Ning Xuan mengerti.

Gunung Manfeng sedang menyiapkan jamuan besar.

Dan tuan rumah pesta... baru saja ditemuinya secara langsung.

Detak jantung Ning Xuan berdegup keras.

Namun ia menarik napas panjang.

Apapun yang terjadi terhadap kuda atau keledai, biar diuji di arena.

Ia mengangkat pedang Pemenggal Binatang yang sudah dilumuri racun, menatap tangan besar yang menutupi langit, dan meraung lantang:

“MATI!!!”

Sret! Wuuusshh!!

Cahaya pedang meledak. Suara raungan burung layang-layang bergema, teknik Yanmíng meledak dalam sekali tebasan.

Namun...

Blaaarrr!!!

Saat pedang menghantam tangan raksasa itu, tubuh Ning Xuan seperti ditabrak tiang baja padat.

Rasa sakit yang luar biasa melanda seluruh tubuhnya, kesadarannya langsung buyar.

Dalam sekejap, ia pingsan.

Tangan Bodhisattva hanya menjepit tubuh mungil Ning Xuan dengan dua jari, mengibaskannya ringan.

Pedang, racun, dan segala peralatan jatuh berserakan.

Raksasa itu mengangkat Ning Xuan tinggi-tinggi.

Lalu, mulutnya yang besar terbuka...

Plak.

Jari-jari melepaskan.

Ning Xuan terjatuh bebas.

Benturan rasa sakit membangunkannya.

Ia sadar tubuhnya sedang digerogoti.

Ada gigi-gigi kecil, tajam, menggigit kulit dan dagingnya.

Satu gigitan, lalu gigitan berikutnya.

Satu suapan, lalu suapan berikutnya.

Ia membuka mata...

Tapi gelap gulita.

Ia tidak bisa melihat apa-apa.

Rasa sakit di kedua matanya menjelaskan segalanya.

Matanya sudah dimakan lebih dulu!

“Pahit...”

Suara aneh bergema di sekitarnya.

“Pahit... hahahaha!”

“HAHAHAHAHAHAHAHA!!”

Tawa itu melengking, bergema seperti dari kedalaman neraka.

1
Leonard
Gak sabar lanjutin.
Oralie
Seru!
iza
Ceritanya bikin keterusan, semangat terus author!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!