NovelToon NovelToon
Bukan Upik Abu

Bukan Upik Abu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Konglomerat berpura-pura miskin / Menyembunyikan Identitas / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:752
Nilai: 5
Nama Author: Ceriwis07

Mereka melihatnya sebagai Upik Abu. Mereka salah besar. Regina adalah CEO muda yang menyimpan rahasia besar. Di rumah mertua, ia menghadapi musuh yang tak terlihat dan cinta yang diuji. Mampukah ia mengungkap kebenaran sebelum terlambat? Ataukan ia akan kehilangan segalanya? Kisah tentang cinta, keluarga, dan rahasia yang bisa mengubah takdir seseorang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ceriwis07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bukan Upik Abu Eps 12

Mobil berhenti di sebuah bangunan berarsitektur klasik, dengan ornamen emas dan perak berkilauan memenuhi setiap sudut interior kastel, seolah memancarkan kemewahan yang tak lekang oleh waktu.

Sejak melangkahkan kaki melewati gerbang, Bima diapit oleh dua orang yang menjemputnya, seolah ia adalah tawanan berharga yang tak boleh luput dari pandangan. Setiap sudut tempat ini dipenuhi oleh penjaga, bagai bayangan yang tak pernah tidur.

Dengan langkah tergesa, Bima digiring masuk ke dalam kastel. Bangunan itu begitu megah dan luas, bahkan melebihi ukuran lapangan sepak bola FIFA, seolah sebuah kota kecil tersembunyi di baliknya.

Di singgasana utama, yang tampak seperti takhta raja dari zaman dahulu, seorang pria tua berusia sekitar tujuh puluh tahun telah duduk tegak, tangannya menggenggam erat sebuah tongkat.

Meski usianya telah mencapai tujuh puluh tahun, aura yang terpancar darinya masih begitu kuat dan mengintimidasi, bagai badai yang siap menerjang. Pria itu adalah Damar Wirawan, dikelilingi oleh lebih dari dua puluh pengawal berpakaian serba hitam, berdiri kokoh seperti tembok tak tertembus di sekelilingnya.

"Bima Kahendra Wirawan," ujar Damar.

Bima menatap pria tua di hadapannya. Meski darah yang sama mengalir di nadi mereka, Bima tak merasakan ikatan itu. Yang ia dapati hanyalah aura menekan yang terasa bagai beban berat, memancar dari sosok yang seharusnya ia panggil kakek.

"Apa maumu, pak tua?" tanya Bima.

Damar mengetukkan tongkat kayunya ke lantai, kemarahan membuncah mendengar panggilan Bima yang seolah menanggalkan segala bentuk hormat dari seorang cucu.

Damar menghembuskan napas kasar, berusaha membuang gejolak emosi dalam dadanya. Ia harus bersabar, sebab jika gegabah, ia akan kehilangan penerusnya untuk kedua kalinya.

"Tetaplah di sini, mengurus apa yang memang hakmu," ucap Damar.

"Ini bukan hakku. Mengapa tidak mencari saja cucu angkat yang bisa kau jadikan boneka?" sahut Bima sarkastis.

"Regina Elara Senja, putri dari Adhi Nugroho dan Anisa Reynaldi."

Ucapan Damar membuat Bima terbelalak. Ia tahu nama lengkap istrinya, serta kedua mertuanya.

"Jangan usik istriku!" seru Bima, ingin melangkah maju namun terhalang oleh kedua penjaga di sisinya.

"Oh... cucu menantuku dari keluarga Nugroho dan Reynaldi. Hm... bagus. Kamu memang cucu yang pintar mencari wadah yang tepat untuk melahirkan penerus Wirawan."

"Istriku bukan bahan eksperimenmu! Istriku adalah wanita sempurna!" ucap Bima, nadanya penuh amarah.

"Baik, kita buat kesepakatan. Aku ingin kamu tinggal di sini, mengurus semua milikmu, maka keselamatan Regina akan kujamin." Damar menawarkan kesepakatan.

"Apa yang kudapat?" tanya Bima.

"Semuanya. Bahkan dunia pun bisa kau genggam," ucap Damar, senyum tipis tersungging di bibirnya.

"Baik, tepati janjimu, pak tua," ucap Bima.

Damar memberi kode kepada anak buahnya untuk mengantar Bima ke kamar yang telah disiapkan. Kamar itu luasnya seperti rumah Bima di kampung, dilengkapi ranjang king size, kamar mandi yang menyatu dengan ruang ganti, serta lemari yang penuh dengan pakaian yang akan mengubah statusnya.

Di tempat lain...

Regina terbaring lemah di sisi tempat tidur, infus terpasang di tangan kanannya. Seharusnya ia masih dirawat di rumah sakit, namun ia menolak dan memilih untuk dirawat di rumah saja.

Rizky dan Alan siaga di kamar sang adik, sementara Anissa tak henti-hentinya menangisi keadaan putrinya.

Meghan dan Nathan juga sudah berada di sana sejak kepulangan Regina dari London. "Maaf, Tuan, saya tidak bisa menjaga Nona dengan baik," sesal Nathan.

"Tak apa, ini sudah takdir Regina," ucap Adhi.

Adhi tak menyangka semua ini akan terjadi secepat ini. Ia memang tahu latar belakang keluarga Bima karena Adam adalah temannya sejak kecil. Jika ia tahu akan secepat ini, lebih baik dirinya saja yang berangkat mengurus perusahaan Regina.

Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Peribahasa itu sangat cocok menggambarkan keadaan Regina saat ini, tubuh kurus, mata sayu dan menghitam seperti mata panda.

Sudah hampir dua bulan keadaannya seperti ini. Bahkan dokter dari London pun dipanggil langsung oleh Nathan sebagai bentuk permintaan maafnya kepada Regina, namun tetap saja tidak ada perubahan.

Malam tiba, hujan deras disertai petir menyambar-nyambar, seolah menggambarkan perasaan Regina saat ini. Ia menelan semua kekecewaan dan rasa sakit karena ditinggalkan oleh sang suami di negeri orang. Ia tak mau menceritakan perasaannya kepada siapapun, termasuk ibunya sendiri.

Malam ini, Regina terbangun. Ponselnya berdering menandakan ada panggilan masuk. Tanpa melihat siapa yang menelepon, ia langsung mengusap layar.

"Regina," ucap suara di seberang telepon.

Suara itu membuat tangis Regina tak terbendung, ia terisak mendengar suara yang dua bulan ini tak menemaninya.

Bima, ya, Bima yang menghubungi Regina. Setelah ia memutuskan untuk menyetujui permintaan sang kakek, ia diberikan wewenang atas suatu kelompok yang bebas ia perintah.

Bima meminta tiga dari mereka terbang ke Indonesia untuk menjadi pengawal bayangan bagi sang istri. Meski ia jauh di sana, ia tetap bisa memantau keadaan sang istri melalui CCTV kecil yang terpasang di berbagai sudut kamar Regina.

Entah kapan Bima memasang semua itu, author pun nggak tahu.

"Sayang," panggil Bima dari seberang telepon. Hanya isak tangis yang ia dengar. Jujur, hatinya seperti teriris mendengar tangis pilu istrinya yang terjadi karena dirinya.

Padahal, saat sedang dekat dengan Regina, ia berusaha untuk tidak menyakiti hati sang istri. Namun, justru keadaan yang memaksanya.

"Jangan terpuruk dengan keadaan, cepatlah sembuh. Aku janji kita akan bertemu," ucap Bima setelah isak tangis Regina mereda.

Bima memantau dari CCTV, Regina kembali merebahkan tubuhnya dan menarik selimut setinggi dada. Tak lama, suara dengkuran halus terdengar dari ponsel Regina. Bima tersenyum. Sudah lama ia tak mendengar suara ini.

Bima memutus sambungan telepon. Pandangannya jatuh pada bingkai foto di depannya, potret Regina, gadis cantik dengan senyuman manisnya, yang diam-diam ia ambil saat mereka mengobrol tentang hal-hal lucu. Di ruang kerja Bima, setiap dinding seolah menjadi galeri pribadi yang memamerkan gambar istrinya.

Azan Subuh membangunkan Regina. Ia mengucek matanya, merasa tubuhnya lebih sehat hari ini. Tangannya meraba sisi ranjang tempat Bima biasa tidur. Selama menjadi suaminya, meski tidur di ranjang yang sama, Bima masih enggan meminta haknya sebagai suami. Padahal, jika Bima meminta, Regina pun tak akan keberatan. Bima hanya berkata, "Aku tidak bisa hanya memiliki tubuhmu tanpa hatimu. Biarlah waktu yang menjawab semuanya," ucap Bima malam itu.

Malam terakhir mereka di London, atau mungkin lebih tepatnya, sejak siang hari di Indonesia sebelum keberangkatan mereka, Regina memang sudah memiliki firasat. Firasat akan kehilangan yang menusuk jauh ke dalam hatinya.

Ingat kan di Episode saat Regina menatap wajah Bima sampai kepalanya miring?

Bukan Upik Abu

Jangan lupa tinggalkan jejak di kolom komentar, like mu semangatku 🩷

1
🚨🌹maly20🌹🏵️
Bagus banget nih novel, author terus berkarya ya!
Ceriwis: Alhamdulillah 😍 terimakasih ❤️
total 1 replies
Azure
Endingnya puas. 🎉
Ceriwis: Alhamdulillah 😍 kalau kakak puas 😄
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!