Apa yang akan kalian lakukan jika tiba-tiba kalian terbagun di tubuh orang lain. Apa lagi tubuh seorang idola terkenal dan kaya raya.
Itulah yang sedang di rasakan Anya. Namun, ia bangun di tubuh Arka, seorang Leader boyband Rhapsody. Ia mendadak harus bersikap seperti seorang idola, tuntutan kerja yang berbeda.
Ia harus berjuang menghadapi sorotan media, penggemar yang fanatik, dan jadwal yang padat, sembari mencari cara untuk kembali ke tubuhnya sendiri sebelum rahasia ini terbongkar dan hidupnya hancur.
Mampukah Anya bertahan dalam peran yang tak pernah ia impikan, dan akankah ia menemukan jalan pulang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DUJIYAKAR 21
Kotak itu berisi boneka berbentuk manusia, mirip boneka Barbie namun lebih besar, dan berlumuran cairan merah.
Bahkan, cairan itu bukanlah cat atau cairan merah biasa, melainkan darah sungguhan.
Anya seketika merinding dan mencoba mendekat untuk memastikan isi kotak itu.
"Sial! Ternyata benar kata Arka. Lebih baik aku membuang kotak ini. Tapi... itu berarti Arka sudah sering menerima kiriman seperti ini?" gumam Anya.
Anya tertegun, tak pernah menyangka menjadi seorang idola akan mengalami hal seperti itu. Ia selalu mengira hidup Arka selama ini sempurna.
Anya segera bangkit dan berlari menuju kamar Arka. Saat menaiki tangga, pandangannya tertuju pada ruangan yang dilarang Arka untuk didekati.
"Aku jadi penasaran, apa sebenarnya yang ada di dalam sana?" pikirnya.
Ia mempercepat langkah menaiki tangga. Saat membuka kenop pintu, ia melihat Arka seperti sedang meminum obat dan segera menyembunyikannya.
Anya merasa sedikit tidak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Lain kali ketuk dulu pintunya sebelum masuk. Jangan asal masuk begitu saja," kata Arka ketus sambil segera menyimpan obat itu ke nakas.
"I... iya, maaf. Aku hanya sedikit panik," ucap Anya lirih, terdengar sedikit terbata-bata.
Arka berdiri dan mulai melepaskan gaun yang dikenakannya.
"Mau apa kamu, hah! Main lepas baju saja," sergah Anya kaget.
Arka menoleh dengan tatapan dingin. "Ganti baju lah. Memangnya aku tidur pakai baju seperti ini?"
"Ya, bukan begitu, tapi kan bisa ganti di ruang ganti. Kenapa harus di sini?"
"Lah... kan kamu yang datang ke sini. Lagi pula, ini juga tubuhku, jadi kenapa aku harus pindah ke ruang ganti? Kita berdua sudah sama-sama melihatnya, kan?" ungkap Arka sambil terus melepaskan pakaiannya, mulai dari stokingnya.
Anya menggeleng cepat, mencoba menghentikan Arka. Tiba-tiba, 'benda' di bawah sana mengeras, dan Anya merasakan sensasi aneh di tubuhnya.
Seperti ada sesuatu yang menjalar ke seluruh tubuhnya, membuatnya merinding.
'Ada apa ini? Kenapa dia mengeras? Apa ini reaksi laki-laki saat terangsang? Aku pernah membacanya... ih, dasar tubuh mesum,' gumam Anya dalam hati.
"Tidak! Jangan ganti di sini. Bagaimanapun, ini tubuh laki-laki, dan 'punyamu' memperlihatkan reaksinya, dasar mesum!" teriak Anya histeris.
Sontak, hal itu membuat Arka melotot tak percaya.
"Mana mungkin aku bereaksi dengan tubuh seperti kamu ini, hah! Jangan sembarangan, ya! Levelku itu tinggi, tahu!" ungkap Arka.
Anya tidak peduli. Ia langsung menarik tubuh Arka dan mendorongnya masuk ke dalam ruang ganti.
"Ganti pakaianmu di dalam sana! Mulai sekarang, jangan pernah keluar atau pergi ke mana pun menggunakan baju seksi, tahu!" bentak Anya.
Sementara Arka di dalam sana masih tak percaya. Ia menatap tubuh setengah telanjangnya di cermin.
Ia mulai memperhatikan dan mencoba mencari tahu apakah ia tertarik dengan tubuh mungil itu. Namun, saat ia melihat wajah imut dan bibir manis Anya, tiba-tiba jantungnya berdetak kencang dan pipinya memerah.
"Tidak! Tidak mungkin, ini pasti karena tubuh lemah ini, kan? Iya, pasti itu," Arka berusaha meyakinkan dirinya sendiri.
"Argh!"
Arka mulai mengacak-acak rambutnya hingga seperti singa yang baru bangun tidur.
Saat ia keluar, ia hanya mengenakan kaus oversize. Hal itu sontak membuat Anya semakin marah dan geram, apalagi melihat rambutnya yang begitu berantakan.
"Arka!" Anya menariknya dan mendudukkannya di tepi ranjang.
Anya mencari sisir dan mulai merapikan rambut Arka. "Setidaknya jangan buat tubuhku menderita seperti ini. Aku menjaga tubuhmu dengan baik, kau juga harus menjaga tubuhku dengan baik."
Anya menyisir sambil terus mengomel.
"Tahu gak, Anya? Kamu sekarang sudah seperti ibu-ibu yang sedang mengomeli anaknya. Tapi kamu gak pantas, kamu laki-laki, lho. Awas saja kalau kamu begitu sama orang lain," ancam Arka.
Namun, Anya mencebik dan menirukan ucapan Arka.
"Oh iya, soal kejadian tadi dan kotak hadiah itu... kamu sering mendapatkannya?" tanya Anya lirih. Ia berhenti menyisir dan mencoba mendapatkan jawaban dari Arka.
"Aku bukannya mau ikut campur atau kepo. Hanya saja, sekarang aku ada di tubuhmu, kalau aku gak tahu kan bisa bahaya, misalnya kayak tadi," tambahnya sambil kembali menyisir dengan lembut dan hati-hati.
Arka terdiam, tatapannya kosong. Ia tampak ragu untuk mengatakan semua kebenarannya.
Arka menarik napas dalam sebelum mulai bercerita. "Iya, aku sudah sering mendapatkannya, sejak setahun setelah aku bergabung dengan Rhapsody. Saat itu, namaku mulai melejit dan tiba-tiba teror mulai berdatangan. Yang kali ini adalah yang terparah. Kalau hadiah seperti itu, aku sering dapat, dan sampai sekarang belum ketahuan siapa pelakunya. Soalnya, aku juga merahasiakan semua ini."
"Apa kamu sudah lama mendapatkan teror-teror itu? Tapi... kenapa gak coba lapor polisi?" sahut Anya geram.
"Kalau aku lapor polisi, semua awak media pasti tahu, dan aku gak mau itu," ujar Arka tegas.
Anya menghela napas panjang. Ia mengerti apa yang sedang Arka rasakan. Menjadi idola memang tidak mudah.
"Tapi, ini bukan hanya masalah teror dari para fans, Arka. Tadi, peneror itu seperti menyinggung tentang masa lalu, kejadian tiga tahun lalu. Tentu saja aku tidak tahu, dan dia marah. Bahkan, dia bilang melenyapkan aku adalah tugas yang mudah," kata Anya. Ia berhenti sejenak.
Tatapan Anya menerawang jauh ke depan, lalu melanjutkan ucapannya. "Itu berarti, ada orang yang memang memerintahkan dia untuk mencelakaimu. Ini bahaya, Arka."
Arka menggenggam tangannya kuat-kuat. Tubuhnya tiba-tiba berkeringat dingin.
Arka terdiam sejenak, seolah tenggelam dalam pusaran ingatan kelam. Tiba-tiba, wajahnya pucat pasi, otot-ototnya menegang.
Matanya berkaca-kaca saat menatap Anya, menyimpan lautan ketakutan dan penyesalan yang tak terucap.
Bibirnya bergetar, seolah ada kata-kata yang ingin keluar, namun tertahan oleh beban masa lalu yang menghantuinya.
Aura di sekelilingnya berubah, dari seorang idola yang penuh percaya diri menjadi sosok rapuh yang terluka.
"Keluar! Cepat keluar dari sini...." bentak Arka.