NovelToon NovelToon
Jerat Cinta Sang Kapten

Jerat Cinta Sang Kapten

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Duda / Menikahi tentara
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: keipouloe

Jhonatan Wijaya, seorang Kapten TNI yang dikenal kaku dan dingin, menyimpan rahasia tentang cinta pandangan pertamanya. Sembilan tahun lalu, ia bertemu dengan seorang gadis di sebuah acara Akmil dan langsung jatuh cinta, namun kehilangan jejaknya. Pencariannya selama bertahun-tahun sia-sia, dan ia pasrah.

Hidup Jhonatan kembali bergejolak saat ia bertemu kembali dengan gadis itu di rumah sahabatnya, Alvino Alfarisi, di sebuah batalyon di Jakarta. Gadis itu adalah Aresa, sepupu Alvino, seorang ahli telemetri dengan bayaran puluhan miliar yang kini ingin membangun bisnis kafe. Aresa, yang sama sekali tidak mengenal Jhonatan, terkejut dengan tatapan intensnya dan berusaha menghindar.

Jhonatan, yang telah menemukan takdirnya, tidak menyerah. Ia menggunakan dalih bisnis kafe untuk mendekati Aresa. Ketegangan memuncak saat mereka bertemu kembali. Aresa yang profesional dan dingin, berhadapan dengan Jhonatan yang tenang namun penuh dominasi. Dan kisah mereka berlanjut secara tak terduga

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keipouloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

Setelah membuat kopi, Aresa langsung mengantarnya ke ruang keluarga. Alvino yang duduk memunggungi aresa membalikan badan dan menerima uluran nampan berisi kopi dari tangan Aresa. Setelahnya ia masuk ke kamar dan bersiap membersihkan diri. Setelah mandi ia keluar kamar, mengenakan daster rumahan berwarna biru muda, daster yang terasa nyaman dan sudah lama tidak ia pakai. Dipadu dengan jilbab segiempat, ia terlihat santai, sangat berbeda dari citranya yang anggun ketika sedang bekerja di Eropa.

Aresa segera menuju dapur. Bau bawang putih, kemiri, dan cabai yang ditumis langsung menyambutnya. Dapur besar itu sudah dipenuhi hiruk pikuk santri.

"Mbak," sapa Aresa, mendekati salah satu santri senior.

"Ya, Ning?" jawab Mbak Santri hormat.

"Buat keluarga ndalem masak apa pagi ini?" tanya Aresa, mengambil alih wajan besar.

"Kemarin Ibu Hera bilang masak nasi goreng saja, Ning. Disamakan dengan santri. Biar cepat dan efisien katanya," jawab Mbak Santri.

"Oh, iya, oke. Saya masak buat ndalem. Kalian masak buat santri, ya. Sudah mulai siang, takut mereka telat sarapannya sebelum sekolah," kata Aresa, langsung mengambil alih wajan untuk porsi keluarga.

Mereka mulai memasak bersama. Di tengah kepulan asap nasi goreng, terdengar tawa ringan Aresa saat ia menceritakan kehidupannya di Eropa. Kehadiran Aresa, sebagai putri pemilik pesantren, selalu membawa keceriaan. Tidak ada yang menduga bahwa tangan yang sedang sibuk mengaduk nasi goreng ini adalah tangan yang sama yang merancang sistem pertahanan motor balap yang canggih.

****

Pukul 7 tepat, nasi goreng sudah tersaji di meja makan. Karena Adnan dan Hera belum pulang dari pengajian, meja hanya diisi oleh Ayu, Sarah, Alvino, Alif, dan Aresa, sementara anak-anak mereka belum bangun.

Jhonatan bergabung, masih dengan celana kain dan kaus polo, dan mengambil kursi kosong di sebelah Aresa. Ia memandangi Aresa. Kontras sekali dengan penampilan dia saat di Jakarta, daster rumahan dan jilbab polos itu membuat Aresa terlihat murni dan jauh dari kesan rumit. Sebuah pemandangan yang menenangkan, sekaligus mengganggu.

Ia melihat sekeliling. Alvino dilayani istrinya, Ayu, yang duduk di sampingnya. Sementara di seberang, Alif juga dilayani Sarah. Jhonatan merasa seperti orang asing yang tak tahu etiket makan bersama keluarga. Ia merasa sungkan untuk mengambil makanan sendiri.

Jhonatan menyenggol pelan lengan Aresa.

"Res," panggil Jhonatan pelan.

Aresa menengok, sedikit terkejut dari lamunannya. "Ada apa, Kapten?"

"Ambilin nasinya," bisik Jhonatan.

"Oh, iya! Lupa. Maaf," Aresa tersenyum nyengir, senyum yang lepas dan hangat. Ia mengambil piring dan menyendok nasi goreng untuk Jhonatan. "Segini cukup?"

"Cukup, Res. Terima kasih," jawab Jhonatan.

Di seberang meja, Alvino tersenyum penuh arti. Ayu menyikut lengan suaminya, menahan tawa. Alif dan Sarah saling pandang.

"Wah, wah," sindir Alif, menaruh sendoknya. "Baru datang sudah ada pembagian tugas di meja makan. Enak ya, Jo, dilayani langsung oleh Ning kita."

Alvino tertawa lepas. "Lif, begitulah kalau sudah di rumah ndalem. Kapten pun harus tunduk pada aturan rumah."

"Bukan begitu, Mas," sanggah Aresa cepat, pipinya sedikit memerah. "Kapten cuma sungkan mengambil sendiri. Lagipula, dia tamunya Mas Vino."

Sarah, istri Alif, menimpali dengan lembut. "Tapi setidaknya, Jhonatan nggak kaku kalau sama Aresa. Kemarin di depan Bapak kan Jhonatan kaku banget."

"Tentu saja," timpal Alif lagi. "Dia kan harus menjaga citra. Jangan sampai Kapten ini dikira membawa masalah di rumah." Alif sengaja menekan kata Kapten, melirik Jhonatan.

Jhonatan hanya tersenyum tipis, merasa terpojok tetapi juga menikmati keakraban canggung itu. Mereka tahu. Mereka tahu ini bukan sekadar urusan kafe.

****

Setelah sarapan usai, Aresa bersama Ayu dan Sarah membereskan meja. Mereka membawa piring kotor ke dapur, tawa mereka kembali ramai.

Setelah bersih-bersih, Aresa langsung membawa semangkuk bubur ke kamar Mbah Uti dan Mbah Kakung yang berada di lantai bawah.

"Mbah, sarapan yuk," sapa Aresa lembut.

"Iya, Nduk," jawab Mbah Uti, matanya berkaca-kaca melihat cucu kesayangannya kembali.

Aresa dengan sabar menyuapi Mbah Uti dan Mbah Kakungnya. Mbah Kakungnya yang hanya bisa tersenyum, Aresa mengusap tangan Mbah kakungnya, mencurahkan rasa rindu yang terpendam. Momen kesunyian ini adalah penyeimbang dari hiruk pikuk drama pekerjaannya di Eropa.

Setelah selesai, Aresa tidak langsung ke kamar. Ia pergi ke dapur lagi, mengecek stok bahan makanan. Ia mendapati hanya ada tempe, sayur dan bumbu dapur sudah habis. Ia langsung pergi ke asrama santri putri, mengajak beberapa santri untuk pergi ke pasar membeli kebutuhan dapur.

****

Setelah kembali dari asrama, Aresa berjalan ke kamarnya. Belum sampai di pintu, Jhonatan keluar dari kamarnya membawa beberapa baju di tangan.

"Res," panggil Jhonatan.

"Ya, kenapa, Kapten?"

"Kamu ada setrika enggak? Baju saya kusut. Nggak enak dilihat kalau survei lokasi nanti," Jhonatan meminta dengan nada sungkan.

"Oh, ada, sebentar saya ambil dulu" Aresa mengambil setrika dan alasnya dari kamarnya.

Jhonatan kembali menunggu di dalam kamarnya, membiarkan pintu terbuka lebar. Ketika Aresa masuk membawa setrika dan alasnya, ia tanpa bicara langsung mengambil baju Jhonatan. Aresa mulai menyetrika tanpa protes, mulutnya tertutup rapat.

Jhonatan berdiri di dekat pintu yang terbuka, memandangi. Jantungnya menghangat. Aresa, wanita yang ia kenal sangat tegas dan profesional, kini melakukan pekerjaan domestik dengan tenang. Jhonatan teringat pernikahannya dulu, di mana permintaan sekecil ini bisa memicu pertengkaran. Aresa jauh lebih berharga dari pada gelar atau harta.

Saat Aresa membalikkan badan dan menaruh baju yang sudah disetrika nya di kasur, ia kembali ke mode profesional yang dingin.

"Mau tinjau berapa lokasi, Kapten?" tanya Aresa, fokus pada lipatan kemeja.

"Dua lokasi kayaknya. Kenapa?"

"Semoga lancar," kata Aresa, suaranya kembali dingin.

Jhonatan merasa harus menanyakan kembali. "Kamu jadi join kan?"

Aresa menggeleng pelan, pandangannya tidak lepas dari setrika. "Nggak, Kapten. Maaf. Sesuai apa yang saya bilang beberapa waktu lalu di kafe, urus ini sama Mas Alvino saja. Saya tidak mau ikut campur."

"Maaf, Res," Jhonatan merasa bersalah. "Maaf atas kejadian di kafe itu. Saya tahu itu tidak nyaman."

"Iya, tidak apa-apa," jawab Aresa, mengakhiri percakapan.

Tiba-tiba saja, Sang kakak muncul. Ia berjalan cepat dari tangga dan langsung masuk ke kamar Jhonatan tanpa mengetuk pintu. Wajahnya terlihat tegang dan tegas, tatapannya beralih dari setrika ke wajah Jhonatan.

"Lagi ngapain kalian berduaan di kamar?" tanya Mas Alif, nadanya penuh ancaman.

"Ini bantu nyetrika bajunya Kapten Jhonatan, Mas," jawab Aresa, berusaha terlihat tenang.

"Iya, Mas. Saya yang minta tolong," tambah Jhonatan.

"Jangan bohong kalian ," Ujar Alif tegas, sembari melangkah mendekat

Jhonatan tetap tenang. "Tidak, Mas. Kami tidak bohong."

Aresa ikut menjawab lagi "iya sih tenang aja napa mas." jawab aresa santai.

"Tenang, tenang, mana ada mas tenang liat kalian didalam kamar berduaan" sewot Alif.

"Ya Allah, Mas! Pintunya aja dibuka itu loh. Kenapa Bapak-Bapak ini pada curigaan sekali sih!" Aresa akhirnya bersuara, sedikit jengkel.

"Iya, iya, awas kalian macam-macam," kata Mas Alif, nada tegangan di wajahnya baru sedikit menurun dan langsung pergi.

Aresa menghela napas. Setelah selesai menyetrika, ia segera berpamitan.

Saya ke kamar dulu, Kapten," kata Aresa.

"Iya, Res. Terima kasih banyak," jawab Jhonatan tulus.

Aresa segera pergi. Jhonatan berdiri di ambang pintu, melihat punggung Aresa menghilang, hatinya menghangat karena pelayanan kecil itu, tetapi juga merasa frustrasi karena benteng pertahanan Aresa dan keluarganya begitu sulit ditembus.

1
Embhul82
💪 semangat 👍
Embhul82
menarik Thor
yu kak saling sapa mampir beri dukungN ke karyaku juga
Titik Sofiah
awal yg menarik ya Thor moga konfliknya nggak trlalu berat
rokhatii: hehe tunggu aja kak🤭. konfliknya santai kok
total 1 replies
aisssssss
💪
aisssssss
👍
rokhatii
👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!