Shafa dan Juna. Dua manusia yang menamai hubungan mereka sebatas kata "teman".
Namun jauh di lubuk hati terdalam mereka, ada rasa lain yang tumbuh seiring berjalannya waktu dan segala macam ujian kehidupan.
cerita pertama aku..semoga kalian suka yah. see yaa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bintang Arsyila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter 21
"gimana kuliah kalian? Lancar?" tanya ayah Nadia di sela makan malam dua keluarga tersebut.
"lancar om" Juna bersikap sopan selama acara makan malam itu berlangsung, walaupun di saku celana nya terasa beberapa kali getaran panggilan di ponselnya,
"untuk perjalanan bisnis kali ini, om sama Tante agaknya sedikit lama di luar negeri. Jadi om harap kamu bisa jagain Nadia."
"aku udah gede pah.." Nadia menyela perkataan ayahnya
"tapi baru sekarang kamu tinggal jauh dari kami sayang..." ibunya ikut menimpali
"tenang aja pak..kami juga akan sering sering datang kesini buat ngecek keadaan mereka. Anggap Tante sama om seperti orang tua kamu ya Nad..gak usah sungkan." ibu Juna berucap untuk menenangkan orang tua Nadia yang cukup khawatir
"makasih Tante.." Nadia sedikit melirik Juna yang terlihat kalem dan masih tidak banyak bicara.
"untuk rencana awal kita..bagaimana kalau sedikit dipercepat? Kami masih belum tenang kalau harus meninggalkan Nadia sendiri. Setidaknya jika Juna sudah menjadi tunangan Nadia, dia bisa sepenuhnya kami percaya untuk menjaga Nadia." lanjut ibu Nadia.
"gimana Jun?" tanya ayah Juna melempar tatap pada anaknya.
Sedikit menghela nafas, Juna menatap satu persatu orang yang ada di meja makan tersebut. Tersenyum sedikit dan mengangguk. Menyanggupi rencana kedua orang tuanya.
"aku ikut aja" ucapnya kemudian
Nadia yang mendengarnya menahan senyum sumringah, dibarengi ucapan syukur dari orang tua Nadia. Namun di bawah meja makan itu, tangan ibu Juna mengusap pelan, kemudian menggenggam erat tangan anaknya. Tatapan lembut namun terdapat sedikit penyesalan, dibungkus senyum hangat ia perlihatkan ke hadapan putranya.
"bagus kalau gitu. Gimana kalau dua Minggu lagi kita gelar acaranya?" ibu Nadia terlihat bersemangat
"gak kecepetan Bu?" balas Nadia yang sedikit terkejut
""bulan depan papah sama ibu udah berangkat, kalau kamu lupa" ayahnya mengingatkan
"gimana jeng?" tanya ibu Nadia kembali
"kita setuju saja. Lagipula anak anak udah selesai masa ospeknya juga. Ya kan Jun?" ibu Juna bertanya pada anaknya
"iya"
Selama makan malam itu berlangsung, hanya sekali Juna menatap Nadia. selebihnya dia bergumam mengiyakan atau mengangguk saja. Perlakuan itu, sedikitnya membuat Nadia kecewa. Tapi walaupun begitu, ia tetap merasa senang, karena akan menyandang status tunangan dari Juna.
Selepas makan malam yang lumayan lama tersebut, orang tua Juna kembali ke hotel tempat mereka menginap. sedangkan Juna, kembali ke kosannya. Dengan posisi telentang dan kamar yang hanya di terangi lampu belajar, Juna menatap layar ponselnya yang menampilkan foto dirinya bersama Shafa. Gadis yang sudah lama dia sukai. Ya, Juna sesuka itu pada Shafa.
Berkali kali dia hembuskan nafas berat, berharap jika dia bisa selamanya mendekap Shafa, sama seperti foto yang dia lihat di layar ponselnya. Haruskah seperti ini jadinya?
Dilihatnya riwayat chatnya dengan Shafa, terdapat beberapa panggilan darinya ketika dia makan malam tadi.
"halo?" suara Shafa terdengar di sebrang telpon sana. Juna tersenyum mendengar suara yang selalu dia rindukan itu.
"belum tidur?"
"belum..lagi nonton Drakor"
"besok kerja pagi kan?" Juna selalu ingat jadwal Shafa
"he em..tapi belum ngantuk. Tadi gue telpon gak di angkat, sibuk Jun?"
"ya gitu lah.."
"lemes amat tu suara? Cape kuliahnya?"
"hmmm..."
"wah..baru sekarang nih gue bisa denger Juna kagak semangat gini..dunia perkuliahan emang secape itu ya?"
"makanya semangatin gue"
"semangat Juna.....hahaha" Shafa sedikit berteriak
Juna tersenyum mendengarnya, namun rasa getir ikut datang. Tatapannya berubah sendu, yang membuat hening tercipta.
"halo Juna? Tidur Lo?"
"masih ada"
"kirain...e iya nanti jadi dateng?"
"jadi..tapi sama Nadia. Gapapa kan?"
"Nadia di ajak juga? Cieeee....udah mulai go publik nih.. Hehehe"
"disuruh ibu" jelas Juna tidak ingin Shafa salah paham
"hahaha..iya iya tau. Eh tapi kalau Lo sama Nadia, David sama Maya, lha gue sendirian dong??? Hwaaa.... masa jadi nyamuk di dua pasangan sih gue..." Shafa merengek membayangkan hanya dirinya yang tidak mempunyai pendamping.
"sorry..." Juna menyesal karena tidak dapat jadi pendamping Shafa di acara itu.
"hmmmm....mau gimana lagi? Yang penting Lo dateng deh."
"gue ngantuk" ucap Juna tiba tiba
"hm? Oh yaudah tidur aja. Gue matiin ya.."
Tak lama panggilan itu terputus, karena Juna yang mematikannya. Namun tak berselang lama, dia kembali menghubungi Shafa, namun dalam video call
"katanya ngantuk" Shafa berujar heran ketika menjawab panggilan itu
"temenin gue tidur"
"manja Lo..hehehe. Btw tu kamar gelap amat, Juna gue yang ganteng jadi burem gitu mukanya"
"hmmmm"
"hamm hemmm mulu nih nyautnya...ngantuk banget ya? Dah tidur sana, gue lanjut nonton Drakor ya.." ucap Shafa yang sekarang menghadap laptopnya, tapi panggilan video nya masih berlangsung. Juna tidak menjawab apapun, hanya memandangi Shafa dari layarnya. Sedikit menenangkan hatinya yang sekarang kacau.
"gue mau tunangan sama Nadia" ucap Juna setelah lumayan lama diam menatap Shafa. Dia ingin melihat ekspresi Shafa mendengar penuturannya.
Shafa terkesiap mendengarnya, bukan hanya karena ia kira Juna sudah terlelap tidur tapi juga kabar pertunangannya.
"beneran?"" masih dengan mata sedikit membola, ia hadapkan kembali layar ponselnya ke depan mukanya untuk melihat Juna secara langsung.
"hmmm" Juna kembali bergumam.
Shafa kini mengerti, kenapa Juna terlihat tidak bersemangat kali ini. Mungkin karena rencana pertunangannya tersebut??
"tiba tiba aja Juna?"
"hmm"
"Lo setuju?"
terlihat Juna menganggukan kepalanya, namun sorot matanya terlihat sendu.
"gue harus senang apa sedih nih liat temen gue gini?" tanya Shafa yang ikut merasa senang, namun juga tak memungkiri ia merasa sedikit kasihan pada Juna. karena ia tahu Juna secara tidak langsung menolak kehadiran Nadia dan terpaksa ikut perjodohan ini.
"semangatin gue"
"semangat Juna.....gitu? Hehe" Shafa bercanda guna sedikit menghibur Juna yang terlihat muram
"peluk gue"
"jauh,!!! jangan muram gitu ah. Mana Juna yang ganteng itu? Kembalikan wajah cerah Juna padaku...." celoteh Shafa
Juna tersenyum menanggapinya
"nah gitu kan cakep..." Shafa ikut tersenyum
"kapan rencananya? Bentar lagi?" lanjut Shafa
"kemungkinan dua Minggu lagi"
"dadakan banget emang? Heh jangan jangan Lo udah apa apain Nadia ya makanya disuruh cepet cepet tunangan,!! ngaku Lo.."
"ngawur..." Juna menatap datar Shafa yang kembali terbahak dengan tuduhannya
"hehehe sorry...abisnya ngedadak banget. Lo gapapa kan tapi?"
Juna kembali menghembuskan nafasnya yang terasa berat, Shafa yang melihat itu menjadi sedikit iba. Pasti berat beban yang harus dihadapi Juna.
"sabar ya...tar gue traktir es krim deh supaya Lo gak sedih lagi. Kan gue udah punya uang nih...yayaya,!?? semangat...."
"hmmm, bakal gue tagih traktirannya"
satu lagi bertarung dengan masa lalu tuh berat karena hampir semua masa lalu pemenang nya