Sekuel dari novel Cintaku Dari Zaman Kuno
Azzura hidup dalam kemewahan yang tak terhingga. Ia adalah putri dari keluarga Azlan, keluarga terkaya dan paling berpengaruh di negara Elarion. Namun, dunia tidak tahu siapa dia sebenarnya. Azzura menyamar sebagai gadis cupu dan sederhana semua demi kekasihnya, Kenzo.
Namun, tepat saat perkemahan kampus tak sengaja Azzura menemukan sang kekasih berselingkuh karena keputusasaan Azzura berlari ke hutan tak tentu arah. Hingga, mengantarkannya ke seorang pria tampan yang terluka, yang memiliki banyak misteri yaitu Xavier.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Masa Lalu
Siang itu, terik matahari sangat cerah. Menyinari pelataran kampus tempat Azzura dan Sania melangkah keluar dengan ringan. Hari ini keduanya pulang lebih cepat karena ada janji penting bertemu dengan ibu masing-masing, untuk quality time langka bersama para wanita.
Karena pesta ulang tahun Zanaya sudah dekat, jadi mereka memutuskan untuk perawatan diri.
Di lobi depan mal besar yang elegan, Zanaya sudah menunggu, tampil anggun dalam balutan dress berwarna pastel. Di sisinya, Nadira, kakak iparnya sekaligus sahabat masa muda yang selalu membuat suasana jadi hidup.
“Zura, sini, Nak!” seru Zanaya sambil melambaikan tangan.
“Mommy!” seru Azzura, cepat-cepat menghampiri.
Terlihat juga Sania mengikuti dari belakang sambil menenteng tas kecilnya dan berjalan santai.
“Wah, tumben nih dua generasi kumpul,” canda Sania sambil memeluk ibunya, Nadira.
Mereka berempat kemudian berjalan beriringan, masuk ke sebuah spa eksklusif di lantai atas. Selama proses perawatan, Zanaya dan Nadira asyik berbincang. Kenangan masa lalu dibuka kembali.
“Kau ingat gak, Dir?” tanya Zanaya sambil tersenyum. “Waktu kita bertiga kabur dari sekolah sama cuma buat beli es serut di pinggir jalan?”
Nadira tergelak. “Ingat banget! Dan kita hampir ketahuan sama guru piket, terus kamu sembunyi di kolong meja kantin, aku pura-pura jadi tukang pel dan Tiara malah mengelap tembok!”
“Astaga, malu banget kalau diingat sekarang, mana aku kangen lagi sama Tiara. Sayangnya dia ada di luar negeri.” Zanaya menutup mulutnya, tertawa geli.
Nadira hanya mengangguk sambil terkekeh kecil.
Sementara itu, Azzura dan Sania berbincang dengan serunya.
“Tapi serius, sepatu kamu yang tadi tuh kece banget, beli di mana?” tanya Sania sambil menggosok kakinya yang tengah direndam air hangat.
“Hadiah dari Xavier,” jawab Azzura pelan, wajahnya sedikit memerah.
“Ish, romantis banget,” goda Sania. “Aku kapan yaa dikasih hadiah sama Mister Beku?”
Azzura mendengus dan berkata, “Emang kalian udah pacaran?”
Sania menggeleng sambil mengerucutkan bibirnya. “Belum. Kalau kamu?” tanya Sania balik dengan wajah tengilnya.
Azzura juga menggeleng cepat.
“Kita kayak jemuran ya, digantung,” kekeh Sania.
“Aku kagak, elo kali yang ngebet pengen sama Alex,” kata Azzura.
Mereka berdua kemudian tertawa lepas, membuat dua ibu mereka tersenyum sambil memperhatikan.
Setelah beberapa jam dimanjakan di salon, mereka pun keluar dari spa dengan aura yang jauh lebih segar. Mereka memutuskan berjalan-jalan santai di area mal, melihat-lihat butik dan sesekali mampir beli minuman dingin.
Saat Azzura dan Sania tengah bercanda dan saling dorong kecil, Azzura tidak melihat ada seorang wanita paruh baya yang sedang membersihkan lantai di depannya.
Bruk!
Azzura menabrak wanita itu. Ember berisi air pel terguling, membuat lantai licin. Wanita itu terjatuh ke lantai, air membasahi sebagian bajunya.
“Ya ampun! Maaf! Saya nggak lihat tadi!” Azzura langsung jongkok membantu merapikan alat pel itu. “Saya benar-benar minta maaf, Bu.”
Zanaya dan Nadira juga buru-buru menghampiri, ikut menunduk dan membantu wanita itu bangkit.
“Maafkan putri saya, dia tak sengaja,” kata Zanaya lembut.
“Iya, gak apa-apa Nyonya. Saya yang salah, tidak lihat-lihat. Maafkan saya,” kata wanita itu sambil meringis pelan.
Saat wanita itu mendongakkan kepalanya, matanya langsung membulat sempurna. Wajahnya menunjukkan keterkejutan luar biasa, bibirnya bergetar pelan.
“Z–Zanaya?” ucapnya pelan, hampir seperti bisikan.
Zanaya yang awalnya tidak fokus pada wajahnya, kini menatap lebih dalam.
Sekejap, ekspresinya berubah drastis.
“Stella?” suara Zanaya terdengar tak percaya. “Kamu Stella, cucu dari nenek Serena?”
“Ma–maaf, saya tidak mengerti apa yang Anda katakan,” ujar Stella panik.
Stella buru-buru memalingkan wajah. Ia merapikan pakaian basahnya lalu bergegas mengambil kain pel dan ember, hendak pergi.
“Stella! Tunggu, ini aku Zanaya! Kamu mau kemana?!” seru Zanaya sambil melangkah cepat mengejar.
Namun Stella sudah lebih dulu berlari, membaur di antara kerumunan mal. Dalam sekejap, bayangannya menghilang di balik eskalator.
“Dia kabur?” tanya Nadira dengan wajah bingung.
Zanaya tertegun di tempat, raut wajahnya terlihat datar.
“Mommy kenal sama wanita itu tadi?” tanya Azzura.
Zanaya mengangguk. “Dia itu sepupu Mommy. Nenek Mommy dan neneknya Stella saudara. Tapi sikap mereka bertolak belakang. Hubungan terakhir Mommy dan Stella memang kurang baik.”
Zanaya mengingat, terakhir kali saat dia bertemu dengan Stella setelah insiden itu. Di mana Alfa ditolak lamarannya karena Alfa ketahuan tidur dengan Stella. Dan memang saat itu Zanaya hanya mencintai Zion.
Azzura menggenggam lengan ibunya.
“Mungkin ini sudah takdir Mom. Dan mungkin hubungan Mommy masih bisa diperbaiki.”
Zanaya hanya mengangguk pelan, masih menatap arah Stella menghilang.
Di sisi lain, Sania hanya bisa geleng-geleng.
“Dunia kecil ya ketemu sepupu yang menghilang selama puluhan tahun, di mal dalam kondisi seperti itu.”
Nadira menambahkan, “Ya, ada kata pepatah dunia hanya selebar daun jati.”
Sania mengerutkan keningnya dan berkata, “Kelor Ma, masa jati sih. Kelebaran itu.”
Akhirnya mereka pulang, Zanaya terlihat santai seolah tidak terjadi apa-apa.
***
Di sebuah rumah sederhana yang berada di pinggir kota. Catnya mulai terkelupas. Di dalam kamar sempit tanpa jendela, seorang wanita paruh baya tengah duduk termenung di ujung ranjang.
Wajahnya letih, penuh garis kelelahan. Usianya belum genap lima puluh, namun wajahnya tampak seperti perempuan berumur enam puluh. Ia adalah Stella, wanita yang siang tadi berpapasan dengan Zanaya, sepupunya.
Tiba-tiba suara pintu dibanting terdengar dari ruang depan.
Brak!
Tak lama, langkah kaki berat memasuki kamar. Seorang pria tambun dengan wajah kusut dan aroma alkohol yang menyengat, masuk sambil mengeluh.
“Ngapain kamu melamun di sini?!” hardik pria itu ketus, Alfa, suami Stella. “Gak masak juga! Aku lapar, tahu?!”
Stella menoleh perlahan. Tatapannya tajam namun penuh luka. “Aku ketemu Zanaya hari ini,” ucapnya pelan.
Alfa yang baru saja hendak melepas kausnya langsung tertegun. Tangannya membeku di udara.
“Zanaya?” ulangnya, seolah tak percaya.
Stella mengangguk pelan. “Iya. Di mal tempat aku bersih-bersih. Dia datang sama anaknya dan Nadira.”
Alfa terduduk ke lantai, menatap kosong ke depan. Wajahnya menegang. “Serius? Jadi Zanaya tinggal di kota ini, hidup bahagia dan pasti dia masih cantik, benarkan?”
Stella menyipitkan mata. “Ya. Masih secantik dulu. Tapi sekarang makin kaya. Pakaiannya, caranya jalan, semuanya masih seperti dulu. Dia bahkan gak langsung kenal aku.”
Alfa mendengus sinis, lalu tertawa pahit.
“Tebtu saja, dia selalu cantik. Seandainya kamu gak ngejebak aku dulu, mungkin sekarang aku yang jadi suaminya. Hidup enak, mobil mewah, rumah mewah, perusahaan, anak. Itu semua hancur karena kamu merebut calon suami sepupumu sendiri.”
Stella langsung menatap tajam. Suaranya meninggi. “Kamu pikir aku bahagia nikah sama kamu, Alfa?! Pria pengangguran, tukang mabuk, penjudi, yang ngabisin semua uang tabungan? Kalau waktu itu aku jebaknya Zion, hidupku pasti jauh lebih baik!”
“Heh?!” Alfa berdiri dengan tangan terkepal. “Jadi sekarang kamu nyesel nikah sama aku?”
“Dari dulu aku nyesel!” bentak Stella. “Aku bodoh! Cuma karena ingin membalas Zanaya, dan mengira kamu kaya! Aku pikir dia akan hancur, tapi nyatanya malah aku yang hidup seperti sampah!”
“Jadi kamu ngaku juga kalau kamu yang rusak semuanya?” suara Alfa kini pelan, tapi dingin dan menusuk. “Kamu yang menjebakku, pakai air mata dan fitnah. Kamu yang bikin keluargaku hancur saat itu, ingat!”
Stella terdiam, matanya berkaca-kaca. Ia tahu semuanya benar. Tapi penyesalan tak pernah cukup untuk memperbaiki masa lalu.
“Cukup.” ucapnya akhirnya, suara bergetar. “Aku cuma mau hidup tenang sekarang.”
“Tenang apanya?! Rumah udah kayak kandang ayam, anak kita makin kurang ajar, dan kamu masih kerja ngepel di mal?! Itu hasil dari rencana brilian kamu dulu, Stel!” cibir Alfa sambil menyandarkan punggung ke tembok.
Dari balik pintu kamar yang sedikit terbuka, Kenzo berdiri diam, tubuhnya tersembunyi dalam kegelapan. Telinganya menangkap setiap kata.
Mata Kenzo membelalak saat mendengar nama Zanaya disebut berulang-ulang. Sepupu? Ibunya Azzura?
Senyum perlahan menyungging di bibirnya. Bukan senyum bahagia tapi senyum penuh kelicikan.
“Jadi begitu, ternyata Ibu sepupunya nyonya Zanaya artinya aku masih punya darah keluarga Dixon,” gumamnya pelan.
Ia menatap lurus ke depan dengan tatapan licik. “Kalau begitu, makin mudah bagiku mendekati Azzura. Mungkin bahkan merebut semuanya.”
Dengan langkah ringan, Kenzo berbalik, meninggalkan pintu reot itu.
Kenzo anak vampir..?? apa Stela pernah berhubungan ama Vampir..?? 🙄🙄🤔🤔
ini ada misteri apa ini kok bisa kenzo anak si vampir🤔