Demi bisa mendekati cinta sejatinya yang bereinkarnasi menjadi gadis SMA. Albert Stuart rela bertransmigrasi ke tubuh remaja SMA yang nakal juga playboy yang bernama Darrel Washington.
Namun usaha mendekati gadis itu terhalang masa lalu Darrel yang memiliki banyak pacar. Gadis itu bernama Nilam Renjana (Nilam), gadis berparas cantik dan beraroma melati juga rempah. Albert kerap mendapati Nilam diikuti dua sosok aneh yang menjadi penjaga juga penghalang baginya.
Siapakah Nilam yang sebenarnya, siapa yang menjaga Nilam dengan begitu ketat?
Apakah di kehidupannya yang sekarang Albert bisa bersatu dengan Cinta sejatinya. ikuti kisah Darrel dan Nilam Renjana terus ya...
Novel ini mengandung unsur mitos, komedi dan obrolan dewasa (Dimohon untuk bijak dalam membaca)
Cerita di novel ini hanya fiksi jika ada kesamaan nama dan tempat, murni dari kreativitas penulis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 : Tukar Posisi
Derit roda brankar menggilas lantai marmer seiring dengan kecepatan brankar yang terus di dorong ke ruang unit gawat darurat. Wajah panik Euis dan Pras semakin pias saat kepala UGD mengatakan dokter bedah jantung sedang cuti di rumah sakit daerah tersebut.
"Sayang, gimana anak kita!" ucap Euis dengan suara lirih.
Pras dengan sigap menghubungi Ambulance udara yang akan membawa putra sulungnya ke rumah sakit jantung terbesar di Jakarta.
Prosedur pemindahan pasien segera di lakukan dengan dampingan para medis ahli yang ada di rumah sakit daerah tersebut.
Sementara di luar ruang IGD, Dewi Renjana dan ibu Maryati berdiri dengan gelisah sambil terisak, mereka merasa bersalah karena kejadian tersebut terjadi di kediamannya.
"Sebenarnya apa yang terjadi denganku dan bapak hari itu, aku masih ingat truk pembawa ayam itu melindas dada hingga kepalaku. Tapi kenapa bapak yang meninggal." Pikir Dewi dengan perasaan gelisah.
Setelah prosedur pemindahan selesai dan ambulance udara sudah siap di bandara terdekat. Euis dan Pras berangkat ikut bersama ambulance udara. Euis meminta Dewi dan Yati menyusulnya dengan jalan darat. Perjalanan darat Subang-Jakarta membutuhkan waktu kurang lebih 3-4 jam tergantung kemacetan dan kecepatan kendaraan.
Rumah Sakit Jakarta
"Megan, apa yang kamu rasakan?" tanya dokter Erlangga saat visit ke ruang rawat Megan.
"Disini... Sakit sekali dok." Megan meraba dada kirinya.
Erlangga dan Risty, kedua senior Megan saat di FKUI. Mereka ditugaskan kepala rumah sakit untuk memantau perkembangan cucu dan pewaris satu-satunya dari almarhum Prof. Arya Adi Wijaya pemilik rumah sakit. Erlangga bertukar pandang dengan dokter Risty, dokter spesialis jantung. Dokter Risty menggelengkan kepala, wajahnya terlihat prihatin. Dia menatap dada kiri Megan yang mulus tanpa luka sedikitpun.
"Megan, maaf jika aku harus katakan yang sebenarnya. Apa kamu yakin masih merasakan sakit di sebelah sini?" tanya Risty menunjuk dada kiri Megan, wajahnya seakan menyimpan beban berat dari kata-kata yang harus ia utarakan. Megan mengangguk yakin meski wajahnya sudah pucat pasi.
Lanjut Risty, "Aku tidak melihat luka sedikitpun di dadamu, kami tidak tahu apa yang terjadi padamu, detak jantungmu tidak dapat terdeteksi alat-alat medis yang kami punya." Risty dan Erlangga menunduk, kesedihan menggelayuti wajah mereka.
"Senior, tolong jangan bercanda. Aku sedang tidak bisa tertawa saat ini." Megan mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Menyembunyikan sesuatu yang orang lain tidak boleh membaca dari manik matanya.
Kesedihan mendalam, hari kematian sudah dekat.
"Megan, kita sama-sama tahu bagaimana seharusnya alat-alat ini bekerja, bukan? Kami sudah memakai alat terbaru untuk membantu mendeteksi detak jantung dan semua rasa sakit yang kamu rasakan."
"Apa mata kalian sudah tidak bisa melihat, di dadaku ada luka yang menganga. Disini sakit sekali, dokter. Apa kalian sudah menutup lukanya?" cecar Megan pada kedua seniornya. Erlangga dan Risty kembali saling bertukar pandang, tidak ada luka sama sekali di dada Megan. Mereka menganggap juniornya ini sudah tidak waras karena sudah diambang Kematian.
Meski Megan ambigu atas keyakinannya sendiri, jika ia bukanlah manusia biasa. Tapi ia ingin segera mendapatkan pengobatan secara medis atas luka-lukanya setelah peperangan dengan vampire kemarin malam. Saat tubuhnya mengalami sekarat, ia bersikeras meminta dibawa ke rumah sakit pada para pengawalnya dari bangsa jin, dan ia menolak dirawat kakeknya lagi.
Gumpalan kekecewaan pada kakeknya, Anan Jaya, semakin besar. Ia ingin melawan takdirnya sebagai keturunan yang dijadikan tumbal keserakahan sang kakek.
Di dalam ilmu kedokteran yang ia pelajari, tidak ada istilah roh dan arwah. Mengenai tubuh dan fungsinya, kehidupan manusia ditandai adanya kesadaran, menurut Ilmu kedokteran yang sudah qualified, ilmu yang bisa menjelaskan secara neurosains. Megan yakin tubuhnya yang bisa bergerak saat ini adalah sebuah kesadaran bukan karena adanya arwah lain. Ia denial dengan paham tentang kehidupan ghaib yang dijejali kakeknya, yang mengatakan bahwa sejak bayi ia adalah manusia setengah dewa.
Megan menolak lupa dengan sentuhan lembut dari tangan seorang ibu yang ia panggil dengan mama Dania. Wanita yang selalu membimbingnya belajar dan mengenalkan paham-paham agama hingga masuk fakultas kedokteran. Kehidupannya jungkir balik setelah ia tersesat saat mendaki gunung Tugu di Alas Purwo, Banyuwangi. Megan terbangun suatu hari di sebuah goa yang sudah dipenuhi tumbuhan perdu yang amat lebat.
Semenjak itu dunianya berubah, tubuh dan identitasnya berubah. Kesedihan semakin bertambah karena semua keluarga yang ia kenal sudah tiada. Megan hidup sebatang kara di dunia yang ambigu. Antara dunia nyata dan dunia gaib.
"Megan!" panggil dokter Risty seraya menggoyangkan bahunya.
"I-iya dok!" Panggilan dokter Risty menarik kesadaran dari lamunan.
"Laporan dari laboratorium, darahmu tidak dapat terdeteksi virus atau infeksi apapun. Kami bingung apa yang terjadi denganmu," ucap dokter Erlangga.
Di ruangan lain...
"Ya Tuhan jangan ambil putraku... " bisik Euis dalam setiap helaan napasnya.
Pras merangkul bahu Euis lalu mengecup pucuk kepala istrinya lama sekali. Ada banyak kalimat yang tidak mampu ia rangkai untuk meredakan kekhawatiran. Meski mulutnya menutup rapat hatinya terus memohon agar putranya diberi keselamatan.
Di saat itu, brankar Megan di dorong masuk ke ruang OKA. Kepala rumah sakit ingin memberikan pelayanan terbaik bagi Megan yang merupakan cucu dan pewaris tunggal dari pemilik rumah sakit tersebut. Keputusan untuk melakukan Ekokardiografi pada Megan akhirnya mereka tempuh. Walaupun, secara medis kondisi Megan sudah bisa dikatakan tidak ada harapan karena tidak terdeteksinya detak jantung, dan organ-organ lain yang tidak lagi berfungsi.
Di dalam ruang Oka yang sama, kedua brankar di letakkan sejajar hanya di pisah jarak beberapa meter saja. Para medis bersiap melakukan anastesi pada Megan dan Dirga.
Secara perlahan namun pasti, udara di ruangan semakin dingin, suara-suara terdengar seperti gema, partikel udara melambat, secara tiba-tiba. Semua yang ada di sana diam mematung tidak lagi bergerak. Sebuah suara terdengar...
"Sudah waktunya kamu kembali bertukar peran cucuku. Aku telah memberikanmu kesempatan hidup di tubuh saudaramu. Mengabdi lah dengan kami untuk selamanya." Dirga membuka matanya, ia melihat satu pasukan memakai pakaian kerajaan siap menyambut kedatangannya.
Duaarrr
Sebuah cahaya terang menyeruak seperti tabung dari langit-langit menyoroti kedua pasien. Gemuruh dan suara bising mengiringi pusaran angin yang memutari di tubuh keduanya. Satu tubuh terangkat dan melayang ke atas lalu masuk ke dalam tubuh salahsatunya. Kejadian itu berlangsung dengan cepat.
Dirga bangun dari brankar lalu berjalan diiringi Anan Jaya dan seluruh pasukan kerajaan meninggalkan ruang OKA. Kini tersisa satu tubuh yang tertidur dengan wajah pulas.
Keadaan kembali normal, para medis mulai bergerak seperti tidak pernah terjadi apa-apa, tidak ada kebingungan di antara para medis mengapa brankar dan tubuh yang ada di sana hanya tersisa satu orang, kejanggalan seperti tidak mempengaruhi mereka sama sekali.
Saat selang kateter akan di masukkan ke dalam tubuh Megan, pemuda itu bangkit dari tidurnya. "Aku dimana?" ucapnya dalam kebingungan. Para medis terpaku melihat pasien yang sedang sekarat tiba-tiba bangun dan melepaskan satu persatu alat medis yang menempel di tubuhnya.
"Dokter Dirga! Tolong jangan bangun dulu. Kami akan memeriksa kondisi jantung anda," cegah dokter bedah.
'Dirga?!' gumam Megan. Namun, ia tetap patuh untuk kembali berbaring dan membiarkan para medis memeriksa tubuhnya.
aku yang polos ini... pengen ngintip dikit 🙈🤭
malah nyanyi... gw 🙈
😵