Siapa yang ingin bercerai? Bahkan jika hubungan pelik sekalipun seorang wanita akan berusaha mempertahankan rumah tangganya, terlebih ada bocah kecil lugu, polos dan tampan buah dari pernikahan mereka.
Namun, pada akhirnya dia menyerah, ia berhenti sebab beban berat terus bertumpu pada pundaknya.
Lepas adalah jalan terbaik meski harus mengorbankan sang anak.
Bekerja sebagai sekertaris CEO tampan, Elen tak pernah menyangka jika boss dingin yang lebih mirip kulkas berjalan itu adalah laki-laki yang menyelamatkan putranya.
laki-laki yang dimata Satria lebih pantas dipanggil superhero.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mimah e Gibran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 - RENCANA
Dengan sigap Elen memapah Divine keluar mobil. Namun, yang terjadi Divine bahkan rela melepas jaketnya hanya untuk melindungi Elen dari terpaan air hujan.
"Pak, kita sudah sampai di teras." Elen mencoba menyadarkan situasi agar Divine menurunkan jaketnya karena saat ini mereka sudah aman dari hujan.
"Oh, ya? Baiklah, tapi bukankah lebih bagus seperti ini. Aku jadi bisa melihatmu dengan leluasa."
"Eh!" Lagi pipinya dibuat bersemu merah bak tomat.
"Momy," panggil Satria yang menyambut kedatangan Elen bersama Morena.
"Akhirnya kalian datang, bunda khawatir sebab hujan sepertinya semakin deras saja." Morena membantu Divine masuk menggantikan Elen, sebab Satria langsung menghambur dalam pelukannya.
"Maaf membuat Tante kerepotan," ujar Elen sopan.
"Bukan masalah, Satria anak yang pintar."
"Ayo masuk dulu," sambungnya lagi.
"Kemana Rafael, Bund?" tanya Divine.
"Mandi, di kamar tamu."
"Ck, anak itu!" gumam Divine.
Cukup lama Elen dan Satria berada di rumah Divine. Melihat sikap ramah keluarga Wijaya, mulai dari Divine dan kedua orang tuannya membuat hati Elen yang selama ini beku karena tak merasakan kehangatan sedikit terusik. Bukan galau, lebih tepatnya Elen bingung harus seperti apa mengekspresikan perasaannya.
Hingga lepas makan malam, Elen dan Satria pamit pulang dengan diantar Rafael.
"Apa tidak sebaiknya kalian menginap? lihatlah putramu. Dia tertidur," bujuk Morena merasa tak tega saat tubuh kurus Elen menggendong Satria.
"Terima kasih, Tante. Mungkin lain kali," ujar Elen.
"Oh baik lah, aku menunggu saat itu. Bukan begitu, Div?" Morena tak kuasa menahan senyumnya. Bukankah besar kemungkinan cinta sang anak akan diterima?
"Ya, Bunda." Divine menggaruk kepalanya yang tidak gatal, saat Elen masuk ke dalam mobil pandangannya tak lepas dari wajah cantik itu.
"Hati-hati, jangan lupa menghubungiku jika sudah sampai," pesan Divine.
"Baik, Pak!" spontan Elen menjawabnya hingga memancing gelak tawa Wijaya dan Morena.
"Tak masalah, aku memang calon Bapak!" ujar Divine dengan percaya diri.
"Hati-hati, El. Jaga calon mantuku," ujar Wijaya tapi dengan tatapan melirik Divine.
Elen hanya bisa pasrah, ingin rasanya mencubit lengan untuk memastikan perlakuan keluarga Divine bukan hanya mimpi.
"Siap melaksanakan tugas, Pak! Jangan lupa naikkan bonus agar hidup saya terurus," ujar Rafael seraya terkekeh.
Kebersamaan singkat, perhatian kecil dan sapaan hangat membuat Elen nyaman dan semakin yakin dengan keputusannya. Pun juga dengan Rafael, ia sudah mengikhlaskan hatinya dan membiarkan Elen bersama Divine.
***
Sudah seminggu berlalu, Elen memberanikan diri bicara dari hati ke hati pada Satria.
"Sayang, kalau seandainya Momy menikah lagi bagaimana? Kamu nanti akan punya Ayah, tapi bukan Ayah Bram." Elen berusaha santai, mencoba menetralisir degup jantungnya menanti jawaban sang putra.
"Benarkah, Mom? Aku mau punya ayah lagi?"
"Hm, tapi Mom gak yakin kamu mau!"
"Aku mau, Mom. Apalagi Momy nikahnya sama Daddy!"
Deg.
"Kok Daddy?"
Satria terdiam sebentar, "terus, Mom? Meskipun Ayah Bram sekarang baik, tapi Ayah melarangku dekat-dekat dengan Daddy," ujar Satria menunduk.
"Tak apa, mungkin Ayah Bram takut kamu melupakannya. Tapi Sayang, Paman Daddy itu jodohnya Momy Keyra, jadi gak mungkin menikah sama Momy!" bohong Elen.
"Terus siapa?"
"Ehm, kalau Om baik bagaimana?" tanya Elen.
"Wahhh, benarkah Mom? Horee!" Satria bersorak senang, memeluk Elen erat kemudian mencium pipi.
"Makasih ya, Mom."
"Satu lagi," ucap Elen. Ia bangkit dari ranjang kemudian mengambil sesuatu di dapur. Kue ulang tahun karakter Superhero kesukaan Satria ia pasangi lilin-lilin kecil.
"Taraaaa, selamat ulang tahun anakku sayang, diusiamu yang genap enam tahun semoga semakin pintar, selalu sehat dan semakin sayang sama Momy!"
"Momy, i love you!" sorak Satria melompat dari ranjang menghampiri Elen, tak sabar untuk segera meniup lilin.
"Seneng nggak? Harus seneng loh, Momy nyiapin ini buat kamu," ujar Elen tak kuasa menahan rasa haru birunya.
"Momy terbaik, Momy-ku hebat. Makasih banyak!" ujar Satria.
Tok tok tok...
Ketukan pintu terdengar, Elen mengerutkan keningnya karena jam sudah menunjukkan pukul delapan.
"Siapa yang bertamu ya?" tanya Elen, sementara dia sudah memakai piyama tidur satin pendek.
"Siapa Mom?"
"Entah, biar Momy lihat dulu!"
Ceklek, pintu terbuka. Ada Divine berdiri sendiri disana.
"Divine?"
"Sayang, aku datang melihat Satria!" ujarnya tersenyum simpul. Elen melotot tak percaya saat Divine terang-terangan memanggilnya sayang.
"Tapi... Ini sudah malam," gumam Elen.
"Ayolah, aku rindu anakku!" bujuk Divine bersama dengan keluarnya Satria dari kamar.
"Anak, ishhh. Ya, ya terserahmu!"
"Momy, Om baik."
"Hallo sayang!"
Divine melempar tongkatnya mendekat ke arah Satria.
"Kamu dah bisa jalan?" tanya Elen terkejut.
"Ya, sedikit. Tapi aku masih membutuhkan untuk pegangan jika jalan terlalu lama," jelas Divine.
"Syukurlah," ucap Elen tanpa sadar.
"Tapi aku belum bisa gendong kamu," goda Divine.
"Hm, tak masalah. Melihatmu sembuh aku cukup senang," ujar Elen. Kembali ke dapur untuk membuatkan Divine teh hangat.
Divine duduk di sofa ditemani Satria, "selamat ulang tahun, Boy!"
Menyodorkan kotak kado kecil berwarna hitam di hadapan calon putranya.
"Apa ini, Om?" tanya Satria.
Buka saja," ujar Divine.
Satria mengangguk, dengan tak sabar membuka kotak pemberian Divine.
"Om, ini sepatu keren. Apakah ini untukku?" tanya Satria tak percaya.
Bagi bocah kecil itu, kado adalah hal yang sangat istimewa tak perduli besar kecil harganya, jika itu pemberian orang! Satria akan sangat senang.
"Tentu, ini spesial untukmu. Tidak mahal sih, tapi semoga kamu suka. Biar makin semangat belajarnya." Divine mengusap-usap kepala Satria.
Elen datang membawa dua cangkir teh dan satu gelas susu untuk Satria.
"Div, kamu membeli ini untuk Satria?" tanya Elen.
"Ya, sepatunya sudah usang."
"Tapi ini mahal, kan bisa yang merk biasa," gumam Elen tak enak.
Divine seolah tahu apa yang dipikirkan Elen. Jelas-jelas Divine sudah mengklaimnya sebagai calon istri tapi...
Wanita itu bahkan selalu merasa tak enak padanya.
"Ini gak ada apa-apanya kok, lagian kan sebentar lagi Satria jadi anakku," ujar Divine.
"Tapi..."
"Elen, kamu harus tahu satu hal. Aku menginginkan kamu juga Satria! Jadi bagiku, kalian dua orang yang sangat berarti. Mau seberapapun uang yang aku keluarkan! Aku murni melakukannya karena sayang kalian."
Deg.
"Om sama Momy mau menikah ya? Nanti aku ikut ya?"
"Tentu sayang, nanti kamu ikut. Kalau Om nikah sama Momy, kamu akan punya Ayah baru, kakek, dan nenek baru!"
"Benarkah?" tanya Satria dengan mata berbinar.
Divine mengangguk, sambil menyeruput teh buatan Elen.
"Teh kamu manis, sama persis yang buat!" puji Divine.
"Div, kau benar-benar menyebalkan! Aku bukan remaja yang akan senang jika kau puji."
"Memang, siapa yang bilang kamu masih remaja?"
RAHIM ELEN JUGA SUBUR....