AYAH SAMBUNG
Siapa yang ingin bercerai? Bahkan jika hubungan pelik sekalipun seorang wanita akan berusaha mempertahankan rumah tangganya, terlebih ada bocah kecil lugu, polos dan tampan buah dari pernikahan mereka.
Namun, pada akhirnya dia menyerah, ia berhenti sebab beban berat terus bertumpu pada pundaknya.
Lepas adalah jalan terbaik meski harus mengorbankan sang anak.
Bekerja sebagai sekertaris CEO tampan, Elen tak pernah menyangka jika boss dingin yang lebih mirip kulkas berjalan itu adalah laki-laki yang menyelamatkan putranya.
laki-laki yang dimata Satria lebih pantas dipanggil superhero~
***
Kilas balik,
"Kamu mau cerai, hah? Hanya karena uang yang aku kasih nggak cukup? Jawab!!! Elen, ingat baik-baik dalam otak bo doh kamu itu, Orang tua kamu aja udah jual kamu ke aku, pakai berlagak minta cerai. Mau jadi gembel kamu?"
"Makan uang haram kamu? aku dan Satria gak butuh itu, Mas. Lebih baik kami jadi gembel dari pada menggunakan uang haram itu," teriak Ellen tak kalah keras, Bram mencengkram rambut Elen kemudian menariknya dengan kasar. Matanya menyalang tajam marah.
"Gak butuh kau bilang? Heh, harusnya kau jadi wanita pandai bersyukur, pandai tau diri. Lima juta itu lebih dari cukup dari pada kamu pontang panting kesana kemari kerja gak jelas! Gak usah berlagak kamu." Bram meninggikan suaranya, semakin menarik kasar rambut Elen sebelum menghempaskannya begitu saja hingga tubuh kurus Elen hampir membentur kursi.
Di balik pintu, Satria hanya bisa berdiri mematung melihat pertengkaran kedua orang tuanya. Tubuhnya beku, hatinya sakit melihat laki-laki yang ia sebut Ayah memperlakukan Momy-nya dengan kasar. Namun, Satria hanya bocah kecil lugu, ia masih bingung menghadapi situasi seperti itu meski sudah terlalu sering melihatnya. Kekerasan, teriakan, pukulan, Satria hanya bisa berharap kelak akan jadi orang kuat agar bisa melindungi Momy-nya.
Bram pergi meninggalkan Elen begitu saja, kesehariannya sebagai pengedar obat haram berkedok kuli membuat Elen geleng kepala. Jika bukan karena hutang piutang judi Ayahnya, Elen tak akan mungkin menikah dengan laki-laki kasar itu. Bukan, bukan hanya kasar, Bram juga tak pernah perduli dengannya dan Satria. Pulang hanya untuk mengambil apa yang dibutuhkan, entah mengisi perut, melampiaskan nafsu, entah melempar uang kuli ke wajahnya atau hanya sekedar melampiaskan amarah.
"Satria." Elen membeku di tempat dengan air mata meleleh saat melihat sang putra keluar dari persembunyian menatapnya polos tanpa kedip.
"Mom..." Lirih Satria.
"Momy gak apa-apa, Sayang!" Elen tersenyum, mengusap sudut matanya lalu memegang pundak Satria. Bocah kecil penguatnya yang sebentar lagi akan memasuki Sekolah Dasar.
"Mom ayo kita pergi, Ayah terlalu jahat sama Momy. Satria gak suka, Mom. Satria benci Ayah!" rengeknya sembari mengusap-usap pipi Elen. Tak ada yang bisa ia lakukan selain membujuk sang Momy agar segera pergi meninggalkan sang Ayah.
"Hey, Jagoan! Dia Ayah kamu loh, gak boleh benci seperti apapun bentuk dan sikapnya, kamu adalah anak satu-satunya Ayah dan Momy, anak kesayangan kami."
Satria mengangguk lesu, meski sebenarnya dalam hati ia sangat kecewa dengan sosok Ayah yang ia miliki. Andai Satria bisa memilih, andai ia bisa memiliki sosok Ayah yang bisa dibanggakan seperti teman-temannya. Mungkin, Satria akan menjadi orang yang paling bahagia.
Hari berikutnya, setelah semalaman tak kunjung pulang, Bram datang membawa sebuah map di tangan.
"Sesuai mau kamu, tapi ingat gak ada uang bulanan untuk Satria. Memilih pergi itu keputusanmu, jadi nafkahi sendiri anak itu." Bram melempar surat cerai di atas meja.
"Satria itu anak kamu juga, Mas."
"Kamu yang memutuskan, kamu sendiri yang menanggung resikonya. Jadi, tanda tangani dan pergi dari rumah ini. Nikmati hidup kalian di luar sana!" bentak Bram.
"Oke, aku dan Satria siap pergi. Aku, Momy-nya tentu aku yang menanggung semua keperluannya. Kelak, kamu jangan pernah menjilat ludahmu sendiri karena sudah memutus hubungan dengan Satria!"
***
Elena Shain, wanita berusia 28 tahun itu menenteng tasnya sambil menggandeng Satria keluar dari Rumah.
Menghela napas lega, karena kini ia sudah bebas dari jerat pria itu.
Menikah muda karena paksaan membuat hatinya luka parah. Bukan hanya itu, ia juga harus menanggung siksaan demi siksaan selama hidupnya bersama pria bernama Bram.
"Elen, mau minggat kemana? Udah dicampak'in Abang Bram ya, uh kasian! mana masih muda," sindir Siti sambil mengibas-ngibaskan kipasnya. Siti adalah keponakan Bram, sifatnya tak kalah jauh, angkuh dan menyebalkan. Setiap hari selalu mencari kesempatan menyerang Elen, sebab dari dulu ia tak suka jikalau Abang kesayangannya menikah dengan gadis kampung macam Elen.
"Mau ke LN, jadi TKW biar bisa bangun rumah tingkat tiga," Sinis Elen.
"Alah palingan juga jadi babu, kebanyakan halu!"
"Masih mending, dari pada jadi parasit!" kesal Elen.
"Ayo Satria, kita pergi jauh-jauh dari tempat ini." Elen menarik tangan Satria pelan, bocah itu menurut akan tetapi bibirnya sedari tadi diam tanpa suara.
"Dasar sombong amat, aku sumpahin kamu ketiban sial!" maki Siti yang kesal karena ucapan Elen.
Elen mengabaikan makian Siti, memilih membawa Satria pergi, ia masih beruntung memiliki sedikit simpanan hasil kerjanya di toko bunga dan uang itu bisa ia gunakan untuk menyewa tempat tinggal baru dan makan beberapa waktu sebelum mendapatkan perkerjaan lagi.
Mengingat Satria yang akan masuk sekolah, Elen tak mungkin tetap bekerja di toko bunga karena tak akan cukup untuk kebutuhan mereka selanjutnya.
Setelah berkeliling, ia akhirnya menemukan tempat yang cocok dengan harga murah.
"Berapa untuk sebulannya, Bu?" tanya Elen.
"Hanya tiga ratus ribu, tapi listrik sama air penyewa yang bayar, bagaimana?"
"Semurah itu, Bu?" tanya Elen tak percaya.
Idha, si pemilik rumah hanya tersenyum simpul kemudian mengangguk.
"Ini rumah saya waktu masih susah, sekarang udah tinggal sama anak laki-laki jadi rumah ini saya kasih murah, itung-itung ada yang bantu merawat," terang Idha.
"Kebetulan sekali, Ibu makasih." Elen tak kuasa menahan binar bahagianya hingga tanpa sadar meraih tangan Bu Idha dan menciumnya.
"Sama-sama, istirahatlah kalian. Saya pulang dulu," pamit Bu Idha.
"Satria, maafin momy, ya? Kamu nggak keberatan kan tinggal disini."
"Mom, asal momy nggak dipukul ayah lagi, Satria nggak keberatan."
Elen memeluk erat Satria, entah jika tak ada anak laki-lakinya mungkin Elen tak akan kuat menghadapi kehidupan peliknya.
Elen pun masuk, melangkahkan kaki di rumah minimalis sederhana yang masih sangat terawat.
"Mom, Kapan Satria sekolah?" tanyanya polos.
"Kita istirahat dulu, Sayang. Secepatnya momy akan cari kerja yang layak agar kamu bisa segera lanjut sekolah."
***
Assalamu'alaikum, saya author mimah e gibran mohon dukungan untuk novel barunya. Boleh tinggalkan jejak dengan rate, like, komen, vote gift sebanyak-banyaknya.
Salam hangat, semoga novel my posesif ceo menjadi salah satu novel favorit kalian nantinya ~
I Love you all__
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Elisanoor
belok ke sini, pdhl mu dowlod f**zzo 😅
2023-12-08
2
Junita Lhk
saya boleh kasih saran gak thor,untuk panggilan mommy bisa di kondisikan sama keadaan dia gk sih,bisalah dia dipanggil mama atau mami saja tidak usah momy,itu kayak kebarat baratan gitu dan kayak org kaya,itu aja sih
2023-02-04
1
tina yusuf
hai kak ak sdh mampir ,mampir juga k aku y trimksh
2022-12-26
0