Fabian dipaksa untuk menggantikan anaknya yang lari di hari pernikahannya, menikahi seorang gadis muda belia yang bernama Febi.
Bagaimana kehidupan pernikahan mereka selanjutnya?
Bagaimana reaksi Edwin saat mengetahui pacarnya, menikah dengan ayah kandungnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Myatra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 3
Fabian benar-benar dibuat bingung dengan keadaan yang memaksanya saat ini. Bagaimana bisa dia menggantikan Edwin menikahi pacarnya. Pernikahan bukan perkara kecil, pengalaman kegagalan pernikahannya dengan Lidya dulu masih membekas dihatinya.
Fabian berfikir, jika dia dan Lidya yang saling mencintai saja gagal mempertahankan pernikahan, apalagi jika dia harus menikahi Febi. Pernikahan seperti apa yang nanti akan dijalaninya.
Keadaan yang mendesak tak memungkinkan dirinya untuk berfikir dan tak mungkin juga dia bisa lepas tanggung jawab. Keluarga Febi juga tak mungkin melepaskannya begitu saja.
Apa mungkin ini cara Tuhan mempertemukannya dengan jodohnya. Semoga keputusan yang diambilnya tak salah langkah.
"Saya,,,, baik, saya bersedia untuk menikah dengan Febby." Akhirnya Fabian bersuara, setelah cukup lama hanya diam dan membuat suasana semakin tegang.
Pak Sofyan, mamah tiri Febi, dan pak ustadz menarik nafas lega mendengar kesediaan Fabian. Sementara Febi, entah harus senang atau sedih. Saat ini hatinya terlalu sakit untuk menerima kenyataan jika Edwin meninggalkannya di hari pernikahannya. Jika dulu Edwin menolak untuk menikahinya, mungkin hati Febi, tak sesakit ini.
Mamah Ria, mamah tiri Febi, mengajak Febi kembali ke kamar, untuk membetulkan riasannya. Sementara yang laki-laki, semuanya menuju ke arah depan. Tamu undangan sudah semakim heboh, karena acara tak kunjung dimulai.
Setelah duduk di kursi tempat ijab qabul, Fabian ditanyai pak ustadz, akan memberikan mahar apa untuk Febi. Fabian berfikir sejenak, lalu teringat, jika dia memakai kalung emas putih seberat sepuluh gram, kemudian Fabian mengambil dompetnya, diambil uang dalam dompet, dihitung, Fabian hanya membawa uang chas tujuh ratus ribu dalam dompetnya.
"Maharnya, kalung emas putih seberat sepuluh gram dan uang sebanyak tujuh ratus ribu."
Mahar yang disebutkan Fabian barusan disimpan di atas meja. Prosesi akad nikahpun dimulai, tak lama terdengar kalimat sakral pernikahan diucapkan Fabian dengan menjabat tangan pak Sofyan.
Febi yang mendengar dari dalam kamarnya, menitikan air mata saat terdengar kata "sah" dari pak ustadz. Cepat-cepat Febi menghapus air matanya, sebelum mamah tirinya dan tukang rias melihatnya menitikan air mata.
Febi sendiri tak tahu, air mata apa yang barusan keluar, air mata kebahagiaan kah, atau air mata kesedihan. Satu hal yang pasti, saat ini Febi sudah menjadi istri dari seorang Fabian Hadi.
Febi dijemput keluar kamar oleh pagar ayu, dengan diiringi mamah Ria, Febi keluar dengan hati-hati. Perasaannya tak menentu, karena sekarang dia akan bertemu dengan suami dadakannya.
Fabian begitu melihat rombongan pengantin wanita menghampirinya, melihat ke arah Febi, tersenyum melihat Febi yang sekarang terlihat cantik karena riasan wajahnya sudah dibenahi, tak seperti tadi.
Jalan jodoh semisteri ini. Apakah jodohnya dengan Febi akan langgeng? Febi berjalan ke samping Fabian yang sedang duduk. Fabian diminta berdiri oleh juru poto untuk menyambut Febi.
Febi diminta untuk mencium tangan Fabian, dan Fabian harus membalasnya dengan kecupan dikening Febi. Keduanya melakukan dengan perasaan yang tak bisa digambarkan. Tampak lampu blitz kamera ikut memeriahkan moment tersebut.
Keduanya duduk untuk mendengarkan khutbah nikah dari pak ustadz. Karena pernikahan belum bisa didaftarkan secara resmi, maka setelah khutbah kedua pengantin langsung sungkem kepada orang tua Febi. Setelah pengantin menyambut tamu undangan yang hadir.
Tak banyak tamu yang hadir, yang di undang hanya tetangga dan saudara saja. Teman-teman Febi, tak ada yang tahu pernikahan ini, karena memang Febi yang meminta. Ada untungnya teman-teman Febi tak di undang, perasaan malu Febi, berganti mempelai pria tak diketahui teman-temannya.
Setelah tamu undangan sepi, pak Sofyan menyuruh Febi, mengajak Fabian ke kamarnya untuk beristirahat jika merasa letih. Fabian dan Febi menuruti permintaan pak Sofyan, tapi bukan untuk beristirahat, melainkan untuk berbicara tentang masa depan pernikahan mereka.
Tujuan pak Sofyan menyuruh mereka ke kamar pun sama, papahnya Febi merasa keduanya harus diberi ruang dan waktu untuk berbicara hanya berdua.
Febi dan Fabian duduk di atas tempat tidur yang bertaburan bungan mawar berbentuk love ditengahnya. Febi bahkan berfikir, kenapa kamarnya jadi seperti ini, tadi saat ditinggalkan belum ada hiasa bunga tersebut. Keduanya duduk dengan berjarak. Lama keduanya terdiam.
"Maaf,,, Om. saya minta maaf sudah melibatkan Om dalam kehidupan saya. terima kasih,, Om sudah bersedia menikahi saya. menyelamatkan keluarga saya dari rasa malu," Febi memberanikan diri berbicara meskipun sambil menunduk dan tangannya tak henti memilin-milin ujung kebayanya.
Sementara Fabian hanya mendengarkan, karena sepertinya Febi masih akan mengutarakan isi hatinya.
"Saya tahu, Om menikahi saya dengan terpaksa, tapi saya meminta dengan sangat, tolong Om memberi saya waktu beberapa bulan sampai pernikahan ini bisa diakhiri, lagian pernikahan ini hanya pernikahan siri, tentunya mudah untuk diakhiri."
Fabian yang mendengarnya sedikit tersentak, merasa lucu dengan pemikiran gadis labil di depannya ini. Baru beberapa jam menikah, sudah berfikir berpisah.
"Jika... Om memiliki kekasih, Om tak harus merasa tak enak hati kepada saya untuk meneruskan hubungan Om dengan kekasih Om. Om bebas berhubungan dengan siapapun. Anggap saja, saya ini hanya keponakan Om."
Mendengar penuturan gadis didepannya ini membuat Fabian tertawa dalam hati. 'Anak kecil mau ngatur-ngatur hidup saya.'
Febi yang tak mendengar jawaban apapun dari Fabian, menoleh ke arah samping untuk melihat Fabian.
Febi yang melihat jika fabian sedang menatap ke arahnya dengan tatapan tajam, langsung menundukan kembali kepalanya, tak berani membalas tatapan Fabian yang seperti elang melihat mangsanya.
"Kamu ternyata cerewet sekali."
Febi langsung menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Merasa salah bicara dan terlalu banyak bicara.
"Sekarang ambilkan saya makan! saya lapar seharian berdiri, datang ke kondangan mau makan-makan, malah jadi pengantin."
Febi langaung berdiri untuk mengerjakan apa yang disuruh Fabian.
Namun sebelum tangannya memegang gagang pintu, Fabian berucap,
"Malam pertama itu perlu banyak tenaga, jadi jangan lupa bawa makanannya dua porsi, kamu juga harus makan!"
Febi yang sudah berfikir yang tidak-tidak, langsung ngacir keluar kamar. Fabian tertawa melihat tingkah Febi.
"Gadis polos yang bersikap sok dewasa," Fabian berbicara pada dirinya sendiri.
BERSAMBUNG
penasaran terus
gak enak banget dibaca
semoga bian dan Febi bahagia selalu
kan katanya sejak kecil Fabian kurang kasih sayang mama