Barbar Queen & Sang Ceo Kejam

Queen dan ibunya, Zoanna, baru saja kembali ke rumah. Begitu melepas sepatu, Queen langsung menjatuhkan tubuhnya ke sofa dengan kesal.

“Buang-buang waktuku seharian,” gerutu Queen.

“Queen, kenapa nomor papamu tidak bisa dihubungi?” tanya Zoanna sambil terus mengutak-atik ponselnya.

“Jangan tanya aku. Dia itu suamimu. Mendapat istri yang suka berjudi, merokok, dan berhutang sana-sini… pria mana yang tidak lari?" jawab Queen tajam.

“Apa kau bicara yang benar? Dia adalah masa depanku! Dia berbeda dari yang lain,” bantah Zoanna.

“Aku tidak yakin dia akan setia pada Mama. Pria buta mana yang bertahan dengan istri yang bahkan tidak urus rumah? Cepat atau lambat, dia akan jadi masa belakang Mama,” balas Queen dengan ceplas ceplos.

“Bukan masa belakang, tapi masa depan! Dasar bodoh!” Zoanna mencibir sambil memelototi putrinya.

“Terserah, aku mau mandi. Lihat saja, hubungan kalian itu tidak akan bertahan dua bulan,” ujar Queen sambil bangkit dan berjalan menuju kamarnya.

“Anak ini… tidak pernah bicara yang baik-baik,” gumam Zoanna sambil memijat pelipisnya.

Baru beberapa detik Queen masuk, ia kembali keluar dengan wajah datar. “Mama, siapa yang menjamin kita malam? Apa salah satu simpanan Mama?” tanyanya tajam.

“Hei! Bisa tidak kau jangan bicara yang membuatku marah? Mama mana punya simpanan,” balas Zoanna, mulai naik nada.

“Tidak punya? Bukankah Mama punya banyak teman pria yang sering berjudi bersama? Mungkin saja Mama sudah jadi simpanan salah satu dari mereka,” sindir Queen sambil menyilangkan tangan.

“Tidak ada! Tidak ada! Mama sendiri juga tidak tahu siapa yang menjamin kita keluar tadi Mama juga penasaran,” elak Zoanna dengan gelisah.

Queen mendengus dan kembali masuk ke kamarnya tanpa bicara lagi. Sementara itu, Zoanna mencoba menghubungi suaminya, tetapi teleponnya tetap tidak tersambung.

Tak lama kemudian, Queen berteriak dari dalam kamar, “Mama! Pulanglah ke rumah suamimu! Kau sudah menikah, tapi masih tinggal di sini dan jadi bebanku!”

Teriakan itu membuat Zoanna terlonjak, hingga ponsel yang digenggamnya jatuh ke lantai.

“Dasar bocah jahanam! Anak durhaka! Kau ingin mengusir Mama, ya?!” bentak Zoanna, wajahnya memerah karena emosi.

"Iya, aku mengusirmu. Setiap kau berhutang pada mereka, pasti alamat rumahku yang kau berikan pada mereka. Lain kali berikan saja ginjalmu," teriak Queen.

Keesokan harinya.

Brak!

Suara hantaman keras mengguncang pintu dari luar.

“Woi! Siapa di luar sana?!” teriak Queen sambil keluar dari kamarnya dengan wajah kesal.

“Suruh Zoanna keluar sekarang juga!” suara pria dari luar menggelegar.

Queen melirik ke sekeliling ruang tamu dan menemukan ibunya bersembunyi di bawah meja, gemetaran sambil memberikan isyarat agar Queen tidak bersuara.

“Pasti penagih utang lagi…” gumam Queen pasrah. Ia mendekati pintu.

“Hei! Jangan dibuka! Dasar bodoh!” bisik Zoanna panik, suaranya bergetar.

Queen mengabaikannya dan memutar kunci. “Berapa lagi dia utang pada kalian?” tanya Queen begitu pintu terbuka lebar.

“Satu juta yuan. Dia harus melunasinya hari ini juga,” jawab pria itu dengan dingin.

“Kalian dari perusahaan mana?” tanya Queen tanpa rasa takut.

“Bos kami sudah memberi waktu dua bulan, tapi sampai sekarang belum dibayar. Jadi kalau dia tidak berniat membayar, kami hanya bisa membawanya pergi,” ujar pria itu.

“Baiklah, uang aku tidak ada. Kalau kalian mau, bawa saja dia,” kata Queen sambil menunjuk arah bawah meja.

Tiga pria itu memasuki rumah dan menuju meja tempat Zoanna bersembunyi. Dengan kasar, salah satu dari mereka menarik kaki Zoanna hingga tubuh wanita itu terseret keluar.

“Aaah! Tolong! Queen! Kenapa kau beritahu mereka aku bersembunyi di sini?!” Zoanna menjerit saat salah satu pria mengangkatnya ke pundak.

“Ma, lebih baik Mama menyerah saja. Lagi pula usia Mama belum 60. Kalau dijual masih laku,” jawab Queen santai sambil melipat tangan.

“Hei! Dasar anak durhaka!” Zoanna berteriak panik ketika mereka membawanya keluar rumah.

“Menyusahkan saja…” gumam Queen sambil menutup pintu, seolah itu hanyalah gangguan kecil.

Queen lalu mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang.

“Halo, Paman Yu. Mama diculik penagih utang. Mereka akan menjual Mama untuk melunasi hutang.”

“Bagaimana mamamu bisa dibawa pergi?” tanya Kapten Yu dengan nada tak percaya.

“Aku yang menyuruh mereka. Ini satu-satunya cara agar aku bisa minta bantuan polisi.”

“Kau pintar sekali… menyerahkan ibumu sendiri pada mereka dulu, baru lapor polisi,” ujar Kapten Yu sarkastik.

“Paman, aku ini sendirian. Mana bisa melawan beberapa pria? Jadi aku hanya bisa mengorbankan calon istrimu,” balas Queen dengan ceplas ceplos.

“Jangan asal bicara! Kirim alamat mereka sekarang!”

“Baiklah!”

Di perjalanan menuju suatu tempat.

Zoanna duduk terjepit di dalam mobil, kedua tangannya diikat.

“Hei! Kalian mau bawa aku ke mana? Utangku tidak sampai satu juta! Kalian hanya memerasku!” Zoanna memprotes keras, wajahnya merah menahan emosi.