NovelToon NovelToon
Ayudia Putri Dari Istriku

Ayudia Putri Dari Istriku

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Anak Haram Sang Istri / Romansa
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Hania

Karena cinta kah seseorang akan memasuki gerbang pernikahan? Ah, itu hanya sebuah dongeng yang indah untuk diriku yang telah memendam rasa cinta padamu. Ketulusan ku untuk menikahi mu telah engkau balas dengan sebuah pengkhianatan.

Aku yang telah lama mengenalmu, melindungi mu, menjagamu dengan ketulusanku harus menerima kenyataan pahit ini.

Kamu yang lama aku sayangi telah menjadikan ketulusanku untuk menutupi sebuah aib yang tak mampu aku terima. Dan mengapa aku baru tahu setelah kata SAH di hadapan penghulu.

"Sudah berapa bulan?"

"Tiga bulan."

Dada ini terasa dihantam beban yang sangat berat. Mengapa engkau begitu tega.

"Kakak, Kalau engkau berat menerimaku, baiklah aku akan pulang."

"Tunggulah sampai anak itu lahir."

"Terima kasih, Kak."

Namun mengapa dirimu harus pergi di saat aku telah memaafkan mu. Dan engkau meninggalkanku dengan seorang bayi mungil nan cantik, Ayudia Wardhana.

Apa yang mesti ku perbuat, aku bukan manusia sempurna....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3: Antonio

Esok paginya, Mereka segera cek out dari hotel, tempat mereka menginap semalaman. Bukan keindahan yang Dika dapatkan, layaknya pasangan baru yang baru menikah, tetapi kesedihan yang yang tak terkira yang Dika dapatkan. Namun demikian Dika tetap bersabar.

Dika membawa Lea ke rumah yang suda lama disiapkannya. Sebuah rumah megah dengan halaman yang luas, seperti yang idamkan selama ini.

Dika membawa Lea ke ruang tidur utama, sebuah ruang tidur yang sangan luas dengan perabotan yang telah lengkap untuk dirinya, terutama meja rias dan lemari.

“Itu lemari sudah penuh dengan baju. Tak usah kamu ambil bajumu yang ada di rumah papa. Mungkin untuk baju ibu hamil belum siap. Sabar ya, pasti kakak belikan.”

“Terima kasih, Kak.”

Lea sangat bahagia, Dika sudah menyiapkan semuanya untuk dirinya. Namun ia harus kecewa ketika Dika berkata, “Kamu tidur di sini saja. Aku akan tidur di kamar sebelah.”

“Aku harap kamu tak kecewa, Lea.”

“Ya. Aku mengerti, Kak.”

“Kalau ada apa-apa, tinggal ketuk pintu kakak.”

“Terima kasih, Kak.” Lea pun merebahkan tubuhnya di ranjang. Tubuhnya masih sangat lelah. Ditambah pula sejak semalam ia belum bisa tidur.

Dika meninggalkan Lea. Ia juga ingin beristirahat sejenak. Sebagai pengganti istirahatnya semalam.

Untuk hari ini, biarlah seperti ini.  Tapi yang jelas, ia tak bisa mengabaikan Lea. Ia sedang hamil. Ia harus bisa menjaga moodnya, agar bayi yang dikandungnya bisa tumbuh dengan baik. Rasa kecewa ini biarlah ia simpan dalam hatinya saja. Ia akan focus dalam menunjang kesehatan jiwa maupun raga bumil. Agar ia merasa tak diabaikan, tentu sebatas yang ia mampu.

***

“Kakak, aku  ingin mbok Sari ikut kita,” kata Lea saat sarapan di suatu pagi.

Dika diam sejenak. Di rumahnya memang sudah banyak art yang akan membantu Lea dalam mengurus rumah tangga. Tapi sepertinya Lea perlu teman dan membimbingnya dalam menghadapi kehamilannya ini. Memang sosok Mbok Sari yang cocok, tapi bagaimana dengan papa Wisnu. Apakah ia akan mengijinkan?

“Ok, nanti aku bilang Papa. Semoga diijinkan.”

“Setelah mengantarmu control, nanti kita jemput Mbok Sri.”

“Makasih, Kak.”    

Dika akan menyempatkan waktu untuk menemani Lea control. Atau hanya mengingatkan untuk meminum susu bumilnya. Entahlah, mengapa ia bisa melakukan itu semua. Padahal sampai saat ini, rasa kecewa masih ia rasakan. Apakah ini tumbuh karena cinta yang selalu ada untuk Lea atau hanya rasa kasihan pada wanita yang berbadan dua. Tak tahulah.

Menjelang usia kehamilan 9 bulan,  Dika sering mengajak Lea untuk jalan pagi. Apalagi kalau hari libur, mereka akan jogging di hutan kota. Semua ia lakukan agar Lea memperoleh kemudahan dalam menjalani persalinannya kelak.

“Kak, aku kok pingin mendoa. Belikan, dong!” pinta Lea sesaat setelah jalan pagi menyusuri jalanan kecil yang ada di hutan kota.

“Perasaan selama hamil, kamu makin manja deh. Ini karena babynya atau mamanya?”

“Hehehe…dua-duanya.”

“Baiklah, tunggulah di sini sebentar.”

Dika sudah bertekad akan memperbaiki hubungan mereka kelak setelah Lea melahirkan. Taka da salahnya jika saat ini ia memberikan perhatian penuh pada Lea, apalagi saat ini menjelang kelahiran babynya. Dia perlu dukungan dari orang-orang yang ada di sekitarnya.

Sementara Dika membeli mendoa, Lea mendaratkan tubuhnya berlahan-lahan di atas hamparan rumput. Agak sulit, tapi ia tetap berusaha untuk. Ia tertolong sekali saat sebuah tangan membantunya.

“Antonio?” Lea terkejut bukan kepalang, saat melihat sosok yang membantunya. Ia tak menyangka akan bertemu dengan sosok yang sudah ingin ia lupakan. Dia pun menghempaskan tangannya. Ia pun mengurungkan keinginannya untuk duduk.

“Apa kabar, Lea?...Bagaimana kabar anak kita, apakah ia baik-baik saja?” tanya Antonio dengan senyum semiriknya.

Gigi Lea gemeretak, menahan amarah. Berani-beraninya Antonio berkata kepadanya seperti itu.

“Gila, kamu Antonio. Siapa yang mau hamil dengan orang sepertimu. Dan perlu kamu ingat, Aku wanita yang sudah bersuami. Anak dalam kandunganku ini adalah anakku bukan anakmu,” kata Lea. Ia tak ingin Antonio tahu keadaan yang sebenarnya. Biarlah rahasia ini cukup ia, suaminya dan Mbok Sari yang tahu. Lagi pula ia tak ingin anak itu jatuh pada Antonio, meskipun ia adalah bapak biologisnya. Cukup ia yang menjadi korban kebrengsekan Antonio. Janganlah putrinya akan menjadi korbannya juga.

Untuk apa mempedulikan orang gila sepertinya, tak ada manfaatnya sama sekali.

“Pergilah! Aku tak punya urusan denganmu,” usirnya.

“Mengapa engkau mengusirku, Lea. Padahal kamu tahu pasti kalau anak yang kau kandung adalah anakku. Aku ke sini hanya ingin bertemu dengannya.” Antonio mencoba mengusap perut Lea. Spontan Lea menepisnya.

Orang seperti tak bisa dibiarkan. Dia akan nekat. Tapi untuk melawan, Lea tak punya kekuatan. Lebih baik ia pergi, menuju keramaian mencari keberdaan Dika. Di dekatnya, ia akan merasa aman. Ia pun melangkah cepat meninggalkan Antonio.

Lea sangat ketakutan sehingga tak lagi memperhatikan langkahnya dan juga kedaannya yang kini sedang hamil tua. Ia baru sadar ketika merasakan nyeri yang amat sangat di perutnya dan tampak darah segar mengalir di sela-sela pahanya.

“Kakaaakkkkk….” panggil Lea. Ia sudah tak sanggup lagi bertahan. Ia jatuh terduduk dengan darah yang semakin deras mengalir di sela-sela pahanya.

Antonio yang tiba di tempat Lea, segera ingin menolongnya. Namun Lea menepisnya.

“Pergi kamu!”teriaknya. Antara kemarahan dan rasa sakit di perutnya bercampur jadi satu. Ia hanya berharap Dika segera datang.

Untung saja Dika segera datang. Dia syok dengan keadaan Lea. Tanpa berfikir panjang, ia segera membopong tubuh Lea. Dan membawanya ke mana mobilnya terparkir.

“Adakah yang bisa menyetir,” tanya Dika pada orang yang mengerumuninya.

Tanpa banyak kata, Antonio segera masuk dan mengambil kendali mobilnya.

“Keluar Kau!” usir Lea. Tapi tak dipedulikan oleh Antonio. Ia segera menginjak pedal dan melajukan mobil itu dengan segera, agar Lea segera mendapat pertolongan. Tak peduli berapa kali Lea menyumpahinya dan mengusirnya, ia tetap konsentrasi mengendalikan kemudi. Ia merasa bersalah dengan apa yang terjadi pada Lea. Ia tak menyangka kalau Lea akan lari menghindarinya dan menyebabkan ia seperti ini.

“Sayang, istighfar.” Dika menenangkan. Dika tak tahu siapa yang Lea maksud. Mungkinkah karena rasa sakit yang amat sangat menjelang melahirkan, sehingga ia berkata seperti ini.

“Jangan ambil putriku, Nio. Aku yang mengandungnya, Nio. Aku yang susah payah menjaganya, Nio. Apakah kamu mau mengambilnya, hah. Lalu kamu peralat dia untuk mengeruk kekayaan demi dirimu. Kamu kejam, Nio. Pergi kau, Nio …” Lea terus saja mengocek tak jelas. Membuat Dika makin panik.

“Cepat, Mas. Kasihan istriku, kesakitan begini.” Baik Dika maupun Antonio tak tega melihat keadaan Lea. Begini kah keadaan orang yang melahirkan. Apalagi dengan keadaan Lea yang seperti ini.

“Baik, Pak.” Antonio menambah kecepatan mobilnya. Untung saja hari ini hari libur, tak banyak kendaraan yang berseliweran. Sehingga ia bisa sampai di rumah sakit dengan cepat.

Begitu tiba, Dika segera keluar sambil membopong tubuh Lea yang sudah penuh dengan darah dan wajahnya tampak semakin pucat namun bibirnya masih berucap yang tidak-tidak, beberapa kali ia menyebut nama Nio Nio. Siapakah sebenarnya Nio?

Beberapa perawat menyambutnya dengan membawa tempat tidur pasien. Dika segera menurunkannya, tampak ia mulai tenang.

“Istighfar, Sayang.” Dika terus menyerukan istighfar di telinga Lea. Sampai suara Lea menghilang dengan wajahnya semakin pucat.

“Suster, Istriku suster.”

“Bapak tenang ya. Tunggu di sini dulu!”

Langkah Dika pun terhenti. Ia membiarkan perawat itu membawa tubuh Lea ke dalam ruang persalinan.

1
Mike Shrye❀∂я
mampir akak.
mampir juga di karya aku ya🤭
partini
lanjut Thor,aku berharap perjodohan ayu ga ada Thor di ganti yg lain
partini
good story 👍👍👍👍
Hania
iya kakak.
cuman akan aku persingkat.

sayang kalau tak ku teruskan tulisan ini.

biar deh, walaupun tak lulus review.
yang penting selesai dulu.
Hania: terima kasih kk🙏
total 3 replies
partini
Thor ini dari awal lagi yah,,kemarin kan ayu udah di jodohin biarpun sama ayah dika saling mencintai
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!