Setelah berhasil kabur dari Ayah angkatnya, Iyuna Marge memutuskan untuk bersekolah di sekolah elite school of all things Dengan Bantuan Pak kepala yayasan. Ia dengan sengaja mengatur nilainya menjadi 50 lalu mendapat kelas F. Di kelas F ia berusaha untuk tidak terlihat mencolok, ia bertemu dengan Eid dan mencoba untuk memerasnya. Begitu juga beberapa siswa lainnya yang memiliki masa lalu kelam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggara The Blukutuk³, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ujian
Keesokan harinya.
"Nngh~" Iyuna meregang di kasurnya, merentangkan kedua tangannya lebar-lebar sementara selimutnya tersingkap ke samping. Ia tampak baru bangun tidur, matanya masih setengah terpejam melawan cahaya pagi yang menyusup melalui celah tirai. Ia menatap ke arah jam, jarum pendeknya menunjukkan pukul 05:55 AM. Kelas dimulai jam 7. Dan hari ini adalah hari kedua sekolah SMA Iyuna.
Iyuna segera bangkit dari ranjangnya dengan gerakan cepat, menginjak lantai yang dingin dengan kaki telanjangnya, seolah tak terjadi apa apa di hari sebelumnya. Ia lalu mengangkat baju tidurnya melewati kepalanya dalam satu gerakan mulus, menyisakan kulitnya yang pucat terpapar udara dingin, dan menurunkan celananya dengan satu tarikan, bersiap untuk mandi.
Setelah mandi, tetesan air masih menempel di ujung rambutnya yang basah, ia memakai seragam sekolahnya yang berwarna putih dengan rok pendek berwarna hitam kebiruan. Jemarinya dengan cekatan mengancingkan kemejanya satu per satu dari bawah ke atas. Lalu melangkah keluar dari kamar Asramanya, menutup pintu dengan suara 'klik' pelan.
Sedangkan di sisi lain, "Dimana dia yah?" Gumam Lucy, mengetuk-ngetukkan ujung sepatunya ke tanah dengan gelisah, saat ini dia sedang berdiri di depan gerbang Asrama. Tampak menunggu seseorang, matanya terus menyapu area sekitar dengan harapan.
"Ayo, kau menunggu siapa?" Ucap Fyona di samping Lucy, memiringkan kepalanya dengan penasaran.
"Aku-aku sedang menunggu Iyuna," Jawab Lucy, tangannya memainkan ujung rambutnya dengan gerakan melingkar.
Fyona tertawa kecil, matanya berkilat jahil, "Kau ingin berteman dengannya lah tu..." Godanya, menyenggol bahu Lucy dengan sikunya.
"I-iya, tapi kayanya dia adalah tipe yang sulit diajak berbicara," Ucap Lucy menunduk, menghela napas panjang sambil menatap ujung sepatunya.
Fyona memegang bahu Lucy, jemarinya memberikan tekanan menenangkan, "Lucy yang saat SMP bisa berteman dengan semua orang disekolah tidak akan mungkin gagal kan?" Ucap Fyona menenangkan Lucy, bibirnya tersenyum menyemangati.
Lucy menunduk sejenak, kemudian mengangkat wajahnya dengan senyum lebar, "Ya!" Semangatnya kembali, matanya berbinar penuh tekad.
Iyuna muncul dari gerbang, berjalan perlahan dengan pandangan lurus ke depan tanpa menatap sekitar, sepatunya bergesekan dengan kerikil halaman. "Nah, itu dia!" Ucap Lucy semangat, menunjuk ke arah Iyuna yang sedang berjalan, jari telunjuknya teracung tinggi.
"Iyuna!" Panggil Lucy sembari melambaikan tangannya dengan antusias dan berlari ke arah Iyuna, rambutnya yang putih berkibar ditiup angin.
Iyuna menoleh kebelakang sejenak, matanya menyipit sedikit, ia mencoba membalas dengan lambaian kecil, hampir tidak terlihat.
Fyona menyusul mereka dari belakang, kakinya bergerak cepat, napasnya sedikit terengah, "He-hey, tunggu aku!" Panggilnya, tangannya melambai-lambai berusaha menarik perhatian.
Mereka berdua pun berjalan bersama disamping Iyuna, menyesuaikan langkah mereka dengan tempo Iyuna yang tenang dan teratur.
Selama berjalan, mereka berusaha mengajak Iyuna mengobrol, bertukar pandangan penuh arti. "Hei Iyuna, apa kau sudah memaafkan Kakakku?" Ucap Lucy, mencondongkan tubuhnya sedikit untuk melihat ekspresi Iyuna.
"Kakakmu?" Elak Iyuna, alisnya terangkat sedikit, berpura pura lupa.
"Iya!" Ucap Lucy, mengangguk dengan semangat.
"Memangnya ada apa Iyuna dengan Rakha-Senpai?" Sahut Fyona, matanya membelalak penasaran.
Lucy lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Fyona, jemarinya menyelipkan rambut ke belakang telinga, "Kemarin malam....." Ia membisikkan semua kejadian itu kepada Fyona, tangannya bergerak-gerak mengilustrasikan ceritanya.
Iyuna hanya menatap mereka sejenak dari sudut matanya, lalu berjalan dengan langkah mantap seolah tak terjadi apa apa, tangan kanannya mengeratkan pegangan pada tali tasnya.
"Hee? Benarkah?" Ucap Fyona heboh, mulutnya terbuka lebar, matanya membulat tidak percaya.
Fyona lalu melirik Iyuna dengan tatapan menyelidik, dan mendekatinya, bahunya bersentuhan dengan bahu Iyuna. "Benarkah itu?" Goda Fyona, senyum jahil terlukis di wajahnya.
Iyuna hanya melirik Fyona sekilas, matanya yang datar bertemu dengan mata Fyona yang berbinar. "Tidak, itu tidak benar," Elaknya, kepalanya menggeleng samar.
"Hee? Tapi aku melihatnya sendiri kemarin.." Sahut Lucy, tangannya terangkat menekankan pernyataannya.
"Tidak, kau tidak melihatnya," Elak Iyuna, melangkah semakin cepat.
"Ha³, kau lucu Iyuna!" Ucap Fyona, tertawa kecil sambil menepuk punggung Iyuna.
"Oh iya, apa tidurmu nyenyak kemarin malam?" Tanya Fyona, memiringkan kepalanya mendekati wajah Iyuna.
"Apa maksudmu?" Tanya Iyuna, matanya tetap menatap lurus ke depan.
"He? Ba-bagaimana bisa?" Respon Fyona terkejut, tangannya menutup mulutnya dramatis.
"Apa maksudmu?" Tanya Iyuna jutek, bibirnya merapat membentuk garis tipis.
"Kau tau kan? Kalau aku ada di posisimu—" Fyona menarik napas panjang, matanya menerawang.
"—aku tidak akan bisa tidur karena terus memikirkannya!" Ucap Fyona semangat, kepalanya berbunga-bunga membayangkan Rakha, pipinya merona merah.
"Belum lagi, kau kemarin sampai di-anu olehnya kan?" Goda Fyona, menyikut pelan lengan Iyuna.
"Di-anu?" Tanya Iyuna datar, alisnya sedikit terangkat.
"Kau tau kan? Seperti seorang pangeran yang menghimpit sang putri diantara dirinya dan tembok," Ucap Fyona, tangannya membentuk gestur seolah mendorong sesuatu ke dinding.
"Aku tidak mengerti. Apa untungnya?" Tanya Iyuna, melangkah melewati genangan air kecil di jalan.
"Y-ya..." Jawab Fyona, ia mengetukkan jari ke dagunya, sedang berpikir.
Lucy menghela napas, uap tipis keluar dari mulutnya di udara pagi yang sejuk, lalu membisikkan sesuatu ke Fyona, bibirnya nyaris menyentuh telinga Fyona. "Iyuna itu gadis yang polos, akan sulit jika kau ingin berbicara dengannya," Bisiknya.
"Be-begitu yah.." Respon Fyona kaget, matanya membesar.
Iyuna hanya terus berjalan dengan irama yang konstan sembari melirik mereka sesekali dari sudut matanya yang tajam.
Setelah berjalan hampir 30 menit, kaki mereka mulai terasa pegal dan hangat. Mereka akhirnya sampai di gerbang sekolah, bangunan megah menjulang di hadapan mereka. Mereka masuk ke kelas 10F, melangkah melewati koridor yang ramai dengan siswa-siswi.
Iyuna berjalan ke mejanya dengan langkah ringan tanpa melihat ke sekitar, tasnya ia letakkan di samping meja dengan hati-hati. Sedangkan di sampingnya, Eid sedang membaca buku, jemarinya dengan cekatan membalik halaman yang sudah menguning. "Selamat pagi, e..., Eid?" Sapa Iyuna datar, menarik kursinya.
Menyadari itu, tubuh Eid menegang seketika, matanya membelalak kaget. "E-e-eh? I-iya, selamat pagi," Balas Eid, jemarinya gemetar sedikit menggenggam ujung buku.
Tak lama kemudian, guru mereka masuk, langkah kakinya yang tegas menggema di lantai kelas. "Selamat pagi anak-anak," Sapa Bu Rheine dengan semangat, senyumnya merekah lebar.
"Selamat pagi bu," ucap seisi kelas, suara mereka bersahutan tidak serempak.
"Hari ini adalah hari kedua kalian masuk ke kelas 10F. Bagaimana? Apa kalian sudah saling mengenal satu sama lain? Apa kalian sudah hafal rute sekolah ini?" Tanya Bu Rheine.
Dan yap, beberapa siswa menjawab sudah dengan anggukan, dan beberapa lainnya menjawab belum, menggelengkan kepala mereka perlahan.
"Baiklah, ibu ada satu pesan yang harus ibu sampaikan untuk kalian," Ucap Ibu Rheine, raut wajahnya berubah serius.
"Pesan apa itu sensei?" Tanya Lucy, mengangkat tangannya tinggi-tinggi, jemarinya terentang.
"Karena masuknya siswa tahun ini dianggap terlalu mudah, maka akan diadakan ujian," Ucap Bu Rheine, nadanya serius, matanya menatap tajam ke seluruh ruangan.
"Ujian?" Gumam Arga, tangannya mengepal di atas meja.
"Ujian dimana ini akan menentukan masa depan kalian di sekolah ini—" Bu Rheine berjalan perlahan di depan kelas, sepatu hak tingginya berketuk di lantai.
"—dan kalau kalian mendapat nilai dibawah 50—" Ucap Bu Rheine serius, tangannya menggambar garis di udara.
"Apa yang akan terjadi sensei?" Tanya Lucy, matanya melebar penuh kekhawatiran.
"Kalian akan di dropout!" Tegas Bu Rheine, tangannya menghantam meja dengan suara keras.