"Bapak, neng lelah kerja. Uang tabungan untuk kuliah juga gak pernah bisa kumpul. Lama-lama neng bisa stress kerja di Garmen. Cariin suami yang bisa nafkahi neng dan keluarga kita, Pak! Neng nyerah ... hiikss." isak Euis
Keputusasaan telah memuncak di kepala dan hati Euis. Keputusan itu berawal karena dikhianati sang kekasih yang berjanji akan melamar, ternyata selingkuh dengan sahabatnya, Euis juga seringkali mendapat pelecehan dari Mandor tempatnya bekerja.
Prasetya, telah memiliki istri yang cantik yang berprofesi sebagai selebgram terkenal dan pengusaha kosmetik. Dia sangat mencintai Haura. Akan tetapi sang istri tidak pernah akur dengan orangtua Prasetyo. Hingga orangtua Prasetyo memaksanya untuk menikah lagi dengan gadis desa.
Sebagai selebgram, Haura mampu mengendalikan berita di media sosial. Netizen banyak mendukungnya untuk menghujat istri kedua Prasetyo hingga menjadi berita Hot news di beberapa platform medsos.
Akankah cinta Prasetyo terbagi?
Happy Reading 🩷
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 : Lelahnya Euis
Hai Readers...
Bab 3 mulai masuk rencana perjodohan, baca pelan-pelan sambil ngemil nastar juga boleh... Happy reading 🎉🎉
***
Euis berjalan dengan kaki yang sudah terasa terbakar, karena siang itu matahari sedang memasak rendang dengan kayu bakar. Peluh sebesar jagung sudah memenuhi keningnya. Es teh manis solo jumbo pun sudah tandas tersisa es batu yang hampir memenuhi bibir cup plastik.
"Kemana lagi aku harus cari kerjaan sampingan." gumam Euis.
Euis duduk di sebuah teras mushollah pinggir jalan, mengibaskan surat lamaran yang terbungkus amplop cokelat. Tangan dan wajahnya mulai terlihat kehitaman di bagian yang terbuka. Sepulang kerja, hampir tiga jam dia keliling dari toko satu ke toko lainnya. Berbekal ijazah SMA, lowongan pekerjaan sangat terbatas, diterima jadi waiters saja dia sudah bersyukur tidak pernah bermimpi kerja kantoran.
"Kasian bos keteteran ngurus bayi sama pabrik. Setiap hari ngendong bayinya yang baru lahir kalau ninjau pabrik." ucap seorang pemuda yang baru saja selesai sholat ashar.
"Cantik doang tapi gak bisa ngurus anak mah ngapain dikawinin. Bos kaya kenapa gak cari istri lagi yah." timpal pemuda lain.
Kedua orang lelaki muda berusia dua puluhan sedang memakai sepatu sambil bergosip mengenai bosnya. Euis hanya melirik sekilas, tidak tertarik dengan obrolan mereka.
"Kayaknya tadi Umy Haji pasang pengumuman lowongan baby sitter." ucap salahsatu pemuda itu.
"Lama-lama Umy haji dan juragan juga geram sama menantunya." jawab kawannya.
Euis langsung menegakkan punggungnya setelah mendengar ada lowongan baby sitter. Dia lalu mendekati kedua pemuda itu.
"Emmh... Permisi kang, mau nanya." sapanya
"Iya neng... " keduanya menoleh ke arah Euis dan menatapnya dengan lekat.
"Maaf saya menguping, tadi akang cerita ada yang sedang buka lowongan baby sitter, apa masih ada lowongan nya, Kang?!" wajah Euis terlihat sangat memelas.
"Oiya ada, orangtua bos saya yang buka lowongan. Si teteh mau coba melamar?" tanyanya
Euis mengangguk dengan senyuman tipis, "Bisa minta alamatnya untuk taruh lamaran."
"Ikut kami aja teh, kebetulan kami sudah harus balik ke kantor." ajak salahsatunya.
"Tetehnya bawa motor?" Euis menggeleng. Kedua pemuda itu saling tatap.
"Ya udah, kamu bonceng dia. Aku naik angkot."
Euis jadi merasa tidak enak hati, "eh, jangan begitu kang. biar saya aja yang naik angkot. Kasih alamatnya aja."
"Engga apa-apa teh" jawab salah satu dari pemuda itu dan tak lama ia langsung menyetop angkot yang akan membawanya kembali ke kantor.
Akhirnya Euis pun ikut dengan pemuda yang sudah siap mengendarai motornya. Euis duduk dengan canggung di kursi penumpang.
"Tetehnya lulusan apa?karena Bu haji kasih persyaratannya banyak, termasuk salahsatunya harus lulusan minimal D3." ucap pemuda itu di saat motor sudah membelah jalan raya.
Deg!
"Owh begitu kang, saya cuma lulusan SMA, kang." Jawa Euis dengan menundukkan wajahnya.
Pemuda itu memperhatikannya dari kaca spion, tidak ingin mengecewakan perempuan yang ada di boncengannya, dia membesarkan hati Euis. "Engga apa-apa dicoba dulu, barangkali rezeki teteh, tiba-tiba Bu haji berubah pikiran, iya gak?!" dia tersenyum.
Euis pun mengangguk ragu.
"Kita belum kenalan, nama teteh siapa?" tanyanya.
"Euis Hanani Maharani, dipanggil Euis. Nama akang siapa?"
"Saya Rizal, teman saya yang tadi Ervan." Rizal terus melirik Euis dari kaca spion.
Motor Rizal pun sampai di depan sebuah bangunan yang mirip sebuah rumah mewah. Hanya ada tiga lantai, lantai ketiga hanya sebuah rooftop. Euis nampak ragu untuk ikut masuk.
"Ayo Euis ikut saya." ajak Rizal. Dari arah pintu gerbang Ervan baru saja turun dari angkot.
"Gue kira bakal Lo bawa keliling Tirta dulu cewek itu, Zal!" seloroh Ervan.
"Masih sore gak bisa diajak ke semak-semak, Van." jawaban Rizal membuat Euis bergidik.
"Jangan takut gitu teh, kita cuma becanda." Ervan mengedipkan sebelah matanya.
Euis menundukkan wajahnya dengan bibir mengerucut, dalam hati Euis mengumpat bahwa candaan mereka gak lucu.
"Melan, Bu haji masih ada?" tanya Rizal di resepsionis.
"Baru aja pulang sama den Raga. Kayaknya mau imunisasi. Kenapa nanyain Bu Haji?" tanya Melani
"Ada yang mau ngelamar baby sitter. Masih buka lowongan nya?" tanya Ervan
"Belum ada yang diseleksi jurangan Pras. Semua cuma numpuk di situ. Lagian nyari baby sitter aja pakai surat lamaran kayak mau kerja di bagian keuangan atau apa, syaratnya minimal D3 lagi." gerutu Melan
Euis melirik tumpukan surat lamaran yang sudah menggunung, rasanya hati langsung menciut. Apalagi ia hanya lulusan SMA.
Dari arah pintu, seorang lelaki berpenampilan rapih dengan kemeja dan dasi senada, masuk dengan wajah kusut dan muka cemberut. Tanpa menyapa bawahannya ia langsung membuka pintu ruang kerjanya dengan kasar, hingga pintu kaca itu berderit dengan kencang. Euis serasa pernah melihat wajah lelaki itu tapi dimana, ia terus mengingat-ingatnya.
"Melan bawa semua lamaran itu ke ruangan saya!" suara dari arah interkom terdengar.
"Teh cepat tumpuk surat lamaran kamu di sana. Biar dibawa masuk Melan." seru Rizal.
Euis gegas meletakkan surat lamaran itu, namun sebelum meletakkannya ia sempat berkomat kamit di depan amplop cokelat itu, ia berdoa dengan kesungguhan hati semoga surat lamarannya berhasil membawakan pada kehidupan yang lebih baik.
"Saya tunggu dipanggil sekarang atau bagaimana teh?" tanya Euis.
Melan memperhatikan penampilan Euis dari atas hingga bawah. "Ditinggal aja, ngapain kamu tungguin. Belum tentu surat lamaran kamu dibaca. Kualifikasinya sangat ketat." jawab Melan dengan sinis.
Euis menelan salivanya dengan susah, A change in a million harapan yang sangat kecil rasanya. Bahu Euis menurun dengan wajah sedih ia pamit dengan menganggukkan kepala.
"Euis! Semangat!" teriak Rizal dari meja kerjanya, Ervan pun memberikan semangat dengan mengangkat lengannya.
"Terima kasih, kang." lalu ia pun keluar dari kantor yang berada dalam lingkungan rumah itu.
***
"Sudah kamu pilih kandidat yang akan menjadi istri kedua kamu Pras?" tanya Arini Koesuma.
"Umi, kita hanya butuh baby sitter bukan istri untukku. Aku sangat mencintai Haura, mi. Aku tidak akan menduakan dia." protes Prasetya.
"Baby sitter itu akan tinggal di sini setiap hari, 24 jam menemani anakmu, kalian hanya tinggal berdua di rumah itu. Bu Sumi kerja di rumahmu cuma sampai jam lima sore. Umi sama Abi tidak mau kamu terjerumus dalam dosa. Lebih baik kamu menikahi wanita yang siap merawat anakmu." nasehat Arini
"Umi tidak mempercayai anak umi sendiri? aku bukan lelaki baji Ngan, Umi!" bantah Pras
"Pras, kamu bukan hanya butuh baby sitter, tapi seorang istri yang peduli padamu. Dan sikap peduli tidak umi temukan pada Haura. Kamu sebagai lelaki tidak bisa mendidik istrimu menjadi ibu rumah tangga yang baik. Berapa kali kamu masuk rumah sakit karena asam lambung gerd dan typus. Artinya makan kamu tidak diperhatikan." Arini tetap pada pendiriannya menginginkan anaknya menikah lagi.
Pras meremas rambutnya, tidak ingin obrolan berlanjut, dia tidak ingin ucapannya membuat ibunya sakit hati, dia menutup rapat-rapat mulutnya.
***
Di sebuah desa.
Di sebuah Toko Bahan bangunan terbesar di kota itu.
"Mang, kenapa ngelamun!" tanya Nurdin
"Din, dari mana kamu?" tanya Kartono
"Dari rumah jurangan Ali, tadi jurangan minta tolong dicarikan calon menantu untuk putranya." ucap Nurdin
"Bukannya anak lelaki juragan cuma Prasetya? Dan dia sudah menikah dua tahun lalu?" tanya Kartono
"Buat istri kedua sekalian untuk menjaga cucunya. Baby sitter lah begitu." jawab Nurdin.
"Kenapa minta bantuan kamu, mereka mah orang kaya biasanya nyari menantu yang kaya juga, biar harta warisannya gak jadi rebutan." Kartono heran
"Setau saya, juragan gak begitu, mang. Mereka gak pandang bulu sama siapa saja. Istrinya juragan Pras juga dari orang susah. Dia kaya sekarang juga karena juragan Pras modalin usahanya, makanya ia jadi sombong seperti sekarang ini." Kartono hanya manggut-manggut.
"Mamang kenapa melamun?" tanya Nurdin
"Kasian Euis, Din. Semalam telepon bilang udah gak kuat kerja di garment. Mandornya sering melecehkan dia. Tapi aku masih butuh bantuan dia buat biaya sekolah adiknya. Kalau aja aku tidak mewariskan kemiskinan pada putriku, Din." bahu Kartono terguncang.
Kartono menutupi wajahnya dengan handuk leher yang sudah Kumal setelah seharian bekerja di lapak pasir milik juragan Ali.
"Daripada kerja pontang panting gak ada hasilnya, mending kawinin aja sama orang kaya, mang. Kali aja perekonomian mamang terbantu." saran Nurdin
"Aku gak ingin memaksa Euis untuk nikah muda, Din. Dia masih ingin kuliah, cita-citanya ingin jadi sarjana. Biar kemiskinan tidak terus sampai anak cucu." bantah Kartono.
"Kalau sudah nikah sama orang kaya bisa minta biayain kuliah, mang!" Nurdin menaikan alisnya dengan sebuah maksud
"Apa maksud kamu akan membawa Euis jadi menantu juragan Ali? Ah! Engga boleh, dia pasti gak akan mau jadi istri kedua." bantah Kartono.
"Di coba aja omongin dulu ke Euis, Mang. Barangkali Euis mau daripada bekerja jadi kuli terus gak ada hasilnya." bujuk Nurdin
Ponsel Kartono bergetar, tertera nama Hanani. Kartono menggeser tombol menerima panggilan.
"Iya Euis anak bapak yang geulis." sapa Kartono
"Hikkss... hikkss... Bapak, Euis capek kerja begini, Mr. Lee hari ini melecehkan Euis lagi, Euis lelah pak, lama-lama Mr Lee bisa saja memperkosaku, pak. Cariin Euis jodoh aja pak, Euis udah pasrah sama nasib..hiks... " Isak Euis sungguh menyayat hati Kartono.
Kartono melirik Nurdin yang ikut mendengar suara Euis di sebarang sana. obrolan tidak berlangsung lama, Euis mematikan panggilannya sepihak.
"Ajak aku menghadap juragan Ali, Din!" Kartono mengusap kasar air matanya yang baru saja lolos.
...💐💐💐💐💐...
B e r s a m b u n g...
Gaes jangan lupa like, komen ya.. Terima kasih 🩷🩷
wajar Harris gak euis istri kedua prass....