Viola merasa di tipu dan dikhianati oleh pria yang sangat dicintainya. Menyuruh Viola kuliah hingga keluar negeri hanyalah alibi saja untuk menjauhkan Viola dari pria itu karena tidak suka terus di ikuti oleh Viola.
Hingga 8 tahun kemudian Viola kembali untuk menagih janji, tapi ternyata Pria itu sudah menikah dengan wanita lain.
"Aku bersumpah atas namamu, Erland Sebastian. Kalian berdua tidak akan pernah bahagia dalam pernikahan kalian tanpa hadirnya seorang anak"
~ Viola ~
Benar saja setelah 3 tahun menikah, Erland belum juga di berikan momongan.
"Mau apa lo kesini??" ~ Viola ~
"Aku mau minta anak dari kamu" ~ Erland ~
Apa yang akan terjadi selanjutnya pada Viola yang sudah amat membenci Erland??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Awal kutukan II
"ABANG!!" Teriak Viola dari kejauhan namun berhasil menarik perhatian banyak orang di dalam sana, termasuk pasangan pengantin itu.
"Vio??" Gumam si pengantin Pria.
"Apa-apaan semua ini??" Viola melihat ke sekelilingnya. Bahkan dia juga melihat kedua orang taunya termasuk Vino, Kakak kandungnya berada di sana.
Viola mendekati Erland dan wanita yang sudah pasti istrinya itu.
"Apa maksud semua ini Bang??" Suara Viola sudah bergetar, lehernya bahkan rasanya sakit untuk mengeluarkan suaranya.
"Vio, kamu kembali??" Erland masih dalam keterkejutannya.
Semua orang terdiam, bahkan suara alunan musik dari penyanyi yang menghibur mereka juga memilih berhenti.
"Iya, aku kembali untuk menagih janjimu, tapi apa maksud semua ini JELASKAN!!" Teriak Viola menggema di ruangan itu.
"Vio tenanglah" Vino dan kedua orang tua Viola mendekati Viola. Mereka tidak tau apa yang sebenarnya terjadi dengan Viola.
"Aku akan jelaskan tapi aku mohon kamu tenang dulu" Erland tentu saja masih tidak percaya jika saat ini Viola ada di depannya setelah sepuluh tahun yang lalu Erland menyuruhnya pergi.
"Siapa dia Mas??" Tanya wanita bergaun pengantin itu.
"Aku Viola, wanita yang seharusnya berdiri di sampingnya saat ini. Bukannya dirimu" Viola menyerobot begitu saja.
"A-apa??" Kaget wanita itu.
"Viola, ada apa ini sebenarnya. Kenapa kamu datang kesini marah-marah begini?? Erland apa yang sebenarnya terjadi??" Tanya Dito Papinya Vio.
Melihat anak gadisnya yang bertahun-tahun tidak pulang ke tanah air, dan sekalinya pulang membuat keributan di pernikahan orang tentu saja membuat Dito merasa malu.
"Er, gue bener-bener nggak ngerti. Tolong jelasin sama gue!!" Vino menatap sahabatnya dengan tajam.
Mau tak mau Erland harus mengatakan yang sejujurnya di hadapan orang sebanyak itu. Dia tidak mau membuat istrinya salah paham, dan juga Vio yang larut dalam permainan yang di buat Erland waktu itu.
"Vio maafkan Abang sebelumnya. Abang sama sekali tidak menyangka jika kamu benar-benar akan kembali. Abang kira waktu 10 tahun cukup bagi kamu untuk melupakan perasaan kamu waktu itu"
Dari penjelasan singkat yang belum sepenuhnya menjawab kebingungan orang-orang di sana, hanya Vio sendiri yang sudah sedikit mengerti maksud dari pengantin pria itu.
"Jadi Abang menyuruhku pergi keluar negeri hanyalah alasan Abang saja untuk menyingkirkan aku dari hidup Abang begitu??" Viola sudah tidak bisa lagi menahan air matanya.
Vino sekarang baru mengerti kenapa adiknya itu bersikeras mengambil beasiswa ke luar negeri waktu itu. Padahal keluarganya sangat mampu untuk sekedar membiayai Viola.
"Bukan begitu maksud Abang Vi"
"Lalu apa?? Katakan dengan jelas, karena sekarang aku terlalu bodoh untuk memahami situasi saat ini" Beca berdiri di samping Viola, menguatkan sahabatnya yang sedang hancur itu.
Endah yang sejak tadi tak tau dimana juga sudah berada di samping Viola saat ini meski dalam benaknya juga masih penuh tanda tanya.
"Viola, Sekali lagi maafkan aku. Sejak dulu aku tidak pernah mencintaimu. Aku sudah berulang kali mengatakannya padamu kalau aku tidak bisa menerima cintamu. Tapi kamu terus saja menyatakan perasaanmu. Aku sampai tidak tau lagi bagaimana caranya menjauh darimu. Saat ini aku risih Vi, aku bahkan tidak bisa berbuat kasar padamu karena kamu sudah aku anggap seperti Endah"
Endah membekap mulutnya, dia tidak menyangka jika sahabatnya mencintai Kakaknya. Dan bodohnya selama ini Endah tidak tau sama sekali.
Viola menarik nafas ya panjang, tak peduli semua orang di sana menatapnya dengan berbagai ekspresi. Ada yang prihatin ada pula yang melihat Viola dengan tatapan aneh.
"Lalu kenapa Abang harus membuat perjanjian itu?? Kenapa Abang harus menyetujui permintaanku untuk menikahi ku saat aku kembali kesini?? Tidakkah Abang merasa begitu jahat kepadaku??"
Kali ini ucapan Viola mampu membuat orang tuanya terkejut, begitu pula dengan ibunya Erland.
"Karena saat itu, aku yakin kamu akan melupakan perasaan mu itu Vi. Saat itu aku yakin kamu hanya menyukai ku seperti kamu menyayangi Vino saja. Aku sama sekali tidak menyangka jika kamu masih membawa perasaan kamu sampai saat ini Vi. Sekali lagi maaf, aku memang jahat"
Wanita di sebelah Erland itu juga masih belum percaya jika suaminya telah berjanji ingin menikahi wanita lain selain dirinya.
"B****sek kamu Bang!!" Geram Viola di tengah isak tangisnya.
Viola semakin mendekat ke arah Erland, melirik sekilas wanita yang sudah di poles make up tebal itu. Viola sedikit menyipitkan matanya ketika melihat wanita itu, seperti sedang mengingat sesuatu.
Tapi setelah itu Viola kembali menatap Erland yang sudah begitu dekat dengannya itu.
"Kamu pikir aku anak TK yang akan berhenti menangis saat di berikan janji-janji manis mu?? Aku sudah dewasa waktu itu!! Aku sudah mengatakan jika perasanku ini nyata, tapi kenapa sampai tega mempermainkan aku seperti ini Bang?? Kalau kamu benar-benar tidak pernah menginginkanku setidaknya jangan pernah memberikan aku harapan seperti ini!! Dan ini"
Viola melepas cincin yang terbuat dari gelang tali waktu itu. Dulu yang berwarna merah terang kini sudah kusam di makan waktu yang begitu lama.
Viola melempar tali itu begitu saja hingga tepat mengenai wajah Erlan.
"Ambil saja tali busuk itu. Bodohnya aku sampai seperti orang gila karena di anggap aneh memakai cincin dari tali seperti itu selama sepuluh tahun lamanya"
Erland melihat ke bawah tempat tali usang itu jatuh setelah di lempar Viola. Dia ingat betul saat memasangkan tali itu di jari Viola. Ada rasa bersalah yang amat besar saat mengetahui jika Viola masih menyimpannya sampai sekarang.
Erland melihat Vio yang membuka tasnya, mencari sesuatu di dalam sana.
"Satu lagi, ini kan yang kamu minta dulu Bang?? Bukti kalau aku memang benar-benar mencintaimu. Bukti yang kamu minta untuk pembuktian cintaku. Aku mampu berdiri dengan kakiku sendiri tanpa bantuan dari siapapun, dan itu hanya demi kamu. Kamu laki-laki yang dengan teganya mempermainkan perasaanku. Dasar pria tak berperasaan!!" Dengan berapi-api Viola menyuarakan isi hatinya. Di ikuti dengan air matanya yang terus saja lolos dari tempatnya.
Viola melemparkan lagi kertas-kertas yang dia bawa. Semua itu adalah sertifikat kepemilikan kliniknya yang berada di Korea.
Lagi-lagi Erland tercengang karena Viola benar-benar mampu membuktikan ucapannya waktu itu.
"Aku melakukan semua itu, hanya agar bisa menjadi wanita yang bisa mengimbangi mu. Tapi semua itu kini hanya sia-sia saja, karena nyatanya kamu susah bersanding dengan wanita lain Bang!!" Viola menggeleng dengan cepat, mengusir rasa kecewa pada dirinya sendiri.
"Tidakkah kamu merasa begitu jahat Bang??"
Tangisan Viola menjadi tontonan gratis bagi tamu undangan di sana. Mungkin jika orang yang sudah termakan opini publik, mengira jika ini hanyalah setingan belaka untuk memberikan kejutan bagi salah satu mempelai. Tapi ini nyata, kisah nyata bagi hidup Viola, bukan lagi setingan atau prank yang tidak jelas.
"Maafkan aku Viola" Hanya itu yang mampu Erland ucapkan untuk wanita yang susah berhasil dia hancurkan hatinya itu.
"Tidak!! Aku tidak akan pernah memaafkan mu!!"
Semua mata tercengang melihat begitu dalam kemarahan Viola. Orang gua Viola, Vino dan yang lainnya juga tidak bisa menjadi penengah karena masih belum paham betul kejadian yang sebenarnya.
"Vio, Abang mohon jangan begini. Apa yang harus aku lakukan agar kamu mau memaafkan Abang??" Erland sadar jika dirinya salah. Gegabah mengambil keputusan waktu itu ternyata berbuntut panjang saat ini.
Viola meraih tangan kanan Erland, mengangkatnya hingga telapak tangannya menempel pada kepala Viola.
"Aku bersumpah, atas namamu Erland Sebastian!!"
"Vio hentikan sayang" Mami Via mencoba menghentikan Viola.
"Nak Vio, Ibu mohon Nak. Maafkan Erland" Ibu Erland sudah menangis melihat Viola yang sudah seperti putrinya sendiri.
Viola tak peduli, dia seakan tuli dengan suara-suara yang mencoba menghentikannya.
"Demi rasa sakit yang telah kamu berikan, dan demi sepuluh tahun yang tak ada artinya lagi. Aku mengutuk kamu dan istrimu ini, kalian tidak akan pernah bahagia dalam pernikahan kalian tanpa hadirnya seorang anak!!" Erland langsung melepaskan tangannya dari kepala Viola dengan cepat.
"Viola, tarik kembali kata-katamu itu!! Jangan bicara sembarangan!!" Ucap Erland dengan gemetar, dia ketakutan dengan sumpah yang sudah di ucapkan Viola itu.
"Tidak akan pernah!!" Tatap Viola dengan sengit.
Wanita yang sudah terlampau kecewa itu berbalik meninggalkan Erland membawa hatinya telah remuk redam.
"Papi, Mami, Abang. Maafkan Vio karena selama ini Vio lebih mementingkan pria b****sek itu daripada kalian. Sekali lagi maafkan Vio" Setelah mengucapkan itu kepada kedua orang tua dan Kakaknya Viola berlari keluar dari tempat yang mulai riuh itu.
"Vio tunggu!!" Kejar Beca dan Endah. Begitupun Vino yang begitu khawatir dengan keadaan adiknya.
Viola kecewa, kesal, marah dan begitu sakit dalam hatinya. Saat ini benar-benar titik terendah dalam hidupnya. Hancur sehancur-hancurnya, perjuangannya semala ini, penantiannya, serta kesabarannya ternyata tidak pernah ada harganya di mata Erland.
Viola terus berlari dengan tangisannya yang pilu. Hingga Viola berdiri di tepi jalan. Melihat ke kiri dan kanan, memperhatikan mobil yang datang dari arah kanan dengan kecepatan tinggi.
Namun di saat mobil itu mulai mendekat, Viola justru melangkahkan kakinya dengan cepat hingga merasakan tubuhnya mulai melayang.
"VIO!!"
To be continued...