NovelToon NovelToon
Aku Bisa Bahagia Tanpa Kamu, Mas

Aku Bisa Bahagia Tanpa Kamu, Mas

Status: tamat
Genre:Tamat / Konflik etika / Keluarga / Romansa / Suami Tak Berguna / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:575.7k
Nilai: 4.3
Nama Author: Sadewi Ravita

Jika menurut banyak orang pernikahan yang sudah berjalan di atas lima tahun telah berhasil secara finansial, itu tidak berlaku untuk rumah tangga Rania Salsabila dan Alif Darmawangsa. Usia pernikahan mereka sudah 11 tahun, di karuniai seorang putri berusia 10 tahun dan seorang putra berusia 3 tahun. Dari luar hubungan mereka terlihat harmonis, kehidupan mereka juga terlihat cukup padahal kenyataannya hutang mereka menumpuk. Rania jarang sekali di beri nafkah suaminya dengan alasan uang gajinya sudah habis untuk cicilan motor dan kebutuhannya yang lain.

Rania bukanlah tipe gadis yang berpangku tangan, sejak awal menikah ia adalah wanita karier. Ia tidak pernah menganggur walaupun sudah memiliki anak, semua usaha rela ia lakoni untuk membantu suaminya walau kadang tidak pernah di hargai. Setiap kekecewaan ia telan sendiri, ia tidak ingin keluarganya bersedih jika tahu keadaannya. Keluarga suaminya juga tidak menyukainya karena dia anak orang miskin.
Akankah Rania dapat bertahan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sadewi Ravita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3 Sabar

Sore hari, pukul 15.30.

"Mas, kamu berangkat jam berapa? ini sudah jam setengah empat?" tanya Rania membangunkan Alif yang masih tertidur.

Tanpa menjawab Alif segera bangkit dan menuju kamar mandi, setelah shalat ashar dia berganti seragam kerjanya. Dia masih sempat merokok di teras.

"Dek, uangnya aku pinjam 50 ribu untuk pegangan dan beli bensin ya,"

Alif mengambil uang dagangan milik Rania tanpa menunggu jawaban dari istrinya itu.

"Mas, tapi itu untuk modal dagang besok dan membayar uang buku Alisa," ucap Rania.

"Ya, itu kan masih ada. Aku cuma pinjam 50 ribu ini," balas Alif.

"Mana cukup Mas, kamu selalu saja begitu. Bilangnya pinjam tapi tidak pernah di kembalikan, kamu tidak peduli dengan pengeluaran rumah ini. Aku lelah jika terus seperti ini, kamu tidak pernah berubah," ucap Rania mulai terisak.

"Ya, nanti aku kembalikan," balas Alif singkat.

Alif bergegas berangkat kerja tanpa memperdulikan perasaan Rania. Terlalu sering baginya menerima perlakuan suaminya yang semaunya begini, namun tetap saja hatinya terasa sakit. Ia telah menikah dan bersuami, namun kenyataannya ia lebih sering berjuang sendiri untuk mempertahankan hidup keluarganya.

Di usapnya air mata yang menggenangi mata lentiknya. Rania menatap kedua buah hatinya yang masih terlelap, air matanya kembali mengalir. Jika bukan karena mereka mungkin telah lama ia meninggalkan suaminya itu.

"Alisa, bangun Nak sudah waktunya mengaji,"

Rania membangunkan putrinya dengan lembut, setelah menyeka air matanya. Ia tidak ingin putrinya tahu jika ia sedang bersedih.

"Bu, ini sudah waktunya bayar spp," ucap Alisa sembari menyodorkan kartu spp mengajinya.

"Iya Nak, ini ibu bayar. Langsung di berikan supaya tidak hilang ya,"

Rania mengambil uang 25 ribu dan memasukkannya ke kartu spp anaknya. Ia menghela napas panjang, kini uang untuk modal dagang besok semakin berkurang. Padahal bahan gorengan semua sudah habis tak bersisa, ia harus memutar otak lagi agar besok masih bisa menjual gorengan.

"Bu, Alisa berangkat dulu. Assalamualaikum," pamit Alisa.

"Tunggu Nak, ini sangu mu,"

Rania memberikan uang 3 ribu rupiah untuk jajan putrinya karena mengajinya hanya satu jam, sedang 5 ribu rupiah untuk sangu putrinya sekolah. Belum lagi ia harus memikirkan tentang pengeluaran Bintang, beruntung dia sudah lepas dari pampers dan susu bubuk. Namun begitu Bintang sudah mulai minta uang untuk jajan dan membeli susu uht, bisa di bayangkan pengeluaran wajib sehari berapa.

Suaminya tidak pernah memikirkan itu semua, ia harus mencari solusi sendiri agar bisa menghidupi keluarganya. Uang pesangon dan jamsostek sudah habis tak bersisa untuk biaya hidup, dia tidak memiliki harta yang berharga lagi bahkan cincin kawinnya telah lama sekali ia jual guna menutupi kebutuhan hidup. Ia hanya bisa sabar, entah sampai kapan ia juga tidak tahu.

"Mbak Rania," panggil seseorang.

"Iya, eh mbak Rita. Ada apa mbak?"

"Mbak besok kan ada arisan di rumah, apa bisa besok saya pesan gorengannya 150 biji campur ya. Ini uangnya saya berikan dulu, barangkali buat beli bahan-bahannya,"

Mbak Rita memberikan uang kepada Rania, ia bersyukur sekali. Rejeki dari Allah benar-benar tidak di sangka, ia mendapat modal untuk berjualan besok.

"Baik Mbak, besok jam berapa?" tanya Rania penuh syukur.

"Sore Mbak, sehabis ashar sekitar jam setengah 4 ya,"

"Baik, besok saya antar sebelum jam tersebut,"

Mbak Rita lantas berpamitan. Rania segera membereskan dagangannya karena akan memandikan Bintang dan lanjut ke pasar untuk membeli bahan dagangan untuk besok.

Ia segera mengunci pintu dan bergegas ke pasar bersama Bintang, ia harus cepat karena pukul 17.10 Alisa sudah pulang dari mengaji. Gadis itu pasti bingung jika melihat rumahnya terkunci dan ibunya tidak ada di rumah.

Setelah semua belanjaan cukup, Rania segera bergegas pulang. Baru saja memarkirkan motor, putrinya juga tiba.

"Ibu darimana kok bawa belanjaan banyak sekali?" tanya Alisa.

"Ini bahan buat jualan besok Sayang, sekalian belanja buat yang akan di masak besok supaya tidak perlu ke pasar lagi," jawab Rania sembari mengelus kepala putrinya.

Setelah shalat magrib, Rania mengajari Alisa untuk mengerjakan pekerjaan rumah dari gurunya. Sembari mengajari putrinya ia juga harus menjaga Bintang agar tidak mengganggu kakaknya. Tugas ini terlihat mudah, namun nyatanya cukup sulit membuat keduanya berjalan berdampingan. Hanya seorang ibu yang mampu melakukannya, maka dari itu jangan pernah menyepelekan pekerjaan ibu rumah tangga.

Pukul 21.00 kedua anaknya telah terlelap, ia mulai menyiapkan bahan gorengan untuk besok. Ia mulai mengiris sayuran untuk isian tahu isi dan ote-ote, jadi besok tinggal melanjutkan saja. Sekitar pukul 23.00 semua pekerjaan telah selesai dikerjakan, semua piring telah bersih, jemuran juga sudah di lipat. Baru saja akan terlelap ponselnya berdering.

"Ada apa, Mas?" tanya Rania dengan suara serak karena mengantuk.

"Dek, tolong belikan aku pulsa ya, soalnya penting," jawab Alif.

"Apa? ini sudah jam 11, Mas. Kamu beli saja sendiri, tadi kan kamu sudah pinjam uang dagangan," ucap Rania kesal.

"Tapi aku tidak bisa keluar, belikan 20 ribu saja," balas Alif memaksa.

"Aku ini baru saja selesai dan baru saja mau tidur, Mas kok tega sih. Minta tolong saja sama teman mu, kamu itu selalu menyuruh ku mengerti, tapi di saat aku yang butuh di mengerti kamu kemana!" ucap Rania kesal.

"Ya sudah kalau tidak bisa, aku minta tolong yang lain saja,"

Rania segera memutuskan panggilan, hampir setiap hari suaminya membuatnya kesal. Selama ini segala kepahitan hidup selalu ia telan sendiri, ia tidak berani mengatakan kepada siapapun tentang kehidupannya.

Setiap lebaran atau ada acara keluarga, saudara-saudaranya kadang meledeknya karena berpenampilan kumal dan pakaiannya itu-itu saja. Rania juga tidak punya perhiasan satu pun, satu-satunya aksesoris yang ia pakai hanya jam tangan usang pemberian kakaknya satu tahun yang lalu. Bagaimana mungkin dia memperhatikan kebutuhannya jika untuk kehidupan sehari-hari saja dia sulit.

♥︎♥︎♥︎

Keesokan hari, sesaat setelah adzan subuh berkumandang.

Rania menggeliatkan tubuhnya yang masih terasa letih, rasa mengantuk masih menggelayut manja di kedua matanya. Segera ia mengambil wudhu' untuk selanjutnya bersimpuh di hadapan sang pencipta. Setelah merasa cukup berbagi dengan Tuhannya, ia segera memulai aktivitasnya.

Rania mulai mencuci baju kotor, ini dia lakukan setiap hari agar tidak menumpuk. Karena piring sudah ia cuci semalam ia mulai membuat adonan untuk gorengan. Pukul 06.00 ia membangunkan Alisa untuk, dan menyiapkan semua kebutuhan putrinya.

"Sayang ayo cepat bangun, ini sudah jam 6," ucap Rania.

"Iya Bu, aku akan segera mandi,"

Pukul 06.45 Rania sudah bersiap mengantar Alisa.

"Bu, Bintang belum bangun, bagaimana jika saat ibu mengantar ku dia bangun?" tanya Alisa kuatir.

"Sekolah mu kan dekat, sepertinya dia tidak akan bangun. Ayo cepat, Nak," jawab Rania.

Setelah mengantar Alisa sampai pintu gerbang, ia bergegas pulang.

"Ibu, ibu..."

Rania dikagetkan oleh teriakan Bintang dari dalam rumah, ia segera membuka pintu.

"Astaga, Bintang..."

1
Deli Waryenti
sidang perceraian adalah kasus perdata Thor, jadi gak ada jaksa. mohon survey dulu sebelum menulis
Deli Waryenti
surat dari Pengadilan agama
Deli Waryenti
tuh kan, makanya Rania kamu jangan lemah
Deli Waryenti
Rania oon...jangan lupa juga tanyain sama Alif masalah uang kontrakan rumah
Deli Waryenti
Rania plin plan
Deli Waryenti
alif lebay
Deli Waryenti
by the way Thor
Deli Waryenti
ternyata oh ternyata
Deli Waryenti
astaga...alif norak
Deli Waryenti
sukurin lu alif
Deli Waryenti
bapaknya alif anggota isti ya
Deli Waryenti
harusnya alif paham siapa ibunya
Deli Waryenti
ceritanya bagus dan bahasanya rapi, tapi kok sepi ya
Deli Waryenti
Luar biasa
Deli Waryenti
kok ada mertua begini
Deli Waryenti
buang saja mertuamu ke laut, Rania
Deli Waryenti
😭😭😭
Deli Waryenti
setujuuuu
Deli Waryenti
kerja apa sih si alif
Deli Waryenti
gak punya uang tapi masih merokok
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!