Halwa adalah siswi beasiswa yang gigih belajar, namun sering dibully oleh Dinda. Ia diam-diam mengagumi Afrain, kakak kelas populer, pintar, dan sopan yang selalu melindunginya dari ejekan Dinda. Kedekatan mereka memuncak ketika Afrain secara terbuka membela Halwa dan mengajaknya pulang bersama setelah Halwa memenangkan lomba esai nasional.
Namun, di tengah benih-benih hubungan dengan Afrain, hidup Halwa berubah drastis. Saat menghadiri pesta Dinda, Halwa diculik dan dipaksa menikah mendadak dengan seorang pria asing bernama Athar di rumah sakit.
Athar, yang merupakan pria kaya, melakukan pernikahan ini hanya untuk memenuhi permintaan terakhir ibunya yang sakit keras. Setelah akad, Athar langsung meninggalkannya untuk urusan bisnis, berjanji membiayai kehidupan Halwa dan memberitahunya bahwa ia kini resmi menjadi Nyonya Athar, membuat Halwa terombang-ambing antara perasaan dengan Afrain dan status pernikahannya yang tak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Langit sudah mulai gelap dan Halwa sudah berada di Hotel Scarlet tempat prom night berlangsung.
Semua guru dan para murid sudah berada disana dengan pakaian yang menakjubkan.
Halwa mengenakan gaun malam hitam elegan yang dibelikan oleh Athar.
Gaun itu sangat pas di tubuhnya, memperlihatkan siluet rampingnya tanpa terlalu terbuka.
Rambutnya di sanggul sederhana dan ia menggunakan sepatu hak tinggi hitam.
Afrain melangkahkan kakinya menuju ke Halwa yang sedang berdiri menunggunya.
"Cantik sekali kamu, Hal." puji Afrain sambil mencium pipi Halwa.
Halwa sedikit terkejut ketika Afrain mencium pipinya.
Ia cepat-cepat memalingkan wajah, memastikan tidak ada yang melihat momen itu.
"Terima kasih, Kak," ucap Halwa.
"Ayo kita masuk." ajak Afrain sambil menggandeng tangan Halwa.
Halwa dan Afrain melangkah memasuki ballroom Hotel Scarlet.
Lampu kristal yang mewah bersinar dan memantulkan cahaya pada lantai dansa yang berkilauan.
Halwa merasakan semua mata tertuju pada mereka, terutama pada Halwa yang terlihat gagah dengan gaun hitamnya.
"Kak, kenapa semua orang melihat kita?" tanya Halwa
"Karena malam ini kamu berhasil membuktikan bahwa kamu sangat cantik, Hal." jawab Afrain.
Afrain tersenyum bangga melihat Halwa yang kini menjadi pusat perhatian.
Mereka berdua berjalan menuju area berkumpul para peserta dansa
Halwa bisa melihat tatapan iri dan cemoohan dari beberapa siswi yang tidak menyukainya.
Ia melihat Dinda yang menatapnya dengan tatapan kebencian.
Malam itu Dinda mengenakan gaun berwarna merah menyala dan berdiri di samping Edward.
"Lihat itu, Din. Si kutu buku berani pakai gaun mahal. Dari mana dia dapat uang, ya?" bisik Rina pada Dinda.
Dinda mendengus kesal saat mendengar perkataan dari Rina.
"Paling juga dari om-om yang suka antar dia ke sekolah." jawab Dinda dengan nada kesal.
Halwa yang mendengarnya hanya tersenyum tipis dan tidak menghiraukannya.
Lampu di ballroom sedikit meredup dan sorotan lampu utama tertuju pada panggung kecil di depan.
Kepala Sekolah, Bapak Hardiman, naik ke atas panggung dengan mikrofon di tangan.
“Selamat malam, anak-anakku yang luar biasa!Malam ini adalah malam yang kalian tunggu-tunggu. Dimana kita merayakan semua kerja keras dan persahabatan di sekolah kita. Selamat datang di Prom Night!"
Tepuk tangan meriah di ballroom hotel dan menandakan acara dimulai.
Acara pertama yang dimulai dengan berdansa bersama.
Semua murid terlihat kompak dan menikmati acaranya.
Bu Dayang dan Pak Hardiman juga ikut berdansa bersama.
Acara dansa bersama telah usai, dan kemeriahan di ballroom sedikit mereda saat lampu kembali meredup.
Sorotan lampu panggung kini menyala lebih terang dan para juri juga sudah siap.
“Baik, anak-anak. Mari kita sambut acara utama malam ini. Kompetisi Dansa Berpasangan! Pasangan akan dinilai berdasarkan teknik, sinkronisasi, dan ekspresi. Dan tanpa berlama-lama lagi, mari kita mulai dengan pasangan yang sudah sangat bersemangat! Berikan tepuk tangan meriah untuk Dinda dan Edward!” ucap Pak Hardiman.
Dinda tersenyum lebar penuh percaya diri, matanya melirik sinis ke arah Halwa sebelum ia menggandeng tangan Edward menuju ke tengah lantai dansa.
Edward dan Dinda menganggukkan kepalanya dan mulai dengan dansa bersama.
Mereka membawakan dansa dengan feel modern yang energik.
“Lihat saja, Halwa. Aku pasti akan menang dan mendapatkan Kak Afrain,” batin Dinda.
Saat mereka telah selesai, Dinda menerima tepuk tangan meriah.
Edward membungkuk kecil, sementara Dinda menoleh ke belakang untuk memastikan Halwa melihat momen kemenangan sementaranya.
Satu per satu pasangan lain maju ke tengah lantai dansa.
Rina dan Bagas tampil dengan cukup baik, diikuti oleh Bobby dan Maya yang sedikit kaku namun menghibur.
Setiap pasangan menampilkan gaya dan semangat mereka sendiri, tetapi bagi Halwa, momen-momen itu terasa seperti menunggu hukuman.
“Tenang, Hal. Semua akan baik-baik saja,” bisik Afrain sambil tersenyum lembut.
Halwa menganggukkan kepalanya sambil tersenyum tipis.
Ia mencoba untuk menenangkan dirinya, karena setelah ini gilirannya dengan Afrain.
"Dan kini kita sambut, pasangan terakhir yang dinanti-nantikan. Pasangan yang terbentuk dari seorang murid pintar dan seorang ketua OSIS yang karismatik! Mari kita sambut, Halwa dan Afrain!”
Seketika tepuk tangan dan sorakan di ballroom menjadi yang paling keras.
Halwa menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya.
Afrain menggenggam tangannya, memberikannya kekuatan.
Halwa berjalan ke tengah lantai dansa sambil tersenyum ke arah penonton.
Ia mencoba mengabaikan tatapan mata Dinda yang penuh kebencian.
Musik waltz mulai mengalun memenuhi seluruh ruangan.
“Fokus pada aku, Hal,” bisik Afrain sambil menatap Halwa dengan mata yang memancarkan ketulusan.
Afrain mulai memimpin langkah dansanya dan gerakannya sangat luwes.
Halwa, yang sudah berlatih dengan sungguh-sungguh, mengikuti gerakan Afrain dengan ritme yang tepat.
Gerakannya kini tidak lagi kaku, melainkan mengalir, elegan, seolah gaun hitam itu memang dirancang untuk menari.
Tarian mereka terlihat berbeda, ada sebagian keintiman dan sinkronisasi yang kuat, hasil dari satu hari latihan intensif yang diwarnai canda dan tawa.
Afrain memegang pinggang Halwa dengan lembut, membimbingnya dalam putaran demi putaran.
Halwa memejamkan mata sejenak, membiarkan dirinya larut dalam melodi.
Ia melupakan Athar, melupakan Dinda, dan melupakan semua kebohongan yang ia buat.
Dalam pelukan Afrain, di bawah cahaya kristal, ia merasa bebas.
Dinda yang menonton dari sisi panggung langsung mengepalkan tangannya.
Di tengah lagu, Afrain melakukan gerakan klimaks yang paling dramatis dimana ia memutar Halwa dengan cepat, lalu menahan tubuh Halwa dalam posisi dip yang sangat dekat.
Seolah mereka baru saja berbagi ciuman, Halwa menahan napasnya.
Ekspresi wajah mereka begitu intens, begitu meyakinkan, membuat semua orang berpikir merekalah pasangan sesungguhnya.
Halwa meneteskan air matanya saat menatap wajah Afrain.
Ia tahu kalau malam ini ia akan mengakhiri semuanya.
Afrian sedikit bingung saat melihat air mata Halwa yang mengalir.
Tepuk tangan yang sangat meriah menggelegar, lebih keras daripada pasangan-pasangan sebelumnya.
Halwa menarik dirinya dari posisi dip Afrain, wajahnya memerah karena malu dan perasaan campur aduk.
Kepala Sekolah, Bapak Hardiman, kembali naik ke panggung dan tersenyum lebar.
“Luar biasa! Penampilan yang memukau! Anak-anak, setelah penilaian yang sangat ketat, para juri telah memutuskan pemenang kita malam ini! Dan pemenang dari Kompetisi Dansa Prom Night tahun ini adalah Halwa dan Afrain!”
Afrain yang mendengarnya langsung melompat kegirangan.
Ia memeluk tubuh Halwa dengan wajah penuh kebahagiaan.
Afrain menggandeng tangan Halwa untuk naik ke panggung, di mana Pak Hardiman menyerahkan piala kecil perak yang berkilauan.
“Kita berhasil, Hal! Ini semua berkat kamu,” bisik Afrain bangga.
Halwa hanya bisa menganggukkan kepalanya sambil tersenyum tipis.
Setelah sesi pemberian piala usai, Afrain segera menarik Halwa keluar dari keramaian dan membawanya ke sebuah ruangan VIP kecil yang sudah ia siapkan.
Sebuah meja dengan hidangan penutup dan minuman sudah tersedia.
“Mari kita rayakan berdua, Hal. Aku sudah
menyiapkan semuanya,” ajak Afrain.
Afrain megambil sepotong kue dan menyuapi Halwa.
“Terima kasih, Halwa. Aku sangat bahagia malam ini ” ucap Afrain.
Halwa melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul sepuluh malam.
"Kak, maaf. Aku harus pulang." ucap Halwa.
Afrain berdiri dengan tangannya yang masih menggenggam tangan Halwa.
"Hal, aku mencintaimu," ucap Afrain
Halwa segera menarik tangannya dan keluar dari sana.
""Maaf, Kak. Aku harus pergi," ucap Halwa.
Halwa segera menuju ke pintu keluar hotel dan ia melihat mobil mewah hitam yang dikenalinya.
Ia segera masuk kedalam mobil sambil menghela nafas panjang.
"Yunus, maaf sudah membuatmu menunggu terlalu lama." ucap Halwa sambil mengambil cincin pernikahannya yang ada di tasnya.
"Oh, jadi ini kelakuan kamu kalau aku tidak ada disini?"