Rossa memeiliki suami yang selalu berpihak kepada keluarganya karena dia satu-satunya lelaki dalam keluarganya
Dirinya selalu merasa tersisihkan manakala ipar dan mertuanya selalu berusaha memonopoli suaminya dari segala sisi baik keuangan maupun perhatian,
Dia beruntung dibalik sikap mertua dan ipar bak Seorang madu untuknya, suaminya akhirnya sadar dengan semua perbuatannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
Fatan masuk kedalam ruangannya dengan perasaan amarah yang membuncah, tangannya mengepal erat seakan ingin memakan orang lain hidup-hidup.
Rossa yang melihat suaminya masuk dalam keadaan seperti itu hanya diam saja, dia tidak mau menambah beban pikiran suaminya lagi.
Setelah 15 menit menunggu suaminya lebih tenang, dia mengambilkan air dan menaruhnya didepan suaminya kemudian mengelus pundaknya memberi dukungan.
Dia tahu suaminya kini berada di fase terberat dalam hidupnya, dia tidak ingin menambah beban pikirannya dengan mengatakan apapun tentang keluarganya.
Fatan menghabiskan minuman itu sekali tandas, dia kehausan bukan karena haus betulan tetapi dia sangat kesal dan membuat tenggorokannya kering.
"Kita jalan-jalan saja mas, siapa tau mas bisa enak pikirannya". Ajaknya kepada suaminya itu.
Fatan menatap istrinya dengan sendu, dia beruntung memiliki istri yang sabar dan pengertian padahal selama ini dia sering mengabaikan hak istrinya itu.
"Mau jalan kemana, aku lagi banyak beban pikiran banget".
Rossa menggelengkan kepalanya dan menyuruh suaminya bersandar kemudian memijit kepala suaminya itu dengan perlahan, dia berharap kepala suaminya bisa lebih rileks.
Fatan begitu menikmati pijitan sang istri di kepalanya, istrinya ini memang sangat tahu bagaimana menghadapi dirinya yang emang pusing seperti ini.
"Apa tindakanku tadi sudah benar?? ". Tanyanya di sela-sela pijitan dikepalanya.
"Orang yang melindungi haknya tentu saja benar, lagian perbuatan salah tidak boleh selalu dibela, malah semakin ngelunjak jadinya".
Fatan menunduk, perkataan istrinya seakan menamparnya dengan keras, dia tahu ini semua salahnya, selama ini dia membela keluarganya mati-matian sampai keluarganya berbuat seenaknya kepadanya dan juga istrinya.
"Apa itu artinya aku tidak salah memperjuangkan apa yang harusnya milikku?? ". Tanyanya pelan.
Rossa tersenyum tipis kemudian menatap suaminya yang berada dibawah wajahnya.
"Kadang, kita tidak perlu memakai perasaan dan ikatan darah jika memang itu sudah melewati batas, yang perlu kita lakukan menggunakan ketegasan sebagai sesama manusia, memperjuangkan hak yang memang milik kita itu wajib, hanya saja kadang segalanya tidak sesuai dengan keinginan kita".
Fatan mengelus tangan istrinya, istrinya sangat bijaksana dalam menanggapi segala hal beda sekali dengan ketiga wanita kesayangannya itu.
"Apa kita akan baik-baik saja jika kita pindah dari sini?? ". Tanyanya lagi.
"Jika mas mau pindah, selesaikan terlebih dahulu apapun yang menjadi permasalahan yang ada disini, dan pastikan tempat yang akan kita tuju itu bisa memberikan dampak baik untuk kedepannya, jauh dari keluarga kadang ada baiknya, mas pasti sudah mengerti apa maksud dari keinginanku waktu itu".
Fatan menunduk, istrinya selalu mengeluh dan tidak ingin tinggal dekat dengan keluarganya bukan karena membencinya tapi lebih dari menjaga kewarasannya, dan kini dia betul-betul stres menghadapi keluarganya sendiri, dan itu semua memang salahnya.
Dia tidak pernah mau mendengarkan pendapat istrinya, baginya dia adalah pemimpin dan para istri harus menurut apa perkataan suaminya tanpa harus membantah padahal keputusan istrinya jauh lebih baik.
"Apa kamu mau kita pindah dari sini?, bagaimana menurut mu? ". Kini dia membalikkan badannya dan menatap sang istri yang kini menatapnya dengan sendu.
"Tidak perlu mas, mas hanya perlu menebalkan mental dan juga dana mas, kan mas sendiri yang kekeh berada disini dan membuka usaha, sejak awal aku selalu memperingati mas tentang hal ini, tapi semua yang aku katakan hanya bayangan yang tak ternilai untuk mu, dan sekarang aku sudah tak ingin lagi melakukan hal-hal yang membuat ku sakit hati sendiri".
Fatan memegang tangan istrinya erat kemudian diciumnya dengan pelan, tak terasa airmata nya mengalir deras, dia merasa jika ini karma untuknya karena tidak pernah menghargai istrinya.
"Maafkan aku, maaf, maafkan aku". Tangisnya semakin menjadi.
Perlakuan nya selama ini pada istri dan juga anaknya berputar bagai kaset rusak di kepalanya, dia sungguh menyesal.
"Sudahlah, cukup jalani saja yang ada, yang penting kamu sudah tahu segalanya, aku hanya memperingatkan kamu nantinya, karena biar bagaimanapun setiap anak dan saudara pasti akan tetap condong pada keluarganya sendiri, hanya aku minta jangan korbankan aku dan anak-anak ".
Fatan memeluk sang istri, dia beruntung karena istri nya tidak meninggalkannya seorang diri disaat seperti ini.
"Ayo kita fokus kembali, masalah kita sudah mulai membaik, ingat tegas dan keras itu beda, kita perlu mengambil sikap pada orang yang merugikan kita siapapun itu".
Fatan mengangguk kemudian menghapus air mata nya dan kembali bekerja, dia bahkan memeluk istri sejak tadi karena ingin memperbaiki moodnya yang berantakan.
Sedangkan Farah kini pergi menuju kerumah ibunya, dia akan mengadukan perbuatan Fatan kepadanya hari ini, dia tidak akan tinggal diam sekarang.
"Ibu, ibu". Teriak Farah saat memasuki rumah sang ibu.
Kasih yang sedang mengurus rumah hanya menatap sekilas sang anak dan melanjutkan pekerjaannya.
"Ibu aku tidak mau tahu Fatan harus tetap membela kita, kenapa sekarang dia bersikap seperti itu pada kita padahal kita adalah keluarganya". Ucapnya dengan sangat kesal.
Kasih masih sibuk dengan pekerjaannya karena Fani sudah berangkat kuliah setelah mengerjakan pekerjaan rumah sebagian tadi dan kini dia melanjutkannya.
"Ibu dengar aku tidak sih, kok ibu tidak menyahut sejak tadi aku ngomong". Sungut Farah dengan sangat kesal.
"Apa kamu tidak lihat ibu sedang apa Farah??, biarkan ibu menyelesaikan pekerjaan ibu dulu, kalau ibu meladeni kamu tidak akan ada habisnya". Sungut Kasih dengan kesal.
Farah mendelik mendengar perkataan ibunya yang terkesan ogah menanggapi dirinya.
Dia duduk diam sambil mendengus kasar, biasanya ibunya ini akan sangat heboh jika dia berkata seperti itu tapi ini, tanggapan dingin yang diberikan
"Berhentilah cari gara-gara dengan adikmu Farah, karena perbuatan kamu ibu dan Fani mendapatkan imbasnya, Fatan memotong total pemberiannya pada ibu dan juga Fani". Ucap Kasih dengan nada yang sangat tajam
Dia harus memperingati snag anak karena perbuatannya sangat berdampak pada dia dan anak bungsunya, Fatan sangat kecewa padanya apalagi tadi dia sampai menampar sang anak.
"Apasih bu, aku ini kakaknya Fatan, berhak dong menikmati fasilitas miliknya, enak itu Rossa bukan apa-apa malah menikmati semua hasilnya". Sungutnya tidak terima.
"Tapi perbuatanmu salah Farah, jika sampai adikmu bangkrut, dia tidak akan bisa memberi ibu dan Fani uang, kau ini kalau melakukan sesuatu yah dipikir dulu kenapa jangan egois dan pikir diri sendiri, jadi untuk apa ibu juga peduli sama kamu".
Farah menatap sang ibu dengan tatapan tidak percaya, biasanya ibunya akan mendukung apapun yang dilakukannya tanpa banyak protes, sekarang ibunya ikut menyalahkan segala tindakannya.
"Kalau kamu mau bersikap begitu silahkan saja asal jangan bawah ibu dan Fani dalam masalahmu, dan jangan buat Fatan rugi lagi, karena itu akan berimbas pada kami, ingat itu".
sekarang sudah tau kan tindak tanduk kakak & ibumu... kasih ketegasan dong fatan. jangan menyudutkan rossa apalagi rani sering sekali di bully oleh keponakanmu... jangan buat mereka makin tertindas harusnya kamu bisa melindunginya...