NovelToon NovelToon
Cinta Mulia

Cinta Mulia

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Pernikahan Kilat / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Kantor
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Mulia adalah seorang wanita sukses dalam karir bekerja di sebuah perusahaan swasta milik sahabatnya, Satria. Mulia diam-diam menaruh hati pada Satria namun sayang ia tak pernah berani mengungkapkan perasaannya. Tiba-tiba Mulia mengetahui bahwa ia sudah dijodohkan dengan Ikhsan, pria yang juga teman saat SMA-nya dulu. Kartika, ibu dari Ikhsan sudah membantu membiayai biaya pengobatan Dewi, ibu dari Mulia hingga Mulia merasa berutang budi dan setuju untuk menerima perjodohan ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pengaturan yang Jahat

Mulia hanya diam, matanya kosong. Ia merasakan firasat buruk yang selama ini ia rasakan telah menjadi kenyataan yang paling pahit. Ibunya dibunuh, pernikahannya dihancurkan, dan sekarang, musuhnya dinyatakan tidak bersalah.

"Mereka memutarbalikkan fakta, Ma! Mereka menggunakan isu rumah sakit untuk menutupi kejahatan Bu Hanim! Mereka menyerang reputasi kita untuk melindungi dia!" Ikhsan bangkit, berjalan mondar-mandir dengan gelisah. Ia memegang bahunya yang masih sakit.

"Aku sudah tahu ini akan terjadi," bisik Mulia, air matanya menetes tanpa suara. "Aku sudah bilang, Bu Hanim terlalu kuat. Uangnya, kekuasaannya... dia bisa membeli siapa saja."

Kartika mendekati Mulia, memeluknya. "Jangan bilang begitu, Nak. Kita akan cari cara lain. Kita akan mencari bukti yang lebih kuat."

"Bukti apa lagi, Tante?" Mulia melepaskan pelukan itu, menatap Kartika dengan mata pedih. "Mereka sudah membunuh Ibuku! Mereka sudah menghancurkan hidupku! Dan sekarang, mereka membuat dunia percaya bahwa kita yang salah! Bahwa kita yang diserang karena malpraktik di rumah sakit!"

Ikhsan berhenti berjalan. Ia menatap Mulia, melihat kehancuran di mata calon istrinya. "Aku tidak akan terima ini, Mulia. Aku akan melawan. Aku akan sewa tim penyidik terbaik. Kita akan buktikan kebenaran ini!"

"Tidak perlu, Ikhsan," kata Mulia, suaranya dingin, penuh tekad yang menakutkan. "Mereka sudah menang di mata hukum. Sekarang, kita harus menang di mata publik."

****

Sementara itu, di sebuah hotel mewah di luar kota, Bu Hanim sedang merayakan kemenangan besarnya bersama Dinda. Mereka menonton rekaman konferensi pers itu berulang kali.

"Dengar, Dinda! Dengar! Malpraktik! Bukan aku! Bukan aku!" Bu Hanim tertawa terbahak-bahak, tawa yang menusuk telinga. Ia menuang sampanye mahal ke gelas kristalnya.

Dinda tersenyum tipis. Rasa takutnya sedikit mereda, digantikan oleh rasa lega dan bangga pada kecerdasan ibunya. "Mama memang yang terbaik. Mereka tidak bisa menyentuh kita."

"Tentu saja tidak! Aku tidak hanya menyuap polisi, Dinda. Aku juga menyebarkan isu malpraktik itu sendiri. Aku membunuh dua burung dengan satu batu! Aku membersihkan namaku dan menghancurkan reputasi rumah sakit Ikhsan!" seru Bu Hanim. "Dia pikir dia bisa melindunginya? Dia pikir dia bisa menikahinya? Aku akan pastikan mereka tidak punya apa-apa lagi!"

Bu Hanim mengambil ponselnya, menampilkan foto Mulia di gaun pengantin yang kusut di hari teror.

"Mulia Anggraeni," bisik Bu Hanim, matanya menyipit penuh kebencian. "Kamu pikir kamu bisa memulai hidup baru? Tidak akan pernah. Sekarang, kamu tidak hanya kehilangan ibumu. Kamu kehilangan pernikahanmu. Kamu kehilangan dukungan hukum. Dan sebentar lagi, kamu akan melihat kehancuran rumah sakit Ikhsan, calon suamimu."

Bu Hanim menenggak sampanye itu hingga habis. Dendam telah membuatnya menjadi arsitek kehancuran yang tak tertandingi.

"Rencana kita selanjutnya, Dinda," kata Bu Hanim, menyeringai. "Kita kembali ke Jakarta. Kita akan gunakan isu malpraktik ini. Kita akan adakan aksi demonstrasi besar-besaran di depan rumah sakit Ikhsan. Aku akan pastikan, Medika Sejahtera ditutup, dan Ikhsan menjadi Direktur yang bangkrut dan gagal. Saat Ikhsan jatuh, Mulia akan jatuh bersamanya."

Dinda mengangguk, matanya berkobar. Kebenciannya pada Mulia kini menjadi satu-satunya motivasi.

Bu Hanim melihat ke luar jendela, menatap malam yang gelap. Ia sudah membeli hukum, ia sudah menipu publik, dan ia sudah menghancurkan hati musuhnya. Ia telah menang. Kini, ia hanya perlu melihat Mulia dan Ikhsan merangkak di bawah kakinya. Kemenangan ini terasa begitu manis, begitu brutal. Ia akan terus menekan, sampai Mulia benar-benar kehilangan harapan terakhirnya.

****

Setelah kemenangan keji mereka di hadapan hukum, Bu Hanim dan Dinda kembali ke Jakarta, membawa serta aura keangkuhan yang gelap. Mereka disambut hangat oleh Soraya, yang kini semakin termakan hasutan dan ketakutan akan kehancuran nama baik keluarga. Soraya sudah mengatur pertemuan untuk membahas satu hal yang ia yakini akan menyelamatkan kehormatan mereka: pernikahan Dinda dan Satria.

Mereka bertemu di sebuah ruang rapat pribadi di kantor pusat Menggara Group, sebuah simbol kekuasaan yang kini terancam. Satria, ironisnya, sama sekali tidak dilibatkan dalam perencanaan ini. Kehadirannya hanya dibutuhkan untuk menandatangani dokumen.

"Soraya, kamu lihat sendiri. Fitnah malpraktik itu sudah menyebar. Rumah Sakit Ikhsan Medika Sejahtera pasti akan bangkrut," ujar Bu Hanim, duduk dengan postur elegan yang menyimpan ribuan kejahatan.

"Aku tahu, Hanim. Tapi masalahnya, Ikhsan masih ada. Dan Mulia... wanita itu masih ada di sisinya," balas Soraya, wajahnya terlihat tegang. "Aku takut, kalau Ikhsan bangkrut, Mulia akan lari dan kembali mencari Satria."

Bu Hanim tertawa, tawa yang tajam. "Itulah kenapa kita harus mengikat Satria sekarang juga. Pernikahan ini bukan hanya penyatuan dua keluarga, Soraya. Ini adalah benteng kita melawan Mulia."

Dinda, yang sejak tadi diam, angkat bicara. "Aku akan pastikan Satria melupakan wanita itu, Tante. Aku akan menjadi istri yang baik, yang jauh lebih baik daripada wanita kampung itu."

Soraya menatap Dinda, mengangguk setuju. "Aku yakin kamu bisa, Dinda. Aku ingin pernikahan ini segera diselenggarakan. Minggu depan, kita umumkan pertunangan. Dan bulan depan, kita adakan pernikahan."

"Begitu cepat?" tanya Dinda, sedikit terkejut.

"Harus cepat," Bu Hanim menimpali, matanya menyala. "Mulia dan Ikhsan sudah menunda pernikahan mereka. Kita tidak boleh memberi mereka waktu untuk menyusun kekuatan lagi. Kita harus mendahului mereka, membuat Satria terikat, sehingga Mulia benar-benar kehabisan harapan."

Soraya mengangguk. "Aku sudah menyiapkan semua. Aku bahkan sudah meminta asisten—" Ia berhenti sejenak, wajahnya menunjukkan rasa jijik saat menyebut nama asisten. "—untuk mengurus semua dokumen dan perjanjian pra-nikah. Semuanya demi memastikan Satria dan Dinda mendapatkan kekayaan yang legal."

"Bagus," kata Bu Hanim, tersenyum puas. "Tapi Soraya, ini belum cukup. Kita tidak boleh hanya mengikat Satria. Kita juga harus menghancurkan Mulia sampai ke akar-akarnya. Aku ingin dia merasakan kehancuran total. Kehancuran yang membuat dia tak bisa lagi bangkit."

****

"Dengar, Soraya. Aku sudah melakukan pembersihan hukum di Jakarta. Kini, kita serang Mulia secara sosial dan finansial," Bu Hanim merancang skema baru, suaranya dipenuhi rencana keji. "Aku ingin kamu, sebagai petinggi Menggara Group, menyebarkan isu ke seluruh jaringan bisnis kita. Bahwa Mulia adalah penyebar isu malpraktik di rumah sakit Ikhsan, dan bahwa dia adalah wanita yang menembak Ikhsan."

Soraya terperanjat. "Menembak Ikhsan? Tapi..."

"Tentu saja tidak benar!" sela Bu Hanim, tersenyum licik. "Tapi siapa yang akan membantahnya? Ikhsan sedang sibuk menyelamatkan rumah sakitnya yang sekarat. Dan Mulia? Dia sedang bersembunyi. Kita ciptakan narasi, Soraya. Narasi bahwa Mulia adalah wanita gila yang mencoba membunuh calon suaminya sendiri karena ambisi pribadi."

"Itu... itu sangat kejam, Hanim," bisik Soraya, meskipun ada sedikit kepuasan di matanya.

"Kejam? Lebih kejam mana dibandingkan wanita yang sudah menyebabkan rumah tanggaku hancur?" Bu Hanim membalas. "Kita akan membuat Mulia menjadi musuh publik nomor satu di kalangan pengusaha dan sosialita Jakarta. Tidak ada yang akan mau berhubungan dengannya. Tidak ada yang akan mau memberikan dia pekerjaan. Dia akan menjadi sampah masyarakat yang tidak berguna."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!