Wan Yurui terbangun kembali saat usianya masih belia. Ingatan di dua kehidupan itu melekat kuat tidak bisa di hilangkan. Satu kehidupan telah mengajarinya banyak hal. Cinta, benci, kehancuran, kehilangan, penghianatan dan luka.
Di kehidupan sebelumnya dia selalu diam di saat takdir menyeretnya dalam kehampaan. Dan sekarang akankah semua berbeda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa aku memiliki hak untuk itu?
Dengan perlahan pelayan Ayun membantu Nona mudanya untuk bangkit dari tempat tidur. "Obat sudah siap." Mengambil mangkuk obat. Genangan obat di dalam mangkuk di tiup perlahan baru setelahnya di berikan kepada Wan Yurui.
Satu mangkuk obat di habiskan tanpa sisa. "Apa sudah ada kabar terbaru dari Ibu Kota di dua Kekaisaran?" Mendorong tubuhnya pada pembatas tempat tidur. Wan Yurui bersandar dengan bantal sebagai pengganjal.
"Belum ada kabar yang di berikan Qin Feng." Pelayan Ayun bangkit mengambil selimut yang lebih tebal.
Selama satu minggu penuh Wan Yurui harus beristirahat total. Dia hanya diam di penginapan dan sesekali keluar untuk menghirup udara segar. Dalam pemilihannya ia hanya mengandalkan surat dari pengawal Qin Feng. Agar dirinya bisa selalu mengetahui keberadaan Yu Xiao.
Di depan cermin Yang jernih wajah cantik Wan Yurui memantul jelas tanpa celah. Hela nafas terdengar, "Hehuh... Aku sudah merindukan saudariku. Ayo berangkat." Bangkit dari kursi berjalan keluar di ikuti pelayan setianya.
Baru saja wanita itu ingin menaiki kereta kuda ia melihat beberapa pejalan kaki dengan gelagat mencurigakan. "Udara pagi terasa sejuk. Akan lebih baik jika kita berjalan santai untuk menikmatinya." Dia sedikit melirik kearah pengawalnya.
Qin Feng langsung mendekat.
"Perhatikan setiap pergerakan mereka. Kota ini telah di masuki penyusup," ujar Wan Yurui sepelan mungkin.
"Baik."
Mereka berhenti di salah satu kedai mie. Pelayan Ayun memesan tiga mangkuk mie dengan tambahan daging. Setelah menunggu beberapa saat mie telah siap di hidangkan. Kepulan asap panas masih terlihat kuat menyelimuti setiap mangkuk mie. Sesekali pandangan mata mereka bertiga akan menjelajah mencari orang-orang dengan prilaku mencurigakan.
"Mereka orang asing. Lebih tepatnya dari negara Mingbu," ujar Wan Yurui sembari memakan mie miliknya.
"Negara Mingbu sudah terpecah menjadi dua kerajaan besar. Jika mereka melakukan serangan di Kekaisaran Yun kekuatan mereka tidak akan bisa menghadang serangan balasan. Dua Raja besar selalu berseteru bahkan saling menyerang. Tanpa kekuatan mutlak dari kedua Kerajaan kemenangan tidak mungkin mereka dapatkan," saut Pengawal Qin Feng mencoba menganalisis semua informasi yang ia ketahui tentang negara Mingbu.
Sumpit di letakan kembali di atas mangkuk. "Kekacauan akan datang lebih cepat dari perkiraan. Qin Feng segara cari informasi sebanyak mungkin dari Ibu Kota. Setelah masalahku selesai kita kembali." Wan Yurui bangkit di ikuti pelayan dan pengawalnya.
"Baik."
Kereta melaju pergi keluar dari kota menuju barak militer pasukan Liangyu. Baru saja turun Wan Yurui sudah di sambut kedatangan pengawal pribadi Hui An. "Pengawal Hui."
"Nona Wan, apa anda datang untuk menemui Panglima?"
"Iya."
"Hari ini panglima sedang menjalankan tugas resmi di luar. Mungkin akan kembali nanti malam," kata Pengawal Hui An.
"Tidak masalah. Aku bisa menunggunya." Melihat kearah Ketua Duo Guang yang sedang melintas di dekatnya. "Ketua Duo." Wan Yurui berjalan menghampiri pria itu.
"Nona Wan."
"Saya cukup bosan jika tinggal di kamar tamu sendirian. Bagaimana jika kita bertanding di lapangan?" Kedua mata wanita itu terlihat sangat jernih.
Ketua Duo Guang menelan ludah pahit di tenggorokannya. Keringat dingin juga telah membasahi seluruh punggungnya. "Ini?"
Wajah Wan Yurui berubah cemberut. "Apa Ketua Duo tidak bersedia berlatih bela diri denganku lagi?"
"Bukan begitu. Tapi..."
"Baik. Saya tunggu di lapangan bela diri." Wan Yurui melangkah pergi meski belum mendapatkan persetujuan dari Ketua Duo Guang.
"Tapi saya takut terluka lagi. Hihshhh..." Ketua Duo Guang menatap kearah Pengawal Hui An. "Tuan Hui."
"Untuk hal ini saya juga tidak bisa membantu." Pengawal Hui An berjalan pergi tidak ingin ikut campur.
"Huehh..." Menghela nafas dalam. Ketua Duo Guang hanya bisa menyetujuinya.
Selama lima jam penuh Wan Yurui terus berlatih bela diri bersama dengan Ketua Duo Guang dan empat puluh prajurit unggulan. Pertarungan itu selalu memiliki hasil yang sama yaitu kekalahan untuk para prajurit. "Ketua Duo."
"Nona Wan." Bangkit dari tanah. Keringat di tubuhnya telah menyatu dengan baju yang ia kenakan. "Begini saja. Bagaimana jika para prajurit juga ikut berlatih secara bergantian dengan anda. Dengan begini mereka juga bisa mendapatkan ilmu dari anda." Ketua Duo Guang berusaha mencari alasan untuk tidak lagi bertarung dengan wanita di depannya. Lima jam penuh dia harus melakukan pertarungan dan hanya memiliki waktu istirahat selama lima menit.
Wan Yurui terdiam untuk beberapa saat. Dan pada akhirnya dia menyetujuinya. "Baik."
"Huh... Saya akan menyiapkan pasukan." Ketua Duo Guang berlari dengan penuh semangat. "Semua prajurit berbaris."
Semua prajurit baru berbaris mendegarkan instruksi dari Ketua Duo Guang. "Hari ini Nona Wan akan melakukan pelatihan untuk kalian. Kalian harus melihat, mendengarkan dan memahami setiap gerakan yang akan di tunjukkan. Apa kalian mengerti."
"Kami mengerti," jawab serentak semua prajurit baru.
Sampai jam sepuluh malam Wan Yurui terus melakukan pertarungan tanpa henti secara bergantian dengan para prajurit baru. Pelayannya Ayun terus menunggu di gerbang utama barak militer. Dia hanya berharap Panglima Yu Xiao segara datang. "Panglima." Memberikan hormat di saat Yu Xiao datang bersama pasukannya.
"Dia datang?"
"Nona sudah menunggu anda sejak siang tadi. Saat ini Nona muda masih bertarung dengan prajurit baru di lapangan," saut pelayan Ayun.
"Dia bertarung sejak datang?"
"Iya."
Kerutan kening terlihat jelas di wajah Yu Xiao. Dia turun dari kudanya berjalan cepat menuju lapangan pelatihan. Saat sampai Yu Xiao segera naik keatas podium. "Semua orang butuh istirahat." Kedua mata tegas itu seakan luntur saat berada di hadapan wanita di depannya.
"Baik."
Yu Xiao berjalan pergi di ikuti Wan Yurui. Mereka menuju kearah ruangan pribadi Panglima.
"Aku sudah menyiapkan berkas yang kamu minta." Mengambil beberapa dokumen yang ada di dalam laci mejanya. "Kenapa tidak meminta Hui An mengambilkannya?"
"Yu Xiao." Suara lembut itu menyapa telinga pria dingin di depannya.
"Em."
"Aku ingin berlayar denganmu di jalur air penghubung dua negara. Hanya untuk malam ini saja. Apa kamu bersedia menemaniku pergi?" Wan Yurui menanti jawaban dari pria di depannya.
"Baik."
Ada keterkejutan di saat Yu Xiao memberikan jawaban. Namun dia juga merasa senang keinginannya dapat terpenuhi.
Malam itu juga mereka pergi menuju sungai penghubung dua negara. Jalur sungai terbesar pembelah dua negara bagian. Di atas kapal yang berlayar menuju ketengah sungai tenang. Jutaan kunang-kunang berterbangan memenuhi langit malam.
"Ini sangat indah." Kedua mata indah itu berusaha menjadi jendela pengingat. "Yu Xiao." Menatap kearah pria yang ada di sampingnya. Senyuman penuh kebahagiaan terukir jelas di wajahnya.
Hati yang awalnya beku seperti di lelehkan kehangatan dari wanita dengan tatapan binar di kedua matanya. "Kapan kamu akan kembali?"
"Besok pagi. Kenapa? Apa kamu ingin menahanku?"
Yu Xiao memandang kearah lain. "Apa aku memiliki hak untuk itu." Suaranya sangat pelan.
"Apa? Aku tidak mendengar yang kamu katakan." Wan Yurui mendekatkan tubuhnya.
"Tidak ada."
pergi jauh jauh.....
jangan menempel sama mereka berdua.....