NovelToon NovelToon
SUAMI TAK PERNAH KENYANG

SUAMI TAK PERNAH KENYANG

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Angst / Suami Tak Berguna / Ibu Mertua Kejam / Pihak Ketiga
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Euis Setiawati

Judul: Suamiku Tak Pernah Kenyang
Genre: Drama Rumah Tangga | Realistis | Emosional

Laila Andini tak pernah membayangkan bahwa kehidupan rumah tangganya akan menjadi penjara tanpa pintu keluar. Menikah dengan Arfan Nugraha, pria mapan dan tampak bertanggung jawab di mata orang luar, ternyata justru menyeretnya ke dalam pusaran lelah yang tak berkesudahan.

Arfan bukan suami biasa. Ia memiliki hasrat yang tak terkendali—seakan Laila hanyalah tubuh, bukan hati, bukan jiwa, bukan manusia. Tiap malam adalah medan perang, bukan pelukan cinta. Tiap pagi dimulai dengan luka yang tak terlihat. Laila mencoba bertahan, karena “istri harus melayani suami,” begitu kata orang-orang.

Tapi sampai kapan perempuan harus diam demi mempertahankan rumah tangga yang hanya menguras

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Euis Setiawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

kabar dari kampung

Pagi itu udara di ruang tamu rumah Laila terasa cukup tenang. Cahaya matahari masuk melalui jendela besar yang tirainya setengah terbuka. Laila sedang duduk di sofa, menyesap teh hangat yang baru saja ia buat. Pandangannya kosong, pikirannya melayang entah ke mana, sampai tiba-tiba ponselnya berdering.

Nada dering itu terasa seperti mengusir ketenangan pagi. Laila segera meraih ponsel yang tergeletak di atas meja, dan melihat nama yang terpampang di layar: Ibu. Jantungnya berdegup sedikit lebih cepat. Entah kenapa, kali ini ia merasa panggilan itu membawa firasat yang tidak enak.

“Assalamualaikum, Bu...” ucap Laila sambil menempelkan ponsel ke telinga.

“Waalaikumsalam, Nak...” suara ibunya terdengar lemah di seberang.

Laila langsung terdiam. Ada getaran di suara itu yang membuatnya khawatir.

“Bu... Ibu kenapa? Kok suaranya pelan gitu?” tanyanya cepat.

“Ibu cuma... badan agak panas, Lail... dari tadi malam nggak enak badan. Kepala pusing, tubuh lemas. Ibu pikir cuma masuk angin, tapi sampai sekarang belum reda,” jelas ibunya, napasnya terdengar agak berat.

Mendengar itu, Laila langsung panik.

“Ya Allah, Bu... kenapa nggak bilang dari kemarin? Kalau tahu, Laila langsung pulang.”

Ibunya berusaha menenangkan, “Jangan khawatir dulu, Nak. Ibu cuma butuh istirahat, nanti juga sembuh...”

Tapi naluri seorang anak membuat Laila tidak bisa duduk diam. Ia merasa harus melihat keadaan ibunya secara langsung.

“Bu, Laila mau pulang sekarang ya. Biar Laila yang urus Ibu,” ucapnya mantap.

Tanpa menutup telepon, Laila bergegas menuju kamar untuk mencari suaminya, Arfan. Ia menemukan Arfan sedang berdiri di depan lemari pakaian, merapikan kemeja kerja sambil bercermin.

“Mas...” panggil Laila pelan.

Arfan menoleh sebentar, “Hm? Kenapa?”

“Ibu sakit...” ucap Laila, suaranya bergetar.

Arfan mengernyit,

“Sakit? Sakit kenapa?”

“Kata Ibu badannya panas dari tadi malam, kepala pusing...” jawab Laila cepat.

Arfan menutup pintu lemari, lalu duduk di tepi ranjang.

“Ya sudah, kalau gitu kamu pulang aja. Aku belum bisa ikut sekarang, soalnya hari ini ada pekerjaan penting di kantor.”

Laila mengangguk pelan.

“Iya mas, nggak apa-apa. Yang penting Laila bisa jenguk Ibu dulu.”

Arfan berdiri lagi, mengambil dompet dan ponselnya.

“Nanti kalau perlu apa-apa kabarin aku. Jangan lupa, walau di rumah orangtua tetap jaga diri.”

“Iya mas...”

Arfan lalu menepuk bahu Laila sebentar.

“Sudah, kamu siap-siap aja. Aku berangkat kerja dulu.”

Dengan cepat, Arfan melangkah keluar kamar dan meninggalkan Laila yang masih berdiri sambil menggenggam ponsel nya

Setelah Arfan pergi, Laila langsung masuk ke kamarnya untuk berkemas. Ia hanya membawa beberapa potong pakaian, obat-obatan, dan sedikit uang tunai yang tersisa. Dalam hati, ia merasa was-was.dengan keberadaan bi ratmi belakangan ini apalagi arfan mau di tinggal dulu oleh lastri untuk menengok ibu nya,tetapi kabar sakitnya ibunda membuatnya harus mengesampingkan masalah pribadinya.

“Bi Ratmi...” panggil Laila dari ruang tamu.

“Ya, Bu...” sahut pembantu rumah tangganya itu sambil keluar dari dapur.

“Saya mau pulang ke rumah orangtua sebentar. Tolong jaga rumah ya, jangan lupa kunci semua pintu dan jendela kalau malam.”

“Baik, Bu,” jawab Bi Ratmi singkat.

Laila kemudian memesan taksi online. Sepanjang perjalanan, pikirannya dipenuhi rasa cemas. Hatinya tidak tenang membayangkan ibunya terbaring lemah di rumah.

Butuh waktu hampir tiga jam perjalanan menuju kampung halamannya. Saat taksi berhenti di depan rumah sederhana bercat biru itu, Laila langsung turun tanpa basa-basi. Ia berlari kecil menuju pintu rumah.

“Ibu!” panggilnya sambil membuka pintu.

Di ruang tengah, ia melihat ibunya terbaring di sofa dengan selimut tipis. Wajahnya pucat, keningnya basah oleh keringat.

Laila segera menghampiri dan berlutut di samping ibunya.

“Bu, ini Laila...”

Ibunya tersenyum lemah.

“Lail... kamu beneran pulang...”

“Iya Bu, Laila nggak tenang kalau nggak lihat Ibu langsung.”

Laila memegang tangan ibunya yang terasa panas. Tanpa menunggu lama, ia mengambil kain bersih, merendamnya di air hangat, lalu mengompres dahi ibunya.

Di sela-sela mengompres, Laila bertanya,

“Bu, udah minum obat belum?”

“Baru minum paracetamol tadi pagi, Nak...”

“Ya sudah, nanti Laila belikan lagi yang lebih pas. Kalau perlu, kita periksa ke puskesmas.”

Ibunya hanya mengangguk pelan.

“Kamu repot-repot banget, Nak... Laila kan punya urusan di rumah sendiri.”

Laila tersenyum getir.

“Urusan rumah bisa diatur, tapi Ibu cuma satu. Kalau Ibu sakit, semua terasa kosong.”

Ibunya terharu mendengar itu, matanya berkaca-kaca.

“Doa Ibu selalu untuk kamu, Nak. Semoga rumah tanggamu baik-baik saja.”

Ucapan itu membuat hati Laila tergores. Ia teringat pada Arfan suami yang membuatnya selallu tidak nyaman di ranjang karena hasratnya yang berlebihan. Tetapi ia tak ingin ibunya tahu masalah rumah tangganya.

Hari mulai gelap. Laila memutuskan untuk menginap di rumah ibunya. Ia menyiapkan bubur ayam lembut untuk makan malam sang ibu, lalu membereskan dapur. Setelah ibunya tidur, Laila duduk di teras, memandang langit malam kampung yang bertabur bintang.

Di tangannya, ia menggenggam ponsel. Ada pesan masuk dari Arfan:

“Gimana kabar Ibu? Jangan lupa istirahat.”

Laila mengetik balasan,

“Ibu masih panas, mas. Doain cepat sembuh ya.”

Tak lama kemudian, Arfan membalas singkat:

“Iya. Besok kabarin lagi.”

Laila menatap layar ponsel itu lama. Ada rasa dingin di hatinya. Dulu, jika ia pulang ke kampung, Arfan akan menghubungi berkali-kali, menanyakan kabarnya. Sekarang, cukup satu dua pesan saja.

Keesokan paginya, Laila bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan sederhana. Ia mengecek suhu tubuh ibunya, yang sudah mulai menurun walau masih terasa lemas. Laila merasa sedikit lega.

Sambil menyuapi ibunya, Laila berkata,

“Bu, kalau nanti sudah agak kuat, kita ke puskesmas ya.”

“Boleh, Nak. Ibu ikut saja.”

Sepanjang pagi itu, Laila merasa kembali menjadi anak gadis yang tinggal bersama ibunya membereskan rumah, mencuci pakaian, dan menemani ibu berbincang ringan. Ada kehangatan yang tak ia rasakan di rumahnya bersama Arfan.

Namun di balik senyum itu, ada kegelisahan. Laila tahu, saat ia kembali nanti, masalah rumah tangganya tetap menunggu. Terutama perasaan curiga pada Bi Ratmi yang belakangan membuat pikirannya tak tenang.

1
Vanni Sr
ini laila ny terlalu bodoh sib klo kt aku mah ya, udh tiap mlm d gempur terus apa² d pendem, gada ketegsan jg, laki ny jg seenk ny sndri, crta ny kek yg udh² suami main sm pembatu. tnggl cari org but rawat ibu ny yg skit ini malah lama2 d kampung , mending dah pisah aja. krn g cm sekali berhubungn psti tuh mereka
Zoe Medrano
Aku yakin ceritamu bisa membuat banyak pembaca terhibur, semangat terus author!
Euis Setiawati: terimakasih ka....😍
total 1 replies
Mepica_Elano
Emosinya terasa begitu dalam dan nyata. 😢❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!