Seorang pria bernama Lorenzo Irsyadul, umur 25 tahun hidup seorang diri setelah ibunya hilang tanpa jejak dan dianggap tiada. Tak mempunyai ayah, tak mempunyai adik laki-laki, tak mempunyai adik perempuan, tak mempunyai kakak perempuan, tak mempunyai kakak laki-laki, tak mempunyai kerabat, dan hanya mempunyai sosok ibu pekerja keras yang melupakan segalanya dan hanya fokus merawat dirinya saja.
Apa yang terjadi kepadanya setelah ibunya hilang dan dianggap tiada?
Apa yang terjadi kepada kehidupannya yang sendiri tanpa sosok ibu yang selalu bersamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A Giraldin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20: Beautiful
Beberapa waktu sebelumnya, adalah saat di mana Lorenzo bertemu dengan seorang wanita yang menutupi kepalanya dengan jubah putih. Lorenzo bertemu dengannya saat ia berada di depan gerbang merah untuk masuk ke dalam sini.
“Siapa namamu?” tanyanya kepadanya dengan tersenyum kecil.
Memiringkan kepalanya ke kiri dan pandangannya lurus ke depannya sambil tersenyum lebar serta penuh rasa bangga. “Lorenzo Irsyadul, umur 25 tahun.”
Ia tertawa kecil. “Lorenzo ya. sepertinya, perkenalan dirimu selalu disertai dengan umur ya!”
Lorenzo tersenyum kecil dan langsung menatapnya dengan wajah serius.”Sepertinya kau benar. Oh iya, nama nona siapa?”
Pertanyaannya langsung ia jawab. “Bethany Guilitone, umur 40 tahun.”
“Dia pasti akan menyebutkan tua.” Sebuah prediksi dari dirinya yang di mana, para pria juga mengatakan hal tersebut, jadi... Lorenzo juga pasti akan mengatakan hal yang sama, menurutnya.
Lorenzo tersenyum kecil. “Begitu ya. Dari penampilanmu, sepertinya kau masih muda ya. Hebat sekali, anda sepertinya merawat diri anda dengan baik.” Tepuk tangan dan itu semua didasari dengan dirinya sedikit melihat wajah putih bersih tanpa adanya keriput sedikitpun.
Wajahnya memerah hebat dan langsung menghilang serta hanya menyisakan sebuah jimat berwarna emas. Lorenzo langsung melihat sekitaran dan dirinya sudah tak ada di mana-mana.
“Kemana nona Bethany pergi?” tanyanya sambil terus melihat kesana dan kemari.
Hal yang bisa ia lihat hanyalah sebuah jimat berwarna emas. “Jimat emas...” ia berjalan mendekatinya dan langsung membaca isinya. “Anda akan mendapatkan keberuntungan yang sangat luar biasa. Wanita-wanita baik menunggumu dan... sesuatu yang hebat akan terjadi. Ingatlah, jangan mudah tertipu. Jahat atau baik... jangan ragu-ragu untuk menghindar atau melakukannya.”
Lorenzo kebingungan dan tanpa memedulikannya, ia berjalan menuju ke dalam gerbang merah.
Seisi ruangan yang asalnya gelap dan hanya bagian kursi saja yang bercahaya, langsung menjadi terang dan memperlihatkan ruangan megah dengan samping kanan dan kiri adalah patung buddha emas, bagian depan kursi di tengah, kiri dan kanan adalah para pelayan yang berdiri sambil menundukkan sedikit kepalanya di depan tembok motif naga merah.
Bagian tengah depannya adalah mereka berdua atau Elizabeth dan Violet. Terlihat bagian depan mereka sekarang terlihat jelas keseluruhannya. Jubah putih dengan pita merah khas wanita kuil dipakai olehnya.
Tangan kanannya membuka tudungnya dan sedikit demi sedikit, wajahnya terlihat dengan jelas. Kulit putih bersih tanpa keriput, rambut dan mata merah menggoda, serta tinggi badan 172 cm, H-cup, seperti itulah dirinya.
Senyum kecil dengan mata tertutup, tiba-tiba menjadi senyum lebar dengan mata terbuka lebar serta berbintang-bintang. “Lorenzo... aku ingin bermain dengannya. Dengan kondisiku ini__” tiba-tiba ia berhenti berbicara.
Krakk
Tulang punggungnya retak dan refleks membuatnya memegang punggung belakang bagian agak atas bokong. “Aduduhh... sa-sakit.” Umurnya padahal belum setua itu, mungkin karena efek jarang berdiri tegak, seperti itulah akibatnya.
Kondisi mereka berdua yang sedikit ketakutan langsung ketakutan sekali dan langsung teriak kecil ke arah ibunya. “Ibuu!! Jangan memaksakan dirimu!” mohonnya kepadanya dengan menundukkan kepalanya.
Alasan takut... kondisi ibunya ternyata. Bethany menangis sedikit dan langsung mengeluh akan keadaannya. “Huhuhu... kenapa encok itu semengerikan ini? Apakah karena aku selalu di ranjang?”
“Lebih tepatnya... itu karena ibu selalu duduk terus dan hanya berdiri di gerbang tanpa melakukan pergerakan sedikitpun. Tak pernah meninggalkan tempat duduk mu dan hanya menggunakan teleportasi mu saja.”
Sebuah jawaban dari pikiran mereka, membuat kita berpikir... ternyata seperti itu dan ternyata... ibunya sepertinya bukan pelacur, mungkin... lebih tinggi dari itu posisinya.
Para pelayan yang melihatnya hanya bisa menundukkan kepalanya serta mengangguk kecil layaknya pikiran mereka semua dan pikiran kedua anak Bethany sambung-menyambung. “Memang seperti itu kok,” ucap mereka serentak di dalam hati, kecuali Violet dan Elizabeth.
Bethany menundukkan kepalanya dan terus dan tangisannya menjadi lebih besar. “Aku ingin bermain dengan nyaaa...” marah-marahnya sampai membuatnya terlihat gila dan bisa bergerak dari sana kesini di atas kursinya.
“Itu dia... Serious queen!!” serunya di dalam hati mereka semua dengan wajah memerah sedikit.
Sebuah kondisi di mana pemimpin tertinggi playground atau pemimpin para wanita pelacur terlihat sangat imut dan serius akan permintaannya. Main? Maksud main di sini apa ya?
Violet yang mengetahui lebih banyak informasi langsung mengacungkan tangan kanannya ke atas. “Ibu, Lorenzo sudah punya pacar.”
Informasi yang diberikannya membuat tubuhnya memutih hebat dan retak sampai menjadi pecahan kaca. Semuanya langsung kaget dan suasana di dalam kastil pun menjadi lebih meriah.
Suara berjalan kaki pelan membuka pintu kuning lambang naga merah. “Boleh aku ikutan!” seru seorang wanita muda yang sangat cantik.
Rambut putih halus panjang, mata hitam, kulit putih tanpa keriput, gaun merah, dan aura gelap di belakangnya terlihat dengan jelas.
Tatapan jahat dari Bethany ia keluarkan ke arahnya. Dirinya hanya tersenyum lebar dengan kedua matanya ditutup rapat serta pandangan lurus ke depan. “Takut sekali. Nona Destiny ketakutan lho!”
Ia langsung beranjak dari tempat duduknya dan langsung berjalan pelan ke arahnya dengan aura gelap di sekelilingnya. Saat saling berhadapan, semua pelayan, Violet & Elizabeth langsung berbicara sendiri di dalam hati masing-masing dengan mengucapkan kata yang sama, yaitu:
“Berubah seperti semula dan... yang biasa lagi ya.” Semuanya mengeluh melihat pemandangan yang ada di depan mereka semua.
Destiny langsung berbicara sendiri di dalam hatinya. “Jangan bilang__”
Tiba-tiba, Bethany tersenyum lebar dengan mata berbintang-bintang serta penuh harapan. “Destiny... bisa bantu aku! Aku ingin bermain dengannya.”
Permohonannya langsung ia jawab dengan cepat. “Maaf, aku tidak bisa melakukannya.”
Bethany langsung terkejut sekali dan ia pingsan sambil perlahan jatuh. Violet dan Elizabeth dengan cepat langsung membopong pundak kanan dan kirinya. Violet di kiri, Elizabeth di kanan, dan Bethany di tengah, benar-benar keluarga sejati.
“Kenapa ti-tidak bi-bisa?” tanyanya tanpa adanya semangat sedikitpun.
Destiny mengembuskan napas kecil dan langsung menatapnya serius dengan wajah datar. “D.A.E. alasannya hanya itu saja.”
Kembali seperti semula dan langsung terkejut sekali. “Eeehh!!!” teriaknya kencang. “Aaaa... kau benar sekali, huhuhu...” tangisannya menjadi lebih besar dan membuatnya sedikit kesal.
“Kalau bermain dengannya, nanti ia tak bisa menjalani misinya. Jadi, biarkan ia menyelesaikannya dan... kita lihat saja pergerakannya. Mantan Secret detektif, aku tidak sabar... melihatnya.” Senyuman manis penuh rasa percaya diri keluar dari mulutnya.
Bethany menatapnya dengan tersenyum kecil. “Kau benar. Yahh...” ia mengangkat kedua tangannya ke atas. “Lorenzooo!!! Semangaattt!!!” teriaknya kencang hanya untuk menyemangatinya.
“Ahahahaha,” tawa mereka semua serentak. “Semangattt!” teriak kecil untuk mengikuti apa yang dilakukan oleh ratu atau pemimpin mereka ini.
Pagi hari tiba... terlihat Lorenzo sedang berdiri di luar balkon yang sudah dibuka, lampu yang masih dimatikan, serta futon yang sudah dibereskan. Senyum lebar keluar darinya dan memperlihatkannya ke arah depannya. “Pemandangan pagi juga, tak kalah bagus ternyata.”
Komennya akan apa yang ia lihat, tak bisa disalahkan. Langit cerah masih gelap dikit dengan tempat yang menyalakan banyak lampu hingga membuat suasana pagi menjadi terang yang membuat langit tak bisa mengasih cahayanya kepada tempat ini.
“Oke, waktunya sedikit berkeliling tempat ini.”
Keluar dari kamarnya dan berjalan menuju luar bangunan ini. Saat berada di depan bangunan besar ini, ia tersenyum lebar dengan tatapan serius menyelimutinya.
“Sekarang... waktunya bekerja.”
Sang bintang utama, akan bekerja sekarang. Tempat-tempat yang sudah berurutan, akan segera dijelajahi dan diselidiki. Apa misteri yang ada di tempat wanita-wanita pelacur ini?
Bersambung...
Tulisanmu bagus, Loh... semoga sukses ya...
ayo, Beb @Vebi Gusriyeni @Latifa Andriani