Bagi seorang ibu selama khayat di kandung badan kasih sayang pada anak tak akan hilang. Nyawa pun taruhannya, namu demi keselamatan sang anak Suryani menahan rindu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosida0161, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Mantan Tuan Muda
Dila baru tahu kalau Adi menyukai teh manis aroma jahe. Wah selama ini dia tak tahu jika calon suaminya itu duka minuman agak tradisional.
"Kamu suka teh jahe, Mas?" Dila menatap Adi yang menyeruput sisa teh aroma jahe yang masih tersisa di cangkir hingga tandas.
"Banget," dan Adi menghabiskan tuntas isi cangkirnya.
"Wah aku harus belajar buat teh manis aroma jahe, nih," batin Dila yang selalu saja ingin bisa membuat masakan atau minuman yang disukai calon suaminya itu.
"Teh aroma jahe ini sangat membuat hangat badan kita dalam suasana malam yang cuacanya dingin begini. Dulu ibuku sering bikin teh jahe begini. Aromanya menyatu dengan tehnya.' cerita Adi dengan mata berbinar setiap menceritakan tentang ibunya.
"Kenapa nggak bilang dari dulu dulu kalau Mas Adi itu suka minum teh jahe, kan bisa disediakan sama aku kalau ke sini"
Adi tersenyum."Bukan juga setiap saat aku minum teh begini. Tapi jika cuaca dingin saja, ya seperti saat ini kan cuaca dingin setelah rintik hujan," urai Adi.
"Oh gitu," angguk Dila sangat perhatian pada cerita Adi. Bagaimana pun ia harus tahu minuman kesukaan calon suaminya. Selain sayur bobor kelor, minuman teh aroma jahe yang harus dikuasainya. Walau ada asisten rumah tangga, tapi ibunya pernah menasehati anak-anaknya. Dirinya dan Nila.
"Usahakan kalian menguasai makanan dan minuman kesukaan suami kalian nanti. Jangan sepenuhnya bertumpu pada asisten rumah tangga,"
Sebelum berangkat memenuhi undangan makan Yanuar, Dila menyempatkan mencari Yanti.
"Yanti ..."
"Non cari saya?" Yanti mendekat pada Dila yang berdiri di ambang ruangan antara ruang santai dan ruangan yang menuju ke dapur.
"Ya hanya mau tanya," angguk Dila.
"Mau tanya apa, Non?"
"Yang membuat teh aroma jahe siapa, ya?"
Berdebar dada Yanti. Ia mengira non majikannya tak suka dengan suguhan yang tak biasanya itu.
"Maaf, Non, itu Bik Yani katanya dingin dingin gini enak minim teh aroma jahe,"
"Oh gitu, ya sudah bilangin Bibik besok aku mau belajar bikin teh jahe seperti yang dikasih pada Mas Adi, ya, sekarang aku mau ke rumah Mbak Dila dulu,"
"Oh gitu ya, Non, baiklah kalau begitu" lega hati Yanti. Semula ia mengira non majikannya mau protes, tak tahunya malah mau belajar buat teh yang serupa.
Suryani sangat senang mendengar dari Yanti jika calon istri Adinya mau belajar membuat teh aroma jahe.
"Bik kok malah bengong, sih?!" Yanti melambai lambaikan tangannya pada Suryani.
"Ya aku dengar, Yanti," ujar Suryani.
Yanti tertawa, "Kirain ngelamun,"
Suryani tersenyum.
"Bobor kelor masakan Bik Yani Tuan muda Adi sangat suka, katanya pas di lidahnya. Teh manis aroma jahe juga dia suka, lalu Tuan muda Yan suaminya Non Dila juga sangat suka dengan masakan Bik Yani, pas di lidahnya katanya. Wah bisa bisa Bik Yani nanti dimutasi ke rumah mereka," canda Yanti asal saja sambil tertawa.
Suryani terkejut.
"Non Nila dan Non Dila tinggal tawaran harga saja untuk membawa Bik Yani ke rumah mereka," lanjut Yanti.
"Bisa jadi," sambung Sri tertawa.
Suryani semakin tercekat mendengar candaan kedua pelayan muda itu.
Tak terbayangkan jika dirinya menjadi pelayan di rumah Adi dan Dila. Pasti ia semakin dekat dengan Adinya, dan tentu saja tetap merahasiakan tentang jati dirinya. Ia tak mau Dila kecewa jika tahu bahwa suaminya anak asisten rumah tangga.
Tapi kalau dimutasi ke rumah tuan muda Yanuar, aduh tak terbayang setiap hari bertemu lelaki itu.
*
Nila dan Yanuar menerima kedatangan Adi dan Dila dengan senang hati.
Jika Nila sudah pernah dua kali bertemu Adi di rumah orang tuanya, beda dengan Yanuar inilah pertama kalinya ia melihat Adi.
Sungguh Adi terperanjat saat melihat sosok Yanuar. Serasa ia sudah mengenal Yanuar. Ya tak salah lagi. Dirinya kenal lelaki yang kini sudah menjadi seorang ayah dan akan pula menjadi iparnya.
Tiba tiba saja benaknya melayang pada kenangan masa kecil dulu di rumah Sunyoto.
"Adi ..." Panggil pemuda tampan yang baru saja lulus dari sekolah lanjutan atas, dan siap siap untuk berangkat ke luar negeri untuk kuliah di sana.
"Ya Tuan muda," segera Adi kecil mendekat.
"Besok aku akan berangkat ke Amerika, kamu baik baik di rumah, ya, sekolah yang pintar, nanti kalau aku sudah kerja aku akan membantu biaya sekolahmu,"
Adi berbinar bahagia, "Sungguh Tuan muda?"
"Janji," pemuda itu menjulurkan kelingkingnya pada Adi.
Adi pun menjulurkan kelingkingnya juga. Sehingga kelingking dua lelaki beda usia itu saling bertaut.
"Nah kamu harus janji. Di,"
Adi menatap tuan mudanya tak mengeri.
"Kamu harus janji untuk menjadi anak pintar. Nilai rapor harus bagus apalagi ijazah, harus mencapai angka sembilan, bila perlu sepuluh!"
"Ya Tuan muda Adi mau rajin belajar," angguk Adi kecil.
"Nah kalau ijazahmu bagus dari SD sampai SMU aku akan memberimu bea siswa di Universitas yang bagus, supaya kamu jadi Sarjana dan membahagiakan ibumu, oke?"
"Oke Tuan muda," angguk Adi berjanji dalam hati untuk bersungguh sungguh belajar supaya nilai rapornya bagus dan kelak ijazahnya juga memiliki nilai tinggi. Ia ingin sekolah tinggi seperti tuan mudanya.
"Nah kita toas dulu!"
"Toas!" Seru Adi.
"Hai Bro kok melamun calon adik ipar," tepukan Yanuar menyadarkan Adi
"Ah aku gugup saja," kilah Adi yang memang tak bisa menyembunyikan rasa gugupnya, bukan karena bertemu dengan calon ipar. Tapi karena ia yakin jika lelaki yang berdiri di depannya itu adalah Tuan muda Yanuar yang dulu. menjanjikannya sekolah tinggi.
Adi tak mungkin salah. Memang sudah berlalu dua puluh tahun lalu. Tapi saat itu Tuan muda Yanuarnya Sudah delapan belas tahun umurnya. Dan raut mukanya tak banyak berubah dengan sekarang, hanya semakin dewasa saja. Maklum mantan majikan kini menjadi lelaki dewasa beristri, dan punya anak.
Sedangkan dirinya saat satu rumah dengan mantan majikan mudanya itu masih tujuh tahun. Perubahan dari masa kanak kanak ke masa dewasa seperti saat ini, jelas mengalami banyak perubahan, hingga Tuan muda Yanuarnya tak mengenalinya.
"Ah biasa untuk pertama kali memang bawaannya gugup jika bertemu saudara yang pangkatnya kakak dari calon istri," tertawa Yanuar. Ah akankah lelaki ino tetap ramah jika tahu bahwa calon adik ipar istrinya ini adalah bocah yang sidik jarinya ada di pecahan asbak yang menewaskan papanya.
Adi mencoba untuk familiar juga. Ia tersenyum. Ya Tuhan maafkan aku Tuan muda terpaksa tak berterus terang siapa aku sebenarnya.
"Ayo duduklah pelautku. Santai nggak usah grogi kan sudah lolos ujian dari calon mertua, ya pastilah juga lolos ujian dariku,"
Dengan sikap Yanuar yang ramah membuat Adi diam diam jadi serba salah.
"Ya Allah kenapa harus satu keluarga dengan anak dari majikan Ibu yang terbunuh?" Batin Adi.
Nila dan Dila sengaja meninggalkan kedua lelaki itu berdua saja. Mereka menemani Jeri yang sedang belajar mewarnai, sambil menunggu Bibik asisten rumah tangga menghidangkan makan malam.
Selanjutnya?
"