Sebagai seorang putra mahkota Kekaisaran Tang, sudah selayaknya Tang Xie Fu meneruskan estafet kepemimpinan dari ibunya, Ratu Tang Xie Juan.
Namun takdir tidak berpihak kepadanya. Pada hari ulang tahun dan penobatannya sebagai seorang kaisar, terjadi kudeta yang dipimpin oleh seorang jenderal istana. Keluarga besarnya tewas, ibunya dieksekusi mati, dan kultivasinya dihancurkan.
Dengan cara apa Tang Xie Fu membalaskan dendamnya?
Ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muzu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertarungan Sengit
Kasak-kusuk terdengar di antara para kultivator alam fana yang berkali-kali menelan saliva dengan paksa melihat pertarungan yang sulit mereka pahami. Seorang pria bertopeng yang mereka anggap lemah karena tidak memiliki aura seorang kultivator itu berhasil membangkitkan kembali semangat pertarungan yang sempat meredup di hati para kultivator alam fana.
Seperti yang diketahui oleh semua praktisi kultivasi, serendah-rendahnya ranah kultivasi di tubuh para kultivator alam dewa adalah ranah Surgawi. Ranah impian bagi kultivator alam fana yang bahkan jika mereka bisa menembus ke ranah tertinggi di alam fana, yaitu ranah Legenda pun masih terlampau jauh jika dibandingkan dengan ranah terendah di alam dewa tersebut.
Oleh sebab itu, para tetua sekte besar segera memberikan isyarat kepada para muridnya untuk mempersiapkan diri mengikuti pertarungan melawan para kultivator alam dewa. Seketika itu pun mereka segera menerjang ke arah barisan kultivator alam dewa yang sudah menduga akan adanya serangan.
Karena kedamaian yang diharapkan tidak kunjung hadir, sementara pertarungan tidak mungkin dapat dihindari lagi, Xiao Zhao bersama yang lainnya berpencar menyambut serangan yang datang dari segala arah.
Di sisi lain, sekte-sekte besar yang mengikuti pertarungan tidak semuanya menyerang ke arah para kultivator alam dewa. Beberapa di antara mereka memilih untuk menghabisi sekte-sekte kecil yang berada di pihak musuh.
Pertarungan besar pun pecah di dalam ruang rahasia Gerbang Naga Utara. Suara pekik dan jerit pertarungan menggema ke seluruh dinding, ditimpali dengan denting peraduan logam dari senjata-senjata yang beradu. Percikan api dari peraduan senjata itu membuat pertarungan berjalan layaknya sebuah peperangan. Dinding dan atap bergetar; pilar-pilar yang menopang atap mulai mengalami retakan bahkan berlubang setelah berulang kali terkena hantaman energi spiritual yang terus berdatangan.
“Xie Fu, kau di mana?” teriak Ji Ruyan memanggil sang pemuda di tengah pertarungan.
Xie Fu yang sedang disibukkan dengan pertarungannya menghadapi Fan Yao sekilas menolehkan pandangan ke sumber suara, lalu melompat secepatnya untuk menghindari tebasan yang datang dari arah belakang.
“Bajingan! Mengapa kau terus menghindar?” geram Fan Yao yang sudah sekian kali melancarkan serangan, tetapi tidak ada satu pun serangannya yang berhasil menyentuh tubuh lawannya.
Xie Fu tersenyum di balik topengnya. Kali ini ia kepalkan kedua tangannya dengan erat. “Aku ingin tahu seberapa kuat pukulanku ini?” gumamnya sambil menatap kedua kepalan tangan yang belum sekalipun digunakan untuk memukul.
Ia arahkan pandangan ke posisi Fan Yao yang berdiam diri menunggunya. “Kau akan jadi yang pertama merasakan pukulan dari tangan baruku ini,” kata Xie Fu begitu bersemangat.
“Langkah Bayangan!”
Pria bertopeng hitam itu melesat ke arah Fan Yao yang spontan menyipitkan mata untuk dapat melihat langkah dari lesatan Xie Fu yang begitu cepat. “Sialan, aku tidak bisa melihatnya!” gerutunya seraya mempertajam pendengaran untuk dapat mengetahui arah serangan. Ia menyeringai ketika embusan angin dari langkah Xie Fu dapat didengarnya, tetapi ….
Bugh!
Fan Yao tidak sempat menghindarinya. Kepalan tangan kanan Xie Fu berhasil menghantam wajahnya hingga hampir seluruh bagian tangan itu menembus ke luar bagian belakang tulang tengkoraknya.
“Ya ampun, kukira pukulanku akan membuatnya terpental jauh!” seru Xie Fu dalam keterkejutannya.
Ia tarik kembali tangannya yang menembus kepala Fan Yao dengan cepat. Tampak darah segar merembes dari wajah Fan Yao yang berlubang. Pria yang dipukulnya itu pun tewas seketika dengan wajah tidak lagi utuh.
Dari kejauhan, Xia Zhao yang bertarung seraya mengamati pertarungan antara Fan Yao melawan Xie Fu merasakan kengerian yang membuat bulu kuduknya meremang. Ia masih dibingungkan dengan kekuatan si pemuda yang tidak dapat diketahuinya. “Pemuda itu, … mengapa dia begitu kuat?” ucapnya dalam hati.
Sementara itu, para tetua yang bergabung menghadapi kultivator alam dewa mulai bisa membalikkan keadaan yang sebelumnya didominasi oleh kultivator alam dewa. Meskipun kekuatan dari gabungan para tetua itu masih berada di bawah kultivator alam dewa, mereka memiliki keunggulan dalam jumlah banyak berkat bantuan dari murid-murid mereka yang saling bahu-membahu ikut memberikan perlawanan yang sengit.
Seiring bergulirnya waktu, kondisi mental dari kultivator alam dewa semakin tergerus oleh sebab keteguhan lawan yang begitu kuat dan sikap pantang menyerah yang membuat mereka tidak lagi bisa mendominasi pertarungan.
“Kita harus mundur!” pekik Xiao Zhao kepada teman-temannya. Ia sendiri mulai tersudutkan oleh pertarungan yang dijalaninya dengan setengah hati. Dalam pertarungan yang begitu sengit, ia menjadi satu-satunya kultivator alam dewa yang memilih untuk melumpuhkan musuh dibanding harus membunuhnya. Sikapnya itu membuat Xie Fu menaruh hormat dan menghindari pertarungan dengannya.
Xiao Zhao terus berteriak dari kejauhan meminta rekan-rekannya untuk segera mundur. Akan tetapi, seruan yang terus diulanginya itu tidak mendapat tanggapan dari teman-temannya yang memilih untuk terus bertarung sampai titik darah penghabisan. Frustasi bercampur emosi setelah seruannya hanya dianggap angin lalu, Xiao Zhao yang sebelumnya hanya melumpuhkan, kini muncul keinginan untuk membantai murid-murid sekte yang dihadapinya.
“Maafkan atas tindakanku ini, tetapi aku tidak ingin mati tanpa membunuh seorang pun di antara kalian,” ucapnya di tengah pembantaian yang mulai dilakukannya.
Kali ini ia tidak segan-segan lagi untuk mengerahkan semua kekuatannya. Pancaran energi spiritual dari ranah kultivasinya yang tinggi membuat beberapa murid sekte yang berada di dekatnya bertumbangan. Ditambah dengan tekanan kuat dari auranya berhasil membuat murid-murid sekte yang menjaga jarak dengannya bergidik ketakutan.
Ironis, seharusnya mereka terpesona melihat keanggunannya yang memanjakan mata. Setiap gerakannya mengalun lembut bagai seorang dewi yang sedang menari di bawah sinar rembulan. Sayang sekali, ia hanya seorang gadis yang membalut emosi dengan seni membunuh lawan. Ayunan pedangnya menyayat satu per satu tubuh para murid sekte dengan begitu luwes dan mematikan. Satu per satu pula tubuh-tubuh itu roboh di atas tanah yang kini dibanjiri darah.
Sudah lebih dari 40 murid sekte yang dibantai, ayunan pedang Xiao Zhao tiba-tiba terhenti begitu di depannya berdiri seorang pria bertopeng yang menatapnya dingin. Keduanya saling bertatapan dengan keheningan yang melingkupi keduanya. Xie Fu terus menatapnya dengan pandangan datar, sementara Xiao Zhao menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu.
“Bolehkah aku melihat wajahmu?” pinta Xiao Zhao tiba-tiba. Ketampanan sang pemuda yang pernah dilihatnya di penginapan itu kembali ingin dilihatnya dengan lebih dekat.
Xie Fu menggeleng menolaknya, lalu berkata, “Kau sudah melihatku saat di penginapan. Jadi, aku tidak akan membukanya.”
“Baiklah, aku mengerti.” Xiao Zhao mengangguk pelan dan kembali menatapnya setelah ia menarik napas panjang. “Apa kau akan membunuhku?”
“Aku hanya akan membunuh orang-orang yang mentertawakanku tempo hari itu. Selain itu, ….” Xie Fu menjeda ucapannya, lalu menggelengkan kepala.
“Kalau begitu, apakah kau ingin bertarung denganku?”
Xie Fu kembali menolak dengan menggelengkan kepala.
“Mengapa?”
Tampaknya Xiao Zhao tidak ingin menyerah begitu saja. Ia ingin tahu banyak tentang pria yang berdiri di hadapannya itu tanpa peduli keadaan yang masih dalam kondisi genting di tengah pertarungan yang masih berlangsung.
Tidak ada lagi yang mesti dikatakan untuk menjawab rasa penasaran si gadis, Xie Fu segera melangkahkan kaki melewatinya. Namun, dengan cepat Xiao Zhao mencekal tangannya.
“Tunggu!”
“Ya, ada apa?” tanya Xie Fu tanpa menoleh.
jawab gitu si Fan ini tambah ngamuk/Facepalm/