Sila, seorang gadis karier dari dunia modern yang tajam lidah tapi berhati lembut, terbangun suatu pagi bukan di apartemennya, melainkan di sebuah istana mewah penuh hiasan emas dan para pelayan bersujud di depannya—eh, bukan karena hormat, tapi karena mereka kira dia sudah gila!
Ternyata, Sila telah transmigrasi ke tubuh seorang selir rendahan bernama Mei Lian, yang posisinya di istana begitu... tak dianggap, sampai-sampai namanya pun tidak pernah disebut dalam daftar selir resmi. Parahnya lagi, istana tempat ia tinggal terletak di sudut belakang yang lebih mirip gudang istana daripada paviliun selir.
Namun, Sila bukan wanita yang mudah menyerah. Dengan modal logika zaman modern, kepintarannya, serta lidah tajamnya yang bisa menusuk tanpa harus bicara kasar, ia mulai menata ulang hidup Mei Lian dengan gaya “CEO ala selir buangan”.
Dari membuat masker lumpur untuk para selir berjerawat, membuka jasa konsultasi percintaan rahasia untuk para kasim.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Suasana balairung utama kekaisaran hari itu begitu sunyi hingga suara embusan angin pun terdengar nyaring. Para pejabat tinggi, bangsawan, jenderal, bahkan seluruh selir duduk berbaris rapi sesuai status. Di deretan paling depan, tampak Selir Mei Lin, duduk tenang dalam balutan jubah ungu muda berhias sulaman awan perak.
Namun di balik ketenangannya, jantungnya berdegup kencang. Ia tahu, hari ini bukan hari biasa. Majelis besar kekaisaran tidak pernah digelar tanpa alasan mendesak.
Tak lama, gong kerajaan ditabuh tiga kali.
Semua berdiri.
Kaisar Liang Xu melangkah masuk, didampingi kasim utama dan Panglima Mo yang menjadi pengawal Mei Lin Wajahnya tenang, namun tatapannya penuh beban.
Ia duduk di singgasana Naga, lalu membuka suara:
“Hari ini, aku akan mengumumkan dua hal penting: keputusan terkait surat dari Kekaisaran Bai Tian, dan kebijakan baru bagi istana dalam.”
Semua mata tertuju padanya. Bahkan para selir yang sebelumnya senang menjatuhkan Mei Lin, kini tampak menahan napas.
---
Dua Keputusan
Liang Xu menatap para hadirin satu per satu, sebelum matanya akhirnya terhenti pada Mei Lin yang duduk tegak, tapi tak berani menatap balik.
“Pertama…” katanya, “Kekaisaran Bai Xu telah mengirim surat resmi dan surat pribadi. Isi surat itu adalah permintaan membawa salah satu wanita istana kita—Selir Mei Lin—ke negerinya, sebagai bagian dari aliansi dan simbol perdamaian."
Seluruh balairung gempar. Beberapa pejabat mendesah kaget. Sebagian selir tersenyum miring.
Namun Liang Xu mengangkat tangannya, meminta semua kembali tenang.
“Sebagai Kaisar, aku telah mempertimbangkan secara mendalam. Aku menolak permintaan itu.”
Semua terdiam.
“Selir Mei Lin adalah warga kekaisaranku. Dan selama ia berada di istana ini, ia telah menunjukkan dedikasi, akal, dan keberanian yang jauh melampaui posisinya. Ia bukan sekadar wanita istana. Ia adalah teladan. Maka hari ini, aku umumkan…”
Ia bangkit berdiri.
“…dalam dua bulan mendatang, setelah upacara pembersihan dan persiapan, aku akan mengangkat Selir Mei Lin sebagai Permaisuri Kekaisaran Langit Timur.”
---
Reaksi yang Membelah Istana
Suasana seketika berubah. Sebagian pejabat langsung bersujud, menyatakan dukungan. Tapi beberapa selir yang selama ini membenci Mei Lin, langsung pucat.
"Apa? Dia? Yang baru beberapa tahun di istana?" bisik salah satu selir senior.
“Tak masuk akal! Bukankah dia hanya pintar memasak dan bicara?” ujar yang lain.
Namun tak ada yang berani membantah secara terang-terangan. Wajah Panglima Mo yang dingin, dan sorot mata Kaisar Liang Xu, cukup untuk menahan nyawa siapa pun yang ingin menyela.
---
Mei Lin yang Bingung
Sementara semua orang sibuk dengan reaksi masing-masing, hanya Mei Lin yang duduk terpaku. Tubuhnya terasa ringan. Ia bahkan tak yakin mendengar dengan benar.
“Permaisuri…? Aku…?” batin Mei Lin
Pikiran Mei Lin berlari cepat. Ia tak menyangka keputusan itu datang secepat ini. Ia bahkan belum tahu bagaimana perasaannya yang sebenarnya. Tapi saat tatapan Kaisar Liang Xu bertemu dengan matanya… ia tahu.
"Dia tidak hanya memilihku sebagai Permaisuri karena politik. Tapi karena… dia sungguh ingin aku berada di sisinya."
Malam itu, langit istana bersinar terang.
Namun jauh di perbatasan, seorang utusan Bai Tian menggenggam surat balasan dari Liang Xu. Ia menyeringai, lalu berkata pada pendampingnya:
“Jika Kaisar Langit Timur menolak, maka… kita harus bersiap dengan rencana kedua.”
Konflik belum usai. Penobatan Permaisuri mungkin membawa kebahagiaan… tapi juga mengundang ancaman baru.
Bersambung