NovelToon NovelToon
Aku Bisa Bahagia Tanpa Kamu, Mas

Aku Bisa Bahagia Tanpa Kamu, Mas

Status: tamat
Genre:Tamat / Konflik etika / Keluarga / Romansa / Suami Tak Berguna / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:575.8k
Nilai: 4.3
Nama Author: Sadewi Ravita

Jika menurut banyak orang pernikahan yang sudah berjalan di atas lima tahun telah berhasil secara finansial, itu tidak berlaku untuk rumah tangga Rania Salsabila dan Alif Darmawangsa. Usia pernikahan mereka sudah 11 tahun, di karuniai seorang putri berusia 10 tahun dan seorang putra berusia 3 tahun. Dari luar hubungan mereka terlihat harmonis, kehidupan mereka juga terlihat cukup padahal kenyataannya hutang mereka menumpuk. Rania jarang sekali di beri nafkah suaminya dengan alasan uang gajinya sudah habis untuk cicilan motor dan kebutuhannya yang lain.

Rania bukanlah tipe gadis yang berpangku tangan, sejak awal menikah ia adalah wanita karier. Ia tidak pernah menganggur walaupun sudah memiliki anak, semua usaha rela ia lakoni untuk membantu suaminya walau kadang tidak pernah di hargai. Setiap kekecewaan ia telan sendiri, ia tidak ingin keluarganya bersedih jika tahu keadaannya. Keluarga suaminya juga tidak menyukainya karena dia anak orang miskin.
Akankah Rania dapat bertahan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sadewi Ravita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20 Perubahan Sikap

"Maksud Ibu apa? Aku bahkan tidak bersamanya saat dia kecelakaan?" tanya Rania tidak suka.

"Sudah Bu, apa Ibu lupa ucapan ku tadi. Jika Ibu hanya kesini untuk membuat keributan, lebih baik pulang saja. Apa Ibu ingin kondisi ku makin buruk?"

Alif berkata dengan tegas sampai meringis menahan sakit karena terlalu banyak mengeluarkan tenaga. Ibunya seketika terdiam, bagaimanapun dia tidak ingin kejadian buruk menimpa putranya.

"Mas, aku harus pulang dulu karena harus mengantar pesanan. Nanti sore aku akan kesini lagi dan menginap, di sini kan sudah ada ibu yang menemani" ucap Rania.

"Ya baiklah, apa anak-anak akan kamu bawa?" tanya Alif.

"Kalian di sini saja sama nenek dan ayah ya," imbuh neneknya.

"Aku ikut ibu saja,"

Alisa memeluk ibunya seolah takut di pisahkan. Rania juga tidak mau memaksa kedua anaknya untuk tinggal, karena selama ini mereka memang tidak pernah dekat dengan keduanya.

Setelah berpamitan kepada suami dan Ibu mertuanya Rania segera berlalu, ia langsung menuju rumah untuk mengambil barang. Karena melihat kedua anaknya lelah, ia memutuskan untuk menidurkan mereka terlebih dahulu sebelum mengirim pesanan.

***

Sementara itu di rumah sakit.

"Bu, aku mohon jangan bertengkar lagi dengan Rania. Aku sangat mencintainya dan masih ingin terus bersamanya, kasihan cucu ibu jika sampai kita bercerai. Tolong tekan ego Ibu, demi kebahagiaan putra ibu ini. Aku tak tahu apa yang sanggup aku lakukan jika sampai kehilangan istri ku," ucap Alif serius.

Ibunya menghela napas dengan kasar, ini permintaan yang sangat berat untuknya. Dia telah membenci menantunya itu sejak awal ia mengetahui Rania berasal dari keluarga miskin, hanya karena Alif begitu mencintai wanita itu dia menerimanya.

Rasa bencinya semakin menjadi tatkala hubungan dia dan putranya makin renggang, Alif terlalu sibuk dengan keluarga kecilnya sehingga jarang menjenguk ibunya. Ia tidak suka jika putranya membangga-banggakan istrinya yang lulusan sarjana dan bekerja di kantor dengan penghasilan yang besar kala itu, ia terus menghasut putranya agar membenci istrinya sendiri. Walaupun rencananya tidak sepenuhnya berhasil namun dia senang karena akhirnya Alif selalu membela dirinya walaupun perbuatannya salah. Namun tampaknya sekarang ia harus mengalah kembali, ia tidak ingin jika putranya melakukan ancamannya itu.

"Baiklah Nak, demi kamu ibu rela mengalah. Sekarang makan dulu ya, biar ibu suapin," ucap ibunya.

"Nah begitu dong Bu, jika ibu baik dengan menantu kita kan enak di lihatnya. Semoga Rania masih mau membatalkan keputusannya untuk bercerai," sahut ayahnya.

"Aku berharap juga begitu, aku tidak ingin berpisah dengannya," balas Alif.

☆☆☆

Sore harinya.

Setelah semua selesai mandi dan shalat ashar, Rania segera menyiapkan barang-barang yang akan di bawa. Dia memutuskan besok Alisa izin libur sekolah, karena kasihan jika harus pulang lagi mengingat tempat ayahnya di rawat lumayan jauh. Ia membawa bekal agar lebih hemat, tidak lupa ia membeli jajanan untuk anaknya.

"Bu, apa Ibu dan ayah akan kembali seperti dulu? Tidak bertengkar dan romantis seperti pasangan di sinetron itu?"

Rania tersenyum, batinnya tertawa mendengar pertanyaan Alisa yang menurutnya sedikit lucu karena terlontar dari seorang anak SD. Ia tidak ingin memberikan harapan palsu kepada putrinya, namun ia juga tidak ingin menyakiti hati gadis kecil itu. Ia harus menyiapkan jawaban yang pantas, harus mencari kata-kata yang tepat.

"Ketahuilah Nak, tidak ada pasangan yang ingin berpisah, semua ingin hidup harmonis. Tapi terkadang kita tidak dapat menolak takdir yang telah di gariskan oleh Tuhan atas hidup kita. Ibu hanya meminta kepada Allah, sadarkan ayah dan nenek mu jika kita masih ada takdir untuk bersama. Tapi jika memang ibu tidak berjodoh dengan ayah, kita semua harus ikhlas menerima,"

Alisa menyimak penjelasan ibunya dengan seksama, penjelasan ibunya dapat ia cerna dengan baik walaupun ia masih kecil. Kerasnya hidup yang selama ini mereka jalani membuatnya menjadi lebih dewasa, pikirannya tidak seperti anak sebayanya yang hanya senang bermain. Alisa lebih senang membantu pekerjaan ibunya seperti membantu pekerjaan rumah atau menemani dan menjaga adiknya bermain.

"Aku mau ikut ibu, apapun yang terjadi. Aku tidak mau jika harus tinggal dengan ayah dan nenek,"

Alisa memeluk Rania sangat erat, kesedihan tampak dari matanya yang bening. Rania membalas pelukannya dengan kesedihan yang mendalam, betapa rumit takdir yang di gariskan Tuhan untuk hidupnya.

"Ibu akan berjuang agar kalian tetap bisa bersama ibu, jangan sedih lagi ya,"

Rania menyeka tiik-titik air mata yang membasahi pipi putrinya, ia menciumi pipi gadis itu dengan penuh rasa bersalah. Ia sangat merasa bersalah harus membuat kedua anaknya hidup dalam keluarga yang terpisah di usia mereka yang masih dini.

Setelah suasana kembali stabil, Rania bergegas menuju rumah sakit. Ia berharap ibu mertuanya tidak akan membuat keributan lagi saat bertemu dengannya. Perlahan ia melangkah di lorong rumah sakit, perasaannya makin tidak karuan saat tiba di depan kamar suaminya.

"Assalamualaikum," ucap Rania dan Alisa.

"Eh kalian sudah datang, ayo duduk di sini,"

Mereka terkejut bukan main dengan perubahan sikap ibunya Alif, bisa juga ternyata ia berkata dengan ramah begitu. Alisa melirik ke arah ibunya, Rania membalasnya dengan senyuman.

"Kalian sudah makan belum, ini ibu tadi sempat masak banyak. Makan saja jika mau,"

Lagi-lagi ibu mertuanya tidak bersikap seperti biasanya, padahal tadi pagi dia masih menghinanya. Tidak mungkin ia berubah secepat ini, pasti sesuatu terjadi padanya.

"Tidak perlu Bu, kita semua tadi sudah makan. Ini juga kita bawa bekal," tolak Rania sopan.

"Oh ya sudah, kalau kalian capek istirahat saja mumpung ranjang sebelah kosong,"

"Tadi anak-anak sudah tidur kok, mereka ingin bertemu ayahnya,"

"Mungkin kamu capek, tadi kamu kan mengirim barang pesanan,"

"Ah tidak Bu, aku sudah terbiasa,"

Alif senang sekali dengan perubahan sikap ibunya, ternyata ancamannya berhasil. Ia berharap hubungan ibu dan istrinya segera membaik agar Rania membatalkan untuk bercerai.

"Nia, kita titip Alif ya. Kita akan pulang, besok kita akan kemari lagi," pinta ayah mertuanya.

"Iya Yah, jangan kuatir, aku akan menjaga mas Alif," jawab Rania.

"Oh iya Yah, tadi pagi aku sempat bikin kue brownies cukup banyak. Kalau ayah mau bisa bawa sebagian, Mas Alif tidak mungkin menghabiskannya,"

"Boleh Nak, terima kasih ya,"

Rania memberikan satu tepak kue untuk ayah mertuanya bawa pulang, sedangkan ibu mertuanya hanya diam saja. Perubahannya tadi sangat kentara jika di paksakan. Entah apa yang membuatnya berpura-pura begitu.

Setelah mereka berpamitan, Rania juga keluar untuk memberikan kunci motor mertuanya yang ketinggalan. Ia berusaha mengejar mereka berdua.

"Kalau bukan karena Alif mengancam akan bunuh diri, tidak sudi aku bermanis-manis dengan perempuan itu. Mau muntah rasanya aku jika melihatnya,"

'Ternyata ini penyebab perubahan sikapnya' batin Rania.

1
Deli Waryenti
sidang perceraian adalah kasus perdata Thor, jadi gak ada jaksa. mohon survey dulu sebelum menulis
Deli Waryenti
surat dari Pengadilan agama
Deli Waryenti
tuh kan, makanya Rania kamu jangan lemah
Deli Waryenti
Rania oon...jangan lupa juga tanyain sama Alif masalah uang kontrakan rumah
Deli Waryenti
Rania plin plan
Deli Waryenti
alif lebay
Deli Waryenti
by the way Thor
Deli Waryenti
ternyata oh ternyata
Deli Waryenti
astaga...alif norak
Deli Waryenti
sukurin lu alif
Deli Waryenti
bapaknya alif anggota isti ya
Deli Waryenti
harusnya alif paham siapa ibunya
Deli Waryenti
ceritanya bagus dan bahasanya rapi, tapi kok sepi ya
Deli Waryenti
Luar biasa
Deli Waryenti
kok ada mertua begini
Deli Waryenti
buang saja mertuamu ke laut, Rania
Deli Waryenti
😭😭😭
Deli Waryenti
setujuuuu
Deli Waryenti
kerja apa sih si alif
Deli Waryenti
gak punya uang tapi masih merokok
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!