Berawal dari perselingkuhan seorang pacar yang mengakibatkan diriku dalam titik terendah. Secara tidak sengaja bertemu dengan seorang wanita yang menjadi jembatan bagiku untuk membalaskan dendam ini.
Namaku Devan Juliardi, menikah dengan Kirana Larasati yang merupakan mama dari pacarku Clarissa. Kehidupan buruk masih menderaku dengan kabar kehamilan Clarissa hingga penghianatan Kirana terhadapku.
Setelah kekecewaan yang aku dapatkan dari kedua wanita itu, aku memutuskan hidup yang baru. Meninggalkan urusan pernikahan dan fokus mencari kebahagiaan dan mendapatkan apa yang aku inginkan. Meski bayangan masa lalu terus menghantuiku, dengan berbagai upaya mereka agar aku kembali. Namun tidak semudah itu, Ferguso.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wanto Trisno 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bukti Rekaman
Sepertinya Clarissa sudah merasa frustasi akibat kehamilannya. Tapi bagaimana mungkin, baru saja aku menikah dan harus bercerai? Aku bukanlah lelaki plin-plan seperti itu. Ku tahu dia memang menderita. Dan jujur saja, aku masih marah karena diputus begitu saja. Dan dia juga tidak berkata jujur kalau dijual ayah kandungnya sendiri.
Meski bukan sepenuhnya salah Clarissa, bagaimana mungkin, aku harus bertanggung jawab dengan apa yang tidak kulakukan? Hanya karena dia pernah menjadi pacarku? Aku pun lelaki biasa yang tidak mungkin bisa menerima orang apa adanya.
Mungkin kalau dia tahu rasanya sakit hati, tapi dia juga mungkin merasakan itu. Tapi aku ingat pembicaraan dia dengan lelaki yang sering bersamanya. Bukankah dia dekat dengan orang itu? Orang yang bernama Yulian Marcelo, bukanlah orang yang selalu dekat? Mengapa tidak meminta dia saja? Dan lelaki itu juga pernah merasakan tubuh itu. Tidak sepertiku yang hanya berpacaran, hanya berpegangan tangan. Jangankan tidur bersama, saling memeluk dan bercumbu pun tidak pernah.
"Apakah ... ka-mu a-kan di-am sa-ja? Apakah ... ka-mu tidak a-kan mem-be-ri-tahu ini ... pa-da ... mama? Kau seo-rang le-la-ki, 'kan? Tapi ... me-nga-pa kamu ti-dak ju-jur, ka-mu ... pernah men-ja-di pa-car-ku? Ka-mu e-go-is, De-van. Kamu ... e-go-is ...."
"Iya ... kamu benar. Aku memang egois, Clarissa. Baiklah ... aku akan jujur padaku, Kirana. Sebenarnya aku pernah berpacaran dengan Clarissa. Bahkan aku berniat ingin menikahinya."
"Apa? Apa yang kamu katakan? Hei ... apa kamu sengaja mempermainkanku?" Sepertinya Kirana juga baru mendengarnya. Dia mungkin akan kecewa padaku, setelah tahu kebenarannya.
"Maaf ..." ucapku lirih. Tapi rasanya bingung untuk memulai. Bagaimana mengatakannya? Mungkin dia tidak akan memaafkanku karena awal pernikahan ini adalah keinginan untuk balas dendam.
"Kamu bilang padaku, beneran kamu pernah pacaran dengan Clarissa?" tanya Kinanti.
"Iya," jawabku lirih. Nah, saat aku mengatakan itu, pikiranku sudah kalang kabut. Mencoba tenang tapi tidak mampu. Jantung ini terasa berdebar-debar tapi bukan karena cinta. Tapi karena ketakutan yang kurasakan ini.
"Kamu, yah. Apa kamu menyesal menikah denganku?" Kirana memegang tanganku. "Katakan sejujurnya. Apa kamu menyesal menikah denganku?"
"Tidak!" Dengan tegas aku katakan itu. "Aku tidak menyesal menikah denganmu. Dan aku tidak akan pernah menceraikan kamu hanya karena permintaan Clarissa."
Entah mengapa ada dorongan hati untuk mengatakan ini. Sebelumnya tidak menyangka akan seperti ini jadinya. Sudah kepalang tanggung, aku masih memiliki banyak pekerjaan yang belum selesai. Apalagi ini, harus diselesaikan segera mungkin.
"Terus? Kenapa kamu tidak bilang, kamu pernah pacaran dengan anakku? Kenapa tidak bilang, kamu cinta pertama Clarissa?"
"Iya, mungkin ini salahku karena tidak jujur padamu." Kusentuh tangannya dan ingin ku perjelas semuanya. Bagaimana aku harus membela diri sendiri tapi tidak ingin menyakiti perasaan Clarissa.
"Iya!" bentak Kirana sambil menghentakkan tangannya. Ia tidak ingin tangannya disentuh olehku. "Kalau kamu bilang jujur saja. Kenapa kamu memacari anakku tapi menikahiku? Apa menurutmu, pernikahan itu hanya sekedar mainan?"
"Harus bagaimana ku jelaskan padamu? Ya sudah, mungkin kamu tidak percaya padaku. Tapi jujur saja, saat aku baru bangun tidur di rumahmu, aku tidak tahu siapa kamu. Dan saat itu, tiba-tiba Clarissa pulang dan langsung aku tahu, dia adalah anakmu. Tapi lihat dia, apakah dia langsung menyapaku? Dia seakan tidak mengenalku sama sekali. Jadi, apa yang harus ku jelaskan?"
Aku menunjuk ke arah Clarissa tanpa peduli dengan perasaannya. Dan saat itu aku sedang dalam keadaan marah karena hubungannya dengan pria lain. Bahkan kata-katanya dulu, masih kuingat sampai sekarang.
"Aku akan bicara dengan jujur padamu. Maafkan aku, Clarissa. Mungkin kamu juga akan terkejut. Maka, dengarkan ini!" Aku mengambil hapeku dan mulai menyetel rekaman pembicaraan Clarissa dan Yulian.
"Ohh, jangan di sini, dong. Nanti ketahuan sama orang. Kita nginap di hotel saja malam ini," ucap Clarissa manja dalam rekaman yang ada di hapeku.
"Aku selalu terganggu sama pacarmu yang bodoh itu. Juga tidak tahan ketika kamu bersamanya. Jujur aku merasa cemburu saat kamu bersamanya." Itu adalah suara Yulian, yang katanya teman dekat Clarissa dan sering jalan berdua.
"Tenang saja, Yulian. Kan kamu tahu, orang pertama yang membuatku keenakan itu kamu. Dan si Devan tidak pernah aku kasih. Lagian dianya bego banget, deh. Masa orang secantik ini tidak mau nidurin. Ya, jadinya aku selingkuh, deh. Daripada gak kuat nahan diri."
"Aku kesal dengan pacarmu itu. Memang dia bukan laki-laki atau memang lemah? Heh, aku tidak bisa membayangkan bagaimana dia bisa melakukan malam pertama denganmu. Pasti dia akan kecewa, hahaha! Atau malah bersyukur karena aku sudah mendahuluinya."
"Cu-kup ... hentikan, Devan." Clarissa akhirnya angkat bicara dari tempat tidurnya. Ia mencoba bangkit dan ingin menghentikan rekaman itu.
"Kau dengarkan sampai selesai." Aku tidak bisa menghentikan rekaman itu. Pokoknya aku tidak peduli dengan keadaan Clarissa. Karena aku tidak ingin menjadi lelaki bodoh yang selalu dibohongi olehnya.
"Aaahh ... geli, ahhh. Kita main di mana? Ooh, bagaimana kalau aku nanti hamil? Apa kamu akan menikahiku?" Suara Clarissa dalam rekaman di hapeku.
"Aku malah ingin menghamili kamu dan biarkan si bodoh itu tanggung jawab. Hahaha! Kita lakukan di hotel saja malam ini, yah."
"Baiklah, Yulian. Aku ... ooh, geliii tauuhh ... sshhhff ... nanti lahhh ...." Jelas-jelas itu adalah suara Clarissa yang menikmati sentuhan dari Yulian.
Meski hanya rekaman suara, kurasa itu bisa menjadi bukti perselingkuhan antara Clarissa dan Yulian. Meskipun ayah kandung Clarissa juga menjual anaknya sendiri, tapi aku tidak yakin kalau sampai berbuat seperti itu dengan pria yang dipilih ayah kandungnya.
"Cukup ... cukup ... aku salah. Iya aku salah, Devan. Tapi aku sebenarnya hanya mencintai kamu, ahhh! Sakiiitt!" Clarissa memegangi perutnya yang kesakitan.
Memang ini adalah keegoisanku yang bisa membuat mereka marah. Aku juga kejam pada mereka berdua. Karena perkataan Clarissa dan Yulian saat itu, sudah mendarah daging dalam hatiku.
"Kamu kejam, Dev. Bagaimana kamu melakukan itu padaku?" Suara Clarissa malah sudah jelas sekarang. Padahal tadi dia bicara saja sudah kesusahan. Apa itu hanya pura-pura saja? Memang kalau pura-pura, mungkin agar mudah mendapatkan permintaan.
"Hehh ... terserah apa yang kamu katakan, Clarissa. Aku hanya tidak ingin adanya penghianatan, begitu saja. Dan maaf, aku tidak suka dengan perempuan yang sudah berkhianat. Dan kamu sendiri yang memulainya."
Plak! Sebuah tamparan mendarat di pipiku. Dan tamparan keras itu berasal dari Kirana. Ya, Kirana adalah seorang ibu yang melahirkan Clarissa. Tidak heran jika dia membela anaknya yang malang itu. Tapi dilihat dari perbuatannya, sudah pasti dia memang sengaja agar bisa hamil. Tapi bagaimana denganku? Aku sudah dikhianati oleh Clarissa. Apa aku juga akan kehilangan istri?
Malangnya nasibku jika dia meminta perpisahan sekarang. Aku akan menjadi seorang duda perjaka. Mungkin aku akan menjadi orang paling langka di dunia karena keadaan ini. Apakah aku sudah siap, menyandang sebagai duda perjaka? Tentu saja tidak ada rencana seperti itu.
***