Kayla terkenal sebagai ratu gelud di sekolah-cewek tempramen, berani, dan udah langganan ruang BK. Axel? Ketua geng motor paling tengil sejagat raya, sok cool, tapi bolak-balik bikin ortunya dipanggil guru.
Masalahnya, Kayla dan Axel nggak pernah akur. Tiap ketemu, selalu ribut.
Sampai suatu hari... orang tua mereka-yang ternyata sahabatan-bikin keputusan gila: mereka harus menikah.
Kayla: "APA??! Gue mending tawuran sama satu sekolahan daripada nikah sama dia!!"
Axel: "Sama. Gue lebih milih mogok motor di tengah jalan daripada hidup seatap sama lo."
Tapi, pernikahan tetap berjalan.
Dan dari situlah, dimulainya perang baru-perang rumah tangga antara pengantin paling brutal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim elly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter 19
Keesokan harinya, Kayla menatap layar ponselnya dengan tatapan serius. Jemarinya sibuk mengetik pesan ke grup sahabatnya.
"Kalian mau datang ke nikahan si Salsa?" tulis Kayla.
Laras yang baru saja bangun langsung melotot membaca pesannya.
"Hah, si Salsa nikah?" balasnya cepat.
"Iya, hari ini," jawab Kayla santai, meski dalam hatinya masih ada sisa emosi.
Anya ikut terkejut. Ia mengetik dengan dahi berkerut.
"Kok mendadak?"
Kayla tersenyum miring sebelum mengirim balasan yang bikin jantung dua sahabatnya ikut berdebar.
"Gue juga nikah hari Minggu. Datang kalian."
Laras refleks menjatuhkan ponselnya. Syok.
"Hah? Sama siapa, Kay?!"
Kayla menahan tawanya, lalu mengetik penuh misteri.
"Datang aja nanti, lo pingsan kalau gue kasih tau."
Mereka bertiga terdiam beberapa detik, sebelum Laras mencoba mengalihkan.
"Haha, siap. Terus si Salsa gimana?"
Kayla mendengus kesal, mengingat kejadian semalam.
"Nggak tau. Malam gue ke rumahnya, malah ngamuk, bjir."*
Anya mengetik cepat.
"Sama siapa dia nikah, Kay?"
"Si Putra," balas Kayla singkat.
Anya refleks menutup mulutnya, kaget bukan main.
"Hah?! Lo nggak apa-apa kan, Kay?"
tanyanya penuh khawatir.
Kayla menahan napas, lalu tersenyum hambar.
"Nggak apa-apa. Lagian gue nggak cinta sama si Putra."
~~°°°°°°°°°°~~
Siang itu, rumah Kayla ramai. Semua berkumpul dengan wajah penuh tanda tanya. Saat pintu terbuka, Putra datang dengan wajah pucat pasi, tangannya gemetar menyalami orang-orang.
Kayla melihatnya, lalu terkekeh geli.
"Relax, lo," ucapnya sambil melipat tangan di dada.
Putra menggaruk tengkuknya, gugup.
"Gugup, Kay," katanya sambil tersenyum hambar.
Kayla menggeleng pelan, menepuk bahu Putra.
"Bisa yok. Masuk."
Beberapa menit kemudian, ijab kabul berlangsung. Semua orang menahan napas hingga kata “sah” terdengar.
Suasana lega pun menyelimuti ruangan.
Kayla mendesah panjang.
"Giliran gue hari Minggu," gumamnya dengan nada kesal.
Anya yang duduk di sampingnya menepuk tangan Kayla.
"Sabar," ujarnya sambil tersenyum lembut.
Kayla menoleh pada dua sahabatnya.
"Kalian jadi bridesmaid gue, ya?"
Anya langsung mengangguk mantap.
"Siap!"
Laras masih penasaran.
"Sama siapa sih lo nikah?"
Belum sempat Kayla menjawab, Salsa muncul dengan wajah lelah namun tersenyum samar.
"Sama Axel," jawabnya tiba-tiba.
Laras terlonjak, mulutnya menganga.
"Hah?! Serius lo?!"
Kayla hanya mengangguk pelan.
"Iya."
Salsa menatapnya, ada rasa bersalah di matanya.
"Makasih ya," ucapnya lirih.
Kayla menatap balik dengan tatapan santai.
"Sama-sama."
Mereka lalu ngobrol panjang sampai sore, suasana sesekali diselingi tawa hambar yang menutupi kepahitan masing-masing.
Anya melirik jam tangannya, lalu bangkit dari kursi dengan wajah lelah.
"Gue balik ya," ucapnya sambil meraih tas.
Kayla menatapnya sambil menahan senyum.
"Ya, jangan lupa Sabtu ke sini,"
katanya, suaranya terdengar penuh penekanan.
Anya dan Laras saling pandang, lalu menjawab serempak.
"Siap!" ucap mereka sambil terkekeh kecil, mencoba mencairkan suasana.
Namun, senyum mereka segera memudar saat Salsa menatap Kayla penuh cemas.
"Lo baik-baik aja kan, Kay, nikah sama Axel?" tanya Salsa dengan nada hati-hati.
Kayla menyandarkan tubuhnya ke tembok rumah Salsa, menatap langit dengan mata kosong.
"Ya, mau gimana lagi… Gue udah kabur juga, tapi ibu gue malah sakit," ucapnya lirih.
Putra yang sedari tadi diam, tiba-tiba berdiri. Wajahnya masam, nada suaranya ketus.
"Gue ke rumah Axel dulu."
Salsa mengernyit, lalu menatap Kayla lagi dengan wajah khawatir.
"Kay, si Axel tuh galak. Kalo lo di-KDRT gimana?"
Kayla mengangkat bahu, suaranya terdengar pasrah.
"Kalo gue nggak bahagia, gue bisa kabur, Sa. Sekarang itu gue cuma ikutin kemauan ortu gue. Katanya malu, undangan udah disebar."
Salsa menunduk, memainkan jarinya gelisah. Suaranya pelan nyaris berbisik.
"Ouh gitu… kok lo tau gue hamil?"
Kayla menoleh cepat, bibirnya mengulas senyum miring.
"Dari Romi."
Salsa menghela napas berat, wajahnya mendadak pucat.
"Lemes juga ya si Romi."
Kayla menatapnya serius.
"Jadi lo nggak kuliah dong?" tanyanya, nada suaranya penuh simpati.
Salsa mengangguk pelan.
"Nggak, Kay. Ngidam gue parah."
Kayla terdiam sejenak, lalu bertanya lagi dengan nada penasaran.
"Lo mau tinggal di mana? Si Putra kan satu jurusan sama gue, jauh kalo di sini."
Salsa mencoba tersenyum samar.
"Paling gue ngekost dekat Anya."
Kayla menegakkan tubuhnya, tersenyum tipis.
"Ouh, ok. Gue juga mau ngekost sama Anya, tapi jangan ribut."
Salsa kembali menatap Kayla dengan alis terangkat.
"Jadi lo nggak akan tinggal bareng Axel, padahal udah nikah?"
Kayla menggeleng mantap.
"Nggak."
Salsa hanya bisa terdiam, tak mampu membantah.
Kayla berdiri, menepuk bahu Salsa sambil tersenyum kecil.
"Gue pulang ya, mau tidur."
Salsa membalas senyuman itu, meski samar.
"Ok, makasih ya, Kay."
Kayla melambaikan tangan.
"Sama-sama."
Kayla berjalan santai menyusuri jalan sore itu, matanya setengah sayup karena kantuk. Namun langkahnya terhenti saat suara lembut menyapanya.
"Kayla, sini," panggil Bu Ami, yang sedang menyiram tanaman di halaman rumah Axel.
Kayla tersentak, wajahnya kaku. Namun ia tetap menghampiri dengan sopan, menyalami Bu Ami.
"Dari mana?" tanya Bu Ami ramah.
"Dari rumah Salsa," jawab Kayla, berusaha menjaga nada suaranya tetap tenang.
Bu Ami tersenyum hangat, lalu meraih tangan Kayla.
"Ouh, hayu ke rumah dulu. Tadi ibu udah bikin bolu, kamu pasti suka."
Kayla tersentak dalam hati. “Mampus gue…” gumamnya, tapi ia tak bisa menolak.
Dengan langkah ragu, ia masuk ke dalam rumah. Suasana di dalam begitu sepi, membuat bulu kuduknya sedikit meremang.
"Pada kemana, Bu?" tanya Kayla, menoleh kanan-kiri.
"Axel di kamarnya sama temennya," jawab Bu Ami sambil menyuruh Kayla duduk di meja makan.
Ia menyajikan sepiring bolu dengan penuh kasih.
"Nih, dimakan ya."
Kayla mencicipi potongan bolu itu malu-malu, tapi matanya terus melirik ke arah tangga. Tiba-tiba, suara tawa keras terdengar dari atas—suara Putra dan Axel.
Tak lama kemudian, teriakan manja menggema.
"Mah! Mah! Mau minum!"
Kayla spontan mengerutkan kening.
"Idih, si bego nyuruh emaknya kayak gitu," gumamnya kesal.
Namun, saat Kayla mencari Bu Ami, ternyata wanita itu sudah keluar ke warung. Axel kembali berteriak, lebih keras kali ini.
"Maaah! Minum!"
Kayla mendengus, lalu bangkit mengambilkan minum. Dengan langkah berat, ia naik ke atas dan membuka pintu kamar.
"Berisik lo," semprot Kayla kesal.
Axel menoleh, kaget.
"Lah, lo ngapain di sini?"
Kayla menaruh gelas di meja dengan kasar.
"Tadi ibu lo manggil gue, abis pulang dari rumah Salsa," jawabnya, lalu duduk di dekat Putra.
Tatapannya tajam menusuk Putra.
"Lo kok malah main di sini?"
Putra menutup wajahnya dengan tangan, suaranya letih.
"Males gue."
Kayla memiringkan kepala, suaranya meninggi.
"Lo sadar nggak sih, lo nggak cinta Salsa tapi lo tidur sama dia?! Are you okay?!"
Putra terdiam, lalu menjawab dengan nada menyesal.
"Dia godain gue mulu, Kay. Gue udah nolak berapa kali. Ya namanya cowok… akhirnya tergoda."
Kayla menghela napas, lalu tersenyum miring.
"Ouh gitu ya?" nada suaranya mengejek.
Putra menatapnya penuh harap.
"Lo nggak percaya sama gue, Kay?"
Kayla menatapnya dingin, lalu terkekeh.
"Nggak lah. Musrik percaya sama lo."
Putra terdiam, lalu tersenyum getir.
"Akh, lo bisa aja."
Suasana mendadak kaku. Putra akhirnya mencoba mengalihkan.
"Xel, lo kuliah di mana?"
Axel yang sejak tadi fokus main game hanya menjawab singkat.
"Bisnis."
Putra mengangguk.
"Satu kampus kan?"
Axel menoleh sekilas.
"Iya."
Kayla berdiri, meraih tasnya.
"Dah akh, gue ngantuk."
Ia turun, mencari Bu Ami. Namun rumah terasa kosong. Dengan wajah bingung, Kayla akhirnya melangkah keluar, menghela napas panjang. Sore itu, ia memutuskan pulang, sambil menahan rasa kantuk yang makin berat.