NovelToon NovelToon
Kodasih, Nyi Ratu Kelam

Kodasih, Nyi Ratu Kelam

Status: tamat
Genre:Misteri / Horor / Hantu / Iblis / Era Kolonial / Tamat
Popularitas:74.9k
Nilai: 5
Nama Author: Arias Binerkah

Kodasih perempuan pribumi menjadi gundik Tuan Hendrik Van Der Vliet. Dia hidup bahagia karena dengan menjadi gundik status ekonomi dan sosialnya meningkat. Apalagi dia menjadi gundik kesayangan.

Akan tetapi keadaan berubah setelah Tuan Hendrik Van Der Vliet, ditangkap dan dihukum mati.. Jiwa Tuan Hendrik tidak bisa lepas dari Kodasih yang menjeratnya.

Kodasih ketakutan masih ditambah munculnya Nyonya Wilhelmina isteri sah Tuan Hendrik yang ingin menjual seluruh harta kekayaan Tuan Hendrik


Tak ingin lagi hidup sengsara Kodasih pergi ke dukun yang menawarkan cinta, kekayaan dan hidup abadi namun dengan syarat yang berat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 17.

Malam Pertama, Kesunyian

Langit di luar loji bagai beludru hitam tanpa bintang. Bulan mati telah sempurna, bahkan cahaya kunang kunang terasa enggan menyala. Di halaman, daun daun kering berdesir seperti bisikan tak jelas.

Di dalam ruang depan, Kodasih duduk bersila di atas tikar pandan tua. Selendang hitamnya terhampar, menutupi sebagian lantai ubin kelabu yang dingin. Di hadapannya, mangkuk perak berisi air bunga memantulkan cahaya pelita yang nyaris padam. Asap kemenyan menari-nari tipis, menebarkan bau getir yang menusuk.

Arjo berdiri di sudut ruangan, tidak bicara sepatah kata pun. Matanya memantau, seperti burung hantu kecil yang siap terbang bila keadaan berubah. Ia membawa kantung kain berisi abu kemenyan dan tali benang merah pemberian Mbah Jati, jimat yang katanya mampu menahan roh liar agar tidak masuk ke tubuh manusia.

Kodasih menutup mata. Napasnya panjang dan teratur. Dalam hening itu, setiap bunyi kecil menjadi besar: detak lampu minyak, serak kayu berderit, bahkan suara darahnya sendiri terasa berdengung di telinga.

Di luar, Kang Pono duduk di teras. Ia menggenggam keris kecil, hadiah dari si mbah nya. Tidak boleh bersuara, tidak boleh masuk. Ia hanya menatap pintu ruang depan yang tertutup rapat, seakan dari sanalah nasibnya ditentukan.

Arjo kemudian bergerak pelan mendekat. Dengan isyarat tangan, ia memintanya untuk bersiap. Ritual kesunyian dimulai.

“Ingat, Nyi,” suara Arjo lirih, nyaris tak terdengar. “Mulai sekarang… tidak ada suara manusia lain. Tidak ada nama yang disebut. Tidak ada mantra matra terucap yang membakar langit. Tidak ada jawaban dari mulut yang keluar.”

Kodasih mengangguk. Ia lalu menunduk dalam dalam, bibirnya terkatup rapat.

Arjo menaburkan abu kemenyan mengelilingi Kodasih, membuat lingkaran tipis. Lalu ia menaruh benang merah di atas mangkuk perak. Api pelita menyala besar tiba tiba , lalu mengecil, seperti ditelan kegelapan.

Saat itu, kesunyian mulai terasa bukan sebagai keadaan, melainkan sebagai makhluk. Ruangan seolah mengerut, menyempit, lalu melebar lagi. Udara berubah berat, seperti ada sesuatu yang bernafas bersama mereka.

Tiba-tiba suara gemerisik datang dari sudut ruangan, padahal tidak ada apa pun di sana. Bayangan di dinding bergerak sendiri, terlepas dari tubuh Kodasih. Bayangan itu memanjang ke arah dinding , membentuk sosok samar yang berlutut di bawah foto Tuan Menir, yang tergantung di dinding ruang depan.

Kodasih merasakan kulitnya merinding, tapi ia tetap diam. Matanya tetap terpejam, bibirnya terkunci.

Bayangan itu mulai berbicara, bukan suara manusia, tapi bisikan dingin yang merambat di lantai, naik ke dinding, menelusup ke telinga.

“Kau… memilih jalan sunyi…”

“Kau… ingin bebas tanpa darah…”

“Kau… siap membayar harga?”

Kodasih tetap diam. Dalam hatinya ia mulai membaca doa yang diajarkan Mbah Jati, meski lidahnya terpaksa membatu.

Arjo di sudut ruangan mencengkeram kantung kainnya lebih erat. Ia tahu, ini baru permulaan. Pada malam pertama, roh penuntun hanya menguji kesabaran. Malam kedua dan ketiga akan lebih buruk. Tapi bahkan malam pertama ini… sudah cukup untuk membuat orang biasa kehilangan suara selamanya.

Bayangan itu semakin jelas. Dari samar menjadi mirip seseorang: wajah pucat, mata cekung, mulut tersenyum terlalu lebar. Sosok itu mengangkat tangannya, menunjuk ke arah Kodasih.

“Jika kau gagal…

maka aku akan mengambil dia…”

Bayangan itu menoleh, ke arah Pono di teras. Meski pintu tertutup, Kodasih tahu siapa yang dimaksud.

Tangannya gemetar, tapi ia tidak boleh bicara. Ia hanya menggenggam selendang hitamnya erat-erat.

“Dan.. dia.” Suara bayangan itu lagi sambil menoleh ke arah Arjo.

Tiba-tiba pelita mati. Gelap sempurna.

Arjo berbisik dalam hati, “Ini ujian pertama. Bertahanlah, Nyi. Jangan jawab apa pun.”

Di kegelapan itu, suara suara mulai datang: suara ayah Kodasih, suara ibunya, suara Tuan Menir, suara anak anak lapar…, suara anak perempuan kecil... semuanya memanggil namanya. Suara-suara itu menggema di kepalanya seperti teriakan dari sumur.

“Kodasih…”

“Dasih…”

“Nduk …”

“Ibu.…”

Suara terakhir terdengar seperti Pono.

“Nyi… aku di sini… jangan takut…”

Kodasih membuka sedikit matanya, menatap gelap. Bibirnya bergetar. Air matanya menetes, tapi ia tetap tidak bersuara.

Arjo melihatnya. Wajahnya tegang. Ia tahu, roh roh sedang mencoba menjebak Kodasih dengan suara suara yang paling ia kenal.

Waktu berjalan lambat. Di luar, burung hantu berhenti bersuara. Angin tak lagi bergerak.

Lalu tiba-tiba, sebuah tangan dingin menyentuh bahu Kodasih dari belakang.

Kodasih terlonjak. Jantungnya berdetak sangat kencang.

Suara itu kembali, lebih dekat, tepat di telinganya:

“Jawab aku, Nyi… aku Pono… kita pergi saja dari sini.”

Kodasih hampir membuka mulutnya.

Arjo menggigit bibirnya, matanya terbelalak. Ini saatnya: jika Kodasih menjawab, ritualnya gagal.

Tangan itu dingin seperti embun yang membeku di atas batu nisan. Tapi bukan dingin biasa, ini dingin yang merasuk ke dalam tulang, dingin yang mengingatkan Kodasih pada liang lahat.

Bahunya bergetar. Bibirnya nyaris terbuka.

“Jawab aku, Nyi... aku Pono, kita pergi saja dari tempat ini. Buat apa kamu menghukum tubuhmu sendiri.. kenikmatan bisa kita raih tanpa menyiksamu seperti ini..” suara itu mengulang, lembut, penuh kasih.

Tapi di dalam hatinya, Kodasih tahu: Pono tidak di sini. Pono di teras. Pono tidak bisa bicara. Pono tidak akan pernah melanggar sumpah diam yang mereka sepakati.

Tangannya mulai bergerak, mencari pegangan. Selendang hitamnya masih tergenggam,, satu satunya pengikat antara tubuh dan jiwanya.

Lalu... pelan-pelan, Kodasih meraih tangan dingin di bahunya. Ia tidak menepisnya. Ia genggam erat. Matanya tetap terpejam. Bibir tetap tertutup.

Tangan itu langsung menggeliat seperti ular tersentak. Dari genggamannya, ia merasakan sesuatu: tidak ada nadi. Tidak ada detak kehidupan.

Seketika... suara-suara di kepalanya lenyap.

Bayangan di sudut ruang depan mendesis marah. Sosoknya berubah, kini menjulur panjang seperti asap hitam yang terbakar. Api pelita menyala sendiri, tapi kini cahayanya merah darah.

Arjo maju satu langkah. Di tangannya, ia remas jimat dari benang merah dan abu dupa. Ia bisikkan mantra pelindung tanpa suara, hanya dari napas dan niat.

Bayangan itu merangkak ke langit-langit, menempel seperti kelelawar raksasa, lalu menyusut dan kembali menjadi bayangan biasa. Tapi tetap mengawasi.

Kodasih membuka mata. Matanya basah, tapi tidak merah. Ia masih utuh. Tidak tergoda. Tidak bersuara.

Tangan dingin tadi kini telah menghilang. Di lantai hanya tertinggal jejak air, seperti bekas tapak kaki dari seseorang yang baru keluar dari danau tua.

Arjo menatapnya dalam dalam. Ia mengangguk.

“Selamat, Nyi... malam pertama sudah lewat.”

Kodasih hanya menutup mata dan mengangguk pelan. Tapi dari sudut bibirnya, tampak darah segaris, entah karena gigitannya sendiri, atau karena sesuatu mencoba masuk saat ia hampir goyah.

Di luar loji, angin mulai bergerak lagi. Burung hantu kembali bersuara, tapi kali ini terdengar lebih tenang.

Kang Pono, yang sedari tadi duduk di teras, meremas keris kecilnya lebih erat. Ia tidak mendengar apa-apa. Tapi ia merasakan sesuatu telah lewat di belakangnya, seperti bayangan yang licin dan basah. Ia tidak menoleh.

Di dalam ruang depan, Kodasih mulai bersila kembali. Ia masih punya enam malam lagi. Dan malam-malam selanjutnya… tidak akan menunggu dengan sabar.

Malam pertama telah berlalu. Kodasih berhasil bertahan. Tapi jejak dunia bawah telah menandainya....

1
Liani purnafasary.
Apkh mereka ber 2 bkal mnjdi tumbal ya? 😵😟

Iya kabur aja di loji itu, Nyi kosasih kalian udah ga beres itu.
Masa orang mau berhenti kerja ,dan mau melangsungkan pernikahan dikampung halaman sendiri dilarang, mencurigakan bngt. 😏😏
Liani purnafasary.
Sebenarnya Pemain atau peran utama nya yg sebenarnya yg mn, apakh nyi yg serakah itu.
Atau yg be 3 barusan. 😁
Liani purnafasary.
Waduh jd ikutan deg degan 😱😱, ritual yg sangat horor itu mah, masa dtg ketempat dukun itu, hrs jln kaki dan tanpa alas kaki pula.
pasti prjlnan yg sangat horor. 😣😣

Klo pilihan ke 2 itu apa ya maksudnya x, dengan ritual kesunyian.😁
Liani purnafasary.
Lagian salah kodasih juga sih, udah dibilangin sm dukun itu konsekuensi nya, ttp aja ngeyel ya itu akibatnya. 😒😒
Liani purnafasary.
Mn bisa Tuan Menir pulang ketempat sharusnya, jika jiwanya terikat dengan gundik nya itu. 🤪
Liani purnafasary.
Klau ada terbuat sejarah kolonial Belanda pasti seru nih, sambil mengenang waktu Indonesia dijajah, sbelum merdeka.

Gimana nasib kodasih ya?

Semangat thor. 😃😃
Arias Binerkah: ♥️♥️♥️♥️♥️🙏🙏🙏🙏🙏🙏
total 1 replies
Dea Semilikiti Dea Semilikiti
baca malam2 agk2 merinding disko
Liani purnafasary.
Baru mampir thor, kenya seru. 😃
Rembulan menangis
kbnyakan bhasa jawa tdak juga ada trjemahanya kdg bnyak di skip kalo pke bhsa jawa dan trakhir jdi mls baca 😉
Arias Binerkah: Terima kasih masukan nya Kak 🙏🙏🙏🥰🥰🥰🥰🥰
total 1 replies
henidiyanpuspitosarilistianingrum tembem
Roh aja bisa cemburu.. palagi kita.. 😁
endang mei
ceritanya bagus banget horornya ga lebay dan banyak pelajaran hidup
Arias Binerkah: Terima kasih Kak atas hadir dan dukungannya , othor sangat senang jika Kakak suka 🙏🙏🙏🙏🙏🤗🤗🤗🤗🤗🥰🥰🥰🥰
total 1 replies
Nur Bahagia
ternyata ini titik awal Kosasih jadi jahad 🥺
≛⃝⃕|ℙ$°Siti Hindun§𝆺𝅥⃝©☆⃝𝗧ꋬꋊ
Nantilah aku mampir kesana, mbak🤗
Arias Binerkah: Terimakasih Kak 🙏🤗🥰🥰🥰
total 1 replies
MiLa Rossa
baguss
Arias Binerkah: terima kasih Kak atas hadir dan dukungannya 🙏🙏🙏🙏🥰🥰🥰🥰🥰♥️♥️♥️♥️♥️
total 1 replies
* bunda alin *
❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Arias Binerkah: ♥️♥️♥️♥️♥️♥️
total 1 replies
Mega Arum
lho gimana Thor.. kok tamat, nggu kodasih jd jahat smpai bersekutu dg junjungan.. sampai tdk bs mati
Arias Binerkah: siap Kak , Terima kasih 🙏🙏🙏🙏🥰🥰🥰🥰🥰
total 3 replies
Suherni 123
dasar nya cinta harta sampai main pelet di dasih
Suherni 123
Ngada Ngada aja si kodasi,, engga mau melepas si menir tapi mo nyari laki lain ya sewot ya si menir,,rasain tuh kemarahan nya si menir
Suherni 123
pantesan mau jadi simpanan nya menir la kerja sama nya sama Mbah dukun
Nur Bahagia
lhooo wes tamat thoo.. aku masih penasaran jalan hanya kodasih lhoo
Nur Bahagia: wokee kakaakk 🤩 aku berharap Kosasih tetap menjadi pribadi yg baik.. tp ya ga mungkin yaa.. sayang sekaliii 😁
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!