Hans dan Lily telah menikah selama 2 tahun. Mereka tinggal bersama ibu Meti dan Mawar. Ibu Meti adalah ibu dari Hans, dan Mawar adalah adik perempuan Hans yang cantik dan pintar. Mawar dan ibunya menumpang di rumah Lily yang besar, Lily adalah wanita mandiri, kaya, cerdas, pebisnis yang handal. Sedangkan Mawar mendapat beasiswa, dan kuliah di salah satu perguruan tinggi di kota Bandung, jurusan kedokteran. Mawar mempunyai sahabat sejak SMP yang bernama Dewi, mereka sama-sama kuliah di bagian kedokteran. Dewi anak orang terpandang dan kaya. Namun Dewi tidak sepandai Mawar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ANGGUR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19
Lily keluar perlahan dari tempat persembunyiannya saat Hans dan Dewi meninggalkan toko buah itu. Dadanya terasa sesak, jantungnya masih berdetak kencang. Lily berharap apa yang telah dilihatnya hanyalah sebuah mimpi bayangan Hans saja, namun dia tersadar saat seorang pelayan toko itu menegurnya.
Pelayan toko: "Wajah mbak sangat pucat." tegurnya. "Apakah mbak sakit?" tanyanya lagi sambil menatap ke arah Lily.
Lily: "Tidak, mas. Saya mau membayar belanjaan saya." sahutnya dengan pelan. Lily melangkah dengan pelan menuju kasir, lalu menyerahkan belanjaannya kepada kasir.
Kasir: "Ada yang lain, mbak?" tanyanya dengan ramah.
Lily: "Tidak ada, mbak." sahutnya. Lily mengeluarkan beberapa uang lembaran kertas, lalu menyerahkannya kepada kasir itu. Setelah Lily membayar belanjaannya, Lily meninggalkan toko buah itu dengan langkah yang terburu-buru. Lily segera mengambil pesanan nasi bungkusnya, lalu melanjutkan perjalanannya kembali ke tokonya.
Lily: "Aku berharap semuanya hanya mimpi. Aku tidak menyangka, mas Hans tega melakukannya di belakangku." gumannya dengan lirih di dalam mobil. "Sejak kapan mereka bersama? Apakah sejak aku ke kota Batam?" tanyanya dengan rasa penasaran. Lily terus melaju dengan mobilnya menuju ke tokonya. 20 menit kemudian Lily tiba di depan tokonya, dia memanggil salah satu karyawannya untuk mengangkat nasi bungkus yang telah dibelinya di warung.
Lily: "Bagikan nasi bungkus ini dengan teman-temanmu." ucapnya. Lily berusaha bersikap tenang walaupun hatinya bergejolak penuh amarah, kesal, dan rasa benci terhadap Hans yang telah menghianatinya. Setelah memberikan bungkusan nasi itu kepada salah satu karyawannya, Lily masuk ke dalam sebuah ruangan pribadinya yang ada di dalam bagian tokonya. Lily memang mempunyai sebuah ruangan pribadi di dalam tokonya sendiri, ruangan pribadi itu sengaja dia buat untuk menghitung penghasilan karyawan, atau sekedar hanya untuk bersantai.
Lily: "Apa yang harus aku lakukan sekarang? Mengapa harus Dewi, sih? Apakah ibu dan Mawar mengetahui hal ini?" gumannya sambil bertanya-tanya pada dirinya sendiri. "Aku akan pura-pura tidak tahu. Aku akan menyimpan rahasia mas Hans rapat-rapat. Aku ingin lebih tahu permainan mas Hans dan Dewi." gumannya. Lily sangat tertantang dengan perselingkuhan suaminya dan Dewi, dia tidak ingin buru-buru mengatakannya kepada Hans. Siang itu Lily menghubungi sahabat dekatnya yang bernama Rosa, mereka berteman cukup dekat semenjak duduk di bangku sekolah menengah sampai masuk ke perguruan tinggi bersama-sama. Rosa berasal dari keluarga yang mampu dan kaya raya, profesi Rosa adalah sebagai seorang dokter spesialis jantung di salah satu rumah sakit ternama di kota Bandung.
Lily: "Aku akan menunggu mu sore ini, Sa." ucapnya sambil memanggil nama belakang sahabatnya.
Rosa: "Iya, Li. Aku akan menyelesaikan pekerjaanku dulu." sahutnya. Lily bernafas lega setelah menelpon Rosa, yang dia butuhkan adalah dukungan dari teman dekatnya. Salah satu karyawan Lily mengetuk pintu ruangan pribadi Lily.
"Tok... Tok." terdengar ketukan pintu dari luar ruangan.
Lily: "Silahkan masuk." ucapnya dengan suara yang cukup keras. Karyawan Lily masuk dan berbicara pada Lily.
Karyawan: "Maaf, bu. Di depan ada yang mencari ibu." ucapnya dengan sopan. Lily mengerutkan kedua alisnya, lalu menatap tajam pada karyawannya itu. Lily berpikir yang mencarinya adalah Rosa.
Lily: "Apakah dia seorang wanita?" tanyanya dengan rasa penasaran.
Karyawan: "Dia seorang pria, bu. Orangnya tinggi, tampan, putih, dan berhidung mancung." sahutnya lagi dengan wajah genit.
Lily: "Suruh saja pria itu masuk ke dalam ruanganku." pintanya.
Karyawan: "Iya, bu." sahutnya. Karyawan itu membalikkan badan, lalu melangkah keluar dari ruangan pribadi Lily. Karyawan itu menyuruh pria itu masuk ke dalam ruangan Lily, sesuai perintah atasannya.
"Tok... Tok." terdengar ketukan pintu yang sedikit kencang. Lily beranjak dari duduknya, lalu melangkah dengan pelan membukakan pintu.
Lily: "Hai, Toni." sapanya sambil tersenyum tipis.
Toni: "Apakah aku mengganggumu, Li?" tanyanya dengan ragu-ragu.
Lily: "Hehe, iya." candanya sambil tertawa kecil.
Toni: "Aku sangat rindu padamu, Li." candanya sambil tersenyum lebar.
Lily: "Ah, kamu ini." sahutnya. Lily pandai menyembunyikan kesedihan hatinya di hadapan Toni. Dia tidak ingin Toni mengetahui perselingkuhan suaminya. Baginya, Hans masih menjadi suaminya yang sah.
Lily: "Kamu dari mana, Ton?" tanyanya dengan rasa ingin tahu.
Toni: "Aku dari kantor, Li. Aku sedang santai." sahutnya dengan wajah tenang. "Aku lihat tokomu cukup ramai, Li. Kamu sudah punya banyak pelanggang." ucapnya lagi.
Lily: "Aku mensyukuri itu, Ton." sahutnya dengan rasa syukur. Lily menerima kedatangan Toni di tokonya, kedatangan Toni di tokonya membuat duka Lily terhadap Hans sedikit berkurang, Toni sangat pandai melawak dan mengambil hati Lily. Tak terasa 2 jam Toni berada di ruangan pribadi Lily.
Lily: "Maaf, Ton. Aku harus pergi sekarang." ucapnya sambil melirik ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 4.10 sore.
Toni: "Apakah kamu mengusirku, Li?" tanyanya sambil tersenyum lebar.
Lily: "Apakah kamu merasa seperti itu, Ton?" tanyanya sambil bercanda.
Toni: "Iya, sih. Aku akan pergi sekarang. Aku akan sangat merindukan dirimu, Li." candanya sambil menatap dalam pada Lily.
Lily: "Lebay banget, sih." sahutnya.
Toni: "Hehe. Aku pergi, ya." ucapnya sambil tertawa kecil. Sebelum pergi, Toni sempat bercanda memegang tangan Lily dan hendak mencium jemari Lily yang lentik, namun buru-buru Lily menarik jemarinya sambil tertawa kecil menatap Toni.
Lily: "Apaan, sih?" ungkapnya.
Tony: "Bye, Lily." sahutnya sambil melambaikan tanganya kepada Lily. Setelah Toni pergi, Lily menggelengkan kepalanya sambil tersenyum lebar membayangkan kelucuan Toni.
Lily: "Ada-ada saja tingkah Toni." gumannya dengan pelan. "Sudah pukul 4.25. Aku ada janji dengan Rosa di kafe." gumannya lagi sambil kembali melirik jam tangannya. Lily mengambil tasnya di atas meja kerjanya, lalu melangkah keluar dari ruangan itu dengan langkah terburu-buru. Lily berpesan pada salah satu karyawannya yang bernama Rina, untuk segera menutup toko karena sudah waktunya pulang dan hari sudah sore. Rina adalah senior di toko itu, dia telah lama menjadi karyawan Lily. Rina sangat patuh pada Lily dan Rina adalah salah satu karyawan kepercayaan Lily.
Rina: "Pegang saja kunci toko ini, bu." pintanya sambil menyerahkan kunci toko itu kepada Lily.
Lily: "Kalian semua boleh pulang." ucapnya sambil menatap satu-persatu karyawannya yang berdiri berjejer di depan tokonya. Satu persatu karyawan Lily pergi termasuk Lily masuk ke dalam mobilnya dan mulai melaju dengan mobilnya menuju ke sebuah kafe. Lily sengaja tidak ingin pulang ke rumah dulu, Lily juga sengaja tidak menghubungi suaminya. Hati Lily sangat hancur dan tak mampu melihat wajah suaminya. Akhirnya Lily tiba di sebuah kafe.
***