NovelToon NovelToon
Berjaya Setelah Terluka

Berjaya Setelah Terluka

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kebangkitan pecundang / Persahabatan / Romansa / Menjadi Pengusaha
Popularitas:11.8k
Nilai: 5
Nama Author: Mama Mia

Demi menikahi wanita yang dicintainya, Arhan Sanjaya mengorbankan segalanya, bahkan rela berhutang banyak dan memenuhi semua keinginan calon mertuanya. Terbelenggu hutang, Arhan nekat bekerja di negeri seberang. Namun, setelah dua tahun pengorbanan, ia justru dikhianati oleh istri dengan pria yang tak pernah dia sangka.

Kenyataan pahit itu membuat Arhan gelap mata. Amarah yang meledak justru membuatnya mendekam di balik jeruji besi, merenggut kebebasannya dan semua yang ia miliki.

Terperangkap dalam kegelapan, akankah Arhan menjadi pecundang yang hanya bisa menangisi nasib? Atau ia akan bangkit dari keterpurukan, membalaskan rasa sakitnya, dan menunjukkan kepada dunia bahwa orang yang terbuang pun bisa menjadi pemenang?

Karya ini berkolaborasi spesial dengan author Moms TZ.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

19. Menyewa ruko

.

Mentari pagi menyinari Kota Tangerang, sehangat harapan yang membara di dada Arhan. Sesuai rencana, hari ini Budi akan membawanya mensurvei lokasi ruko yang akan disewa oleh Arhan.

"Bud, ini aku titip. Anggap saja sebagai uang sewa kos selama aku numpang di rumahmu," kata Arhan sambil menyodorkan seikat uang kepada Budi.

Budi menatap Arhan dengan kening berkerut. "Apa maksudmu?" Budi tampak tidak suka. " Kita ini sahabat, Han. Ngapain pakai sewa-sewa segala. Lagipula aku masih belum ada bini juga. Ada kamu di sini sebagai temanku aku malah senang, rumah jadi nggak sepi lagi."

"Aku tahu, Bud. Kamu sudah banyak bantu aku. Dan seseorang hanya boleh menjadi teman, bukan parasit. Kalau kondisi seperti kemarin saat aku belum memegang uang sama sekali, mungkin itu wajar jika aku tidak memberikan apapun padamu. Tapi sekarang aku memiliki uang Bud. Setidaknya jangan buat aku menjadi teman yang tidak tahu diri," balas Arhan, tetap memaksa.

"Aku nggak pernah nganggap kamu seperti itu, Han. Bagiku kamu teman lebih dari saudara. Dulu waktu aku kesusahan juga kamu yang nolongin aku, jadi apa salahnya kalau sekarang aku yang gantian nolongin kamu?" Budi mencoba menolak dengan halus.

Arhan menghela napas. "Bud, kalau kamu nggak mau terima, aku nggak akan mau tinggal di rumahmu. Aku akan cari kos sendiri."

Budi terdiam sejenak, menimbang-nimbang. Ia tahu betul watak keras kepala sahabatnya itu. Dengan berat hati, akhirnya ia mengulurkan tangan. Menyerobot dengan kasar uang yang ada di tangan Arhan dan langsung memasukkannya ke dalam saku.

"Noh, sudah masuk kantong. Tapi ingat, ini bukan sewa. Aku anggap saja ini hadiah dari calon tuan tanah." Budi bersungut-sungut kesal.

"Aamiin… Kamu doain aku bakalan jadi tuan tanah.” Arhan terkekeh geli. “Makasih ya, Bud," Arhan menepuk pundak Budi.

"Sudah, nggak usah banyak terima kasih. Ayo berangkat, nanti telat," ajak Budi yang langsung melangkah duluan. Arhan mengikutinya dan mereka berdua kemudian bergegas menuju mobil.

"Semoga ini menjadi awal yang baik, ya , Bud," gumam Arhan, menatap jalanan di hadapannya dengan penuh semangat.

"Aamiin. Kamu pasti bisa, Han. Aku yakin," balas Budi, menyemangati. "Gak papa untuk pertamanya sewa dulu. Nanti setelah tabungan kamu terkumpul banyak, baru pikirkan untuk beli."

*

Debu beterbangan saat mobil Budi berhenti di depan sebuah ruko yang cukup besar. Seorang pria paruh baya dengan perut sedikit membuncit sudah menunggu di depan, senyum ramah menghiasi wajahnya. Dialah pemilik ruko yang akan mereka survei.

"Selamat pagi, Mas Budi," sapa pria itu, menjabat tangan Budi. "Silakan, Mas Budi dan Mas Arhan. Mari kita lihat-lihat."

Mereka bertiga memasuki ruko yang tampak kosong. Arhan mengamati setiap sudut ruangan, membayangkan bagaimana ruko ini akan disulap menjadi warung makan impiannya.

Setelah puas berkeliling, mereka keluar dari ruko. Budi menoleh ke arah Arhan. "Bagaimana menurutmu, Han?"

Arhan memperhatikan jalanan di kiri dan kanan ruko itu. Lokasinya memang strategis, berada di jalur utama yang menghubungkan perumahan padat penduduk dengan kawasan industri. Di seberang jalan, ada minimarket yang selalu ramai, tak jauh dari situ juga terdapat sekolah dasar dan beberapa perkantoran kecil. Potensi pasarnya sangat besar.

"Lokasinya bagus banget, Bud. Strategis. Kalau buat warung, pasti rame."

"Saya juga rasa begitu, Mas. Dulu di sini juga warung makan, tapi karena saya sudah pindah, jadi saya sewakan saja. Supaya saya tetap ada pemasukan, daripada dibiarkan menganggur. Takutnya nanti malah jadi rumah hantu," timpal pemilik ruko sedikit berkelakar.

"Lalu mengenai harganya bagaimana, Pak?" tanya Arhan, mulai serius.

Negosiasi pun dimulai. Arhan dengan sabar menawar harga yang ditawarkan pemilik ruko. Budi sesekali ikut memberikan masukan, membantu Arhan meyakinkan pemilik ruko. Setelah berdebat cukup alot, akhirnya mereka mencapai kesepakatan harga yang memuaskan kedua belah pihak.

"Alhamdulillah, deal ya, Pak," kata Arhan, menjabat tangan pemilik ruko. "Saya sewa ruko ini."

"Alhamdulillah, Mas. Saya senang ruko ini jatuh ke tangan yang tepat," balas pemilik ruko, tersenyum lega setelah menerima notif transfer masuk di ponselnya. Pembayaran untuk satu tahun pertama.

Budi menepuk pundak Arhan, ikut merasa senang. "Selamat ya, Han. Akhirnya kamu punya tempat usaha sendiri."

"Ini semua berkat kamu, Bud. Terima kasih banyak," balas Arhan, tulus.

"Terima kasih lagi, terima kasih lagi. Aku bosan mendengarnya, Han!” Budi bersungut kesal. Arhan yang melihatnya hanya tertawa terkekeh. Dalam hatinya bersyukur memiliki seorang teman seperti Budi.

Setelah urusan penyewaan ruko selesai, rasa penasaran Arhan semakin memuncak. Ia ingin melihat sendiri tempat usaha yang dimiliki oleh dua orang yang telah mengkhianatinya.

"Bud, kemarin kamu bilang tempat ini dekat dengan restoran Fadil dan Nurmala. Memangnya di mana restoran mereka?" tanya Arhan yang memang belum mengetahui letak restoran yang dibangun dengan menguras uangnya.

Budi mengangguk. "Ayo kita lihat. Nggak jauh kok dari sini."

Budi kemudian menjalankan mobilnya, menyusuri jalanan yang ramai. Tak berapa lama, ia menunjuk sebuah bangunan yang cukup mewah.

"Itu dia, restoran Nurmala," kata Budi, suaranya datar.

Arhan terkejut. "Dekat sekali ternyata?"

"Iya, cuma sekitar lima ratus meter dari ruko kamu," jawab Budi.

Budi memarkirkan mobilnya tak jauh dari restoran. Dari balik kaca jendela, Arhan mengamati restoran itu dengan seksama. Bangunan itu tidak terlalu besar tapi desainnya modern. Lampu-lampu gemerlap menerangi setiap sudut ruangan. Beberapa mobil dan sepeda motor terparkir di depan restoran, menandakan bahwa tempat itu lumayan ramai.

"Ramai juga ya," gumam Arhan, nada suaranya bercampur antara kagum dan getir.

"Iya. Restoran itu memang cukup terkenal di sini," timpal Budi.

Arhan terdiam sejenak, pikirannya berkecamuk. Ia membayangkan bagaimana dulu ia bekerja keras memeras keringat. Namun, kini semua jerih payahnya dinikmati oleh orang lain.

"Kita pulang sekarang, Bud. Aku nggak mau lihat itu lebih lama lagi," kata Arhan, tiba-tiba.

"Oke."

Budi mengangguk mengerti. Ia tahu, sahabatnya itu sedang berusaha menahan emosi. Dengan segera, ia menjalankan mobilnya, meninggalkan restoran Nurmala yang gemerlap.

.

Dalam perjalanan pulang, ponsel Arhan berdenting, menandakan sebuah pesan masuk. Ia segera membuka ponselnya. Senyum tipis terukir di bibirnya saat membaca isi pesan tersebut. Budi yang menyetir, melirik Arhan dengan kening berkerut.

"Kamu senyum-senyum sendiri udah kayak orang stres tahu nggak! Ada apaan sih? " tanya Budi, penasaran.

Arhan menoleh, senyumnya melebar. "Ini dari pihak showroom, Bud."

"Oh ya? Ada kabar apa?" Budi semakin tertarik.

"Mereka bilang, hari ini juga akan pergi ke rumah Fadil," jawab Arhan, suaranya penuh kepuasan. "Katanya, kalau Nurmala tidak sanggup melanjutkan angsuran, mobilnya akan diambil."

Mata Budi langsung berbinar. "Wah, serius? Itu berita bagus!" Ia tiba-tiba membelokkan mobilnya.

"Lho, mau ke mana, Bud?" tanya Arhan, sedikit terkejut.

"Ke rumah Fadil!" seru Budi dengan antusias. "Aku penasaran banget pengen lihat bagaimana raut wajah mereka waktu mobilnya diambil dealer. Pasti seru!"

Arhan tertawa tergelak melihat tingkah sahabatnya. "Kenapa malah kamu yang effort?"

"Ya iyalah! Ini kan momen penting, Han. Setelah semua yang mereka lakukan padamu, wajar dong kalau kita mau lihat karma bekerja," Budi membela diri, matanya berbinar penuh semangat. "Ayo, Han, kita intip sebentar saja. Anggap saja sebagai hiburan setelah berhari-hari kita merasa tegang."

Arhan menggelengkan kepala, namun senyumnya tak bisa disembunyikan. Ia tahu Budi memang selalu punya cara untuk menghiburnya. Meskipun ia sendiri tak terlalu ingin melihat reaksi Fadil dan Nurmala, rasa penasaran Budi menular padanya.

"Ya sudahlah, terserah kamu saja," kata Arhan akhirnya.

Budi mempercepat laju mobilnya menuju rumah Fadil. Mereka berdua sama-sama membayangkan adegan yang akan tersaji di depan mata mereka.

1
〈⎳ FT. Zira
pikiran orang yg gak mau usaha ya gini🤧
Hasanah Purwokerto
Bagus bgt filosofinya mam...👍👍👍👍
Hasanah Purwokerto
Kasiaaaannnn...Fadil...umpanmu tdak termakan...hahahahaaaaa
Hasanah Purwokerto
Sudah benar apa yg kamu lakukan Arhan,,tidak ada gunanya mempertahankan wanita seperti Nurmala...
Hasanah Purwokerto
skak mat...
Hasanah Purwokerto
Cinta yg membabi buta,,jika terluka bs menjadi benci yg membabi buta juga..
Hasanah Purwokerto
Smg kelak.kalian bs bekerja sama,,saling menguntungkan,,tunjukkan pd dunia kalian bisa..
Sunaryati
Wah dengan adanya ibu dan adik kamu mungkin menambah lariis warungmu, karena masakan ibumu
Hasanah Purwokerto
Betul kata pak tua..yuk bangkit yuk..kamu bisa Ar...💪💪💪💪
Hasanah Purwokerto
Ini orang berdua ya,.bukannya sadar diri malah menjadi jadi..
Hasanah Purwokerto
Smg karma segera datang pd kalian..
Hasanah Purwokerto
Ga akan pernah..justru kamu yg akan menangis dan memgemis di bawah kaki nya Arhan...
Hasanah Purwokerto
Yang sabar,,yg kuat ya Ar...
Gusti mboten sare...
Hasanah Purwokerto
Kok ky penjahat kelas kakap aja,,cm diinterogasi masa tangannya diborgol kebelakang begitu..
Hasanah Purwokerto
Cn Arhan punya bukti perselingkuhan mereka ya,,minimal sblm dihajar udah di poto dl...
Hasanah Purwokerto
Bener" uedaaaannn....
orang tua macam apa seperti itu...
Hasanah Purwokerto
Oalah...wong tuo kucluk...
membiarkan anaknya melakukan dosa...🤦‍♀️🤦‍♀️🤦‍♀️🤦‍♀️
Hasanah Purwokerto
Arhan patah hati sepatah patahnyaaaaa
Hasanah Purwokerto
Kli memang wanita terhormat,,apapun yg terjadi,,selama ditinggal suami ya akan menjaga kehormatannya...
bukan malah menyalahkan org lain..
Hasanah Purwokerto
Lha kok malah bela selingkuhan...
wah..minta dipecat dg tidak hormat nih istri...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!