Namanya Diandra Ayu Lestari, seorang perempuan yang begitu mencintai dan mempercayai suaminya sepenuh hati. Baginya, cinta adalah pondasi rumah tangga, dan persahabatan adalah keluarga kedua. Ia memiliki seorang sahabat yang sudah seperti saudara sendiri, tempat berbagi rahasia, tawa, dan air mata. Namun, sebaik apa pun ia menjaga, kenyataannya tetap sama, orang lain bukanlah darah daging.
Hidupnya runtuh ketika ia dikhianati oleh dua orang yang paling ia percayai, suaminya, dan sahabat yang selama ini ia anggap saudara.
Di tengah keterpurukannya ia bertemu ayah tunggal yang mampu membuatnya bangkit perlahan-lahan.
Apakah Diandra siap membuka lembaran baru, atau masa lalunya akan terus menghantui langkahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wanita tidak tahu diri
"Jika Bian merindukan saya atau ingin bertemu jangan sungkan untuk menghubungi, Pak. Saya nggak terganggu sama sekali, malah senang bermain dengan anak-anak," ucap Diandra sebelum turun dari mobil Gerald, pria itu mengantarnya pulang karena hari sudah gelap.
"Terimakasih kerena baik pada Abian."
"Sama-sama Pak, dan terimakasih juga atas tumpangannya."
Diandra memberikan bow sebelum masuk ke lift yang akan membawanya ka unit apartemen. Setibanya, ia lantas melepas sepatunya di dekat pintu dan meraih sendal rumah.
Namun, keseimbangannya hilang akibat dorongan tiba-tiba seseorang dari belakang. Diandra mendesis, lututnya terasa ngilu membentur rak sepatu.
"Dasar wanita nggak tahu diri!" bentak wanita paruh baya yang menerobos ke apartemen Diandra sebelum pemiliknya sempat menutut rapat.
"Mama apa-apaan?"
"Kamu yang apa-apaan hah? Sudah untung Ramon ingin menikahimu dan hidup enak. Tapi yang kamu lakukan malah merebut segalanya dan membuat putraku hancur!"
"Kau sengaja membuatnya jatuh cinta untuk mengambil semua hartanya kan!" Helena menuding Diandra dengan jarinya padahal wanita yang masih menjadi menantunya itu sedang menahan sakit akibat ulahnya.
"Ramon selingkuh itu karena kesalahanmu!"
"Mama berhenti menuduhku! Bukan aku yang merebut segalanya tapi putramu. Pulanglah dan tanyakan ini pada putramu ...." Diandra menjeda kalimatnya, berusaha menahan emosi. Bagaimana pun wanita yang berdiri di hadapannya masih mertuanya.
"Benarkah semua kekayaan yang dia nikmati adalah miliknya?"
"Tentu saja benar, Ramon banting tulang untuk mendapatkan semuanya."
Diandra tertawa. "Aku lelah, sebaiknya mama pulang."
"Nggak usah sok baik di depan saya. Lihat saja nanti saat proses perceraian, kamu akan memohon pada saya untuk menerimamu kembali sebagai menantu."
"Aku nggak akan memohon pada siapapun lagi," gumam Diandra yang memandangi kepergian mertuanya.
Sungguh kejadian ini di luar kendalinya. Harusnya dia memastikan pintu tertutup rapat sebelum melakukan hal lain.
Diandra meringis pelan sembari mengobati lututnya yang mengeluarkan darah segar. Berharap luka itu tidak mempengaruhi dirinya menghadiri rapat pemegang saham di perusahaan.
"Siapa lagi yang bertamu malam-malam seperti ini," gumamnya mendengar bel apartemen berbunyi.
Ia berjalan tertatih menuju pintu tanpa menyelaikan pengobatan di kakinya.
"Pak Gerald?" gumam Diandra dengan kening mengerut.
"Ponsel Bu Diandra tertinggal di mobil, jadi saya .... Lutut ibu kenapa bisa terluka?" Gerald terkejut melihat luka itu masih mengeluarkan darah segar padahal tadi Diandra sudah membersihkannya.
Lukanya bisa dibilang parah sebab membentur kepala baut yang kurang rapi pemasangannya.
"Tadi terbentur di rak sepatuh karena kurang hati-hati. Terimakasih karena mengantar ponsel saya." Diandra buru-buru mengambil ponselnya di tangan Gerald dan mengusir halus pria itu. Dia tidak ingin membesarkan masalah seperti ini.
Diandra kembali pada posisinya, kali ini benar-benar mengobati hingga selesai. Tidak berselang lama saat dia menikmati pekerjaannya, pesan masuk di ponselnya. Sebab tidak ingin berdiri, ia pun memberikan sandinya pada orang tersebut.
"Kata kak Jovin kaki kamu terluka dan menyuruh aku mengantar obat," ujar Grace langsung duduk di samping Diandra dan meletakkan obat pesanan Gerald.
Tadi dia senang enak-enaknya berbaring sambil telfonan dengan sang kekasih, tetapi kakaknya spam chat hanya untuk menyuruhnya membawa obat. Tapi meski tanpa paksaan Grace sudah pasti datang jika tahu Diandra terluka.
"Makasih tapi lukanya sudah aku obati."
"Jatuh di mana?" Mulai sibuk mengeluarkan cemilan.
"Kebentur rak sepatu."
"Masa iya? Setahuku kamu bukan orang ceroboh. Ada sesuatukan?"
Lama Diandra terdiam sampai akhirnya mengangguk. "Ulah mamer aku."
"What? Dia datang dan lukain kamu begitu saja? Terus kamu apaian dia?"
"Suruh pergi."
"Ih oon banget sih. Udah dibilangin jangan terlalu baik apalagi nggak enakan."
"Bagaimana pun dia mamanya mas Ramon ...."
"Terus karena dia mamanya calon mantan suami kamu, dia bebas melukai kamu begitu? Nggak ya Diandra, sekarang aku nggak akan biarkan sahabat kecil aku terluka!" Grace berkacang pinggang.
"Andai tahu akan seperti ini saat itu aku nggak ninggalin kamu dan biarin sama parasit itu."
"Sudah-sudah."
"Btw Olivia ada hubungi kamu buat minta maaf nggak?"
"Nggak."
"Benar-benar nggak tahu diri." Grace terus mengomel dan hanya di balas senyum oleh Diandra. Sikap teman kecilnya tidak pernah berubah sejak dulu. Bodohnya dia lebih mempercayai Olivia saat Grace berusaha membongkar kebusukan Olivia yang selingkuh dengan pacarnya saat SMA.
.
.
.
.
.
Halal untuk di apakan bu Helena?
ni manusia oon apa terlalu pintar ya🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣