NovelToon NovelToon
Fangirl Cantik Milik Tuan Antagonis

Fangirl Cantik Milik Tuan Antagonis

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Obsesi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Kaya Raya / Fantasi Wanita / Ruang Ajaib
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: BlackMail

Aluna, seorang pekerja kantoran, punya satu obsesi: Grand Duke Riven Orkamor, antagonis tampan dari game otome yang seharusnya mati di semua rute. Baginya, menyelamatkan Riven adalah mimpi yang mustahil.

​Hingga sebuah truk membuatnya terbangun sebagai Luna Velmiran — putri bangsawan kaya raya yang manja dan licik, salah satu karakter dalam game tersebut.

​Kini, Riven bukan lagi karakter 2D. Ia nyata, dingin, dan berjalan lurus menuju takdirnya yang tragis. Berbekal pengetahuan sebagai pemain veteran dan sumber daya tak terbatas milik Luna, Aluna memulai misinya. Ia akan menggoda, merayu, dan melakukan apa pun untuk merebut hati sang Grand Duke dan mengubah akhir ceritanya.

​Namun, mencairkan hati seorang antagonis yang waspada tidaklah mudah. Salah langkah bisa berarti akhir bagi mereka berdua. Mampukah seorang fangirl mengubah nasib pria yang ia dambakan, ataukah ia hanya akan menjadi korban tambahan dalam pemberontakannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlackMail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19 : Suamiku?

​Di danau, Riven masih mencoba memproses data mustahil yang terus ia lihat pada Luna Velmiran. Sebuah anomali yang membantah semua logika yang ia ketahui.

​"Tingkat Afeksinya 1000%. Aku yakin itu karena kesalahan informasi. Namun, Hati berwarna Emas Murni itu... itu tampak asli. Masalahnya adalah... apa artinya?"

​Kuning terang adalah kegembiran dan candaan. Jingga adalah kenyamanan dan keamanan. Emas adalah keberanian dan kekaguman. Lalu bagaimana dengan emas murni yang berpendar bagai matahari kecil?

​"Memang yang paling masuk akal adalah terjadi kesalahan pada kemampuanku, tapi..." Riven tidak bisa melupakan apa yang terjadi sebelumnya, tepat di tempat ini.

​Sekitar sepuluh menit yang lalu, ia merasakan pergerakan dari balik pepohonan.

Tatapan itu nyata adanya dan sedang mengawasinya. Dengan gerakan senyap, Riven menyelinap ke atas dahan pohon di belakang sumber tatapan itu. Alih-alih sesuatu yang jahat, dia malah menemukan Luna Velmiran di sana, bersembunyi seperti seorang pembunuh bayaran yang canggung.

​"Dia mengawasiku? Apa ini perintah Duke Velmiran?" batinnya curiga.

​Lalu ia mendengar gumaman gadis itu, suaranya terdengar seperti menahan teriakan girang. "Ya Tuhan, profil sampingnya saja sudah maha karya... Angle ini sempurna! Suamiku sangat tampan! Foto ini harus jadi wallpaper-ku!"

​Riven membeku. "Su-suamiku?" Ia langsung memeriksa data gadis itu. Tingkat Afeksinya masih sama, seribu persen yang sama. Warna hatinya... campuran Emas Murni berpendar yang stabil dengan pusaran kuning terang dari kegembiraan yang meledak-ledak.

​"Kata-katanya... terdengar seperti omong kosong seorang fanatik yang sedang berdelusi," pikir Riven, mencoba menepisnya. "Masalahnya adalah warna itu... tidak ada sedikit pun jejak kebohongan atau niat buruk. Murni. Terlalu murni."

​Ia melihat Luna kembali berdiri, hendak mengambil potret dirinya lagi, tapi ia sudah tidak ada di sana. "Loh, kemana dia?"

​Dari atas pohon, Riven terus berpikir. "Emas murni... Jika itu bukan keberanian, mungkin itu adalah level tertinggi dari kekaguman. Sebuah... Pemujaan?" Ia menggelengkan kepalanya. "Tidak masuk akal. Namun, jika emas murni yang berpendar itu memang benar Pemujaan, maka itu artinya afeksi 1000% itu bisa jadi nyata... Sebuah penyembahan."

Riven menggelengkan kepalanya lagi. Dia sudah muali berpikir terlalu jauh. Daripada menduga-duga, lebih baik baginya untuk memastikannya sendiri.

​Dengan lembut, Riven turun dari atas pohon dan mengejutkan Luna. "Apa itu Artefak?" tanyanya.

***

**

*

​Tepat saat ia sedang tenggelam dalam lamunannya, Riven melihat Luna Velmiran datang lagi kepadanya. Bedanya kali ini, ia tidak sendirian.

​"Luna Velmiran... sepanjang hari ini sepertinya aku terus melihat wajahmu. Ada apa?"

​"Grand Duke Orkamor," sapa Luna, suaranya jernih. "Saya datang untuk mengajukan sebuah proposal aliansi." Ia memberi isyarat ke belakangnya. "Izinkan saya memperkenalkan tim saya."

Haris, memahami perannya, maju selangkah dan menaruh tangan kanannya di dada, berpose seperti ksatria sejati yang siap melindungi tuannya. Ia tampak gagah dan bisa diandalkan.

Di sebelahnya, Theo yang gugup mencoba meniru pose keren Haris. Namun, karena panik, ia salah memegang tongkat sihirnya yang besar.

Tongkat itu terlepas dari genggamannya, berputar di udara, dan dengan suara PLUK! yang menyedihkan, jatuh menggelinding menuruni lereng kecil sebelum akhirnya... SPLASH! ...masuk ke dalam danau.

Wajah Theo pucat pasi. Haris hanya bisa memejamkan mata dan menghela napas. Sementara Riven menatap kejadian itu dengan dingin.

Luna, bagaimanapun, tidak goyah. Ia mengabaikan insiden itu seolah tidak terjadi apa-apa. "Se-seperti yang Anda lihat, tim saya memiliki kekuatan fisik di garis depan dan penyembuh di garis belakang. Tim yang sempurna untuk Anda, kan?" katanya, seolah Theo yang sedang panik mencoba meraih tongkatnya di tepi danau masih bagian dari rencana.

"Ehem... Kami hanya kurang posisi penyihir saat ini." Luna melirik Theo dan Haris yang masih berusaha mengambil tongkat sihir yang semakin bergerak ke tengah danau. "Para Brunegard itu ngapain, sih!? Malu-maluin aku aja!"

​"Luna Velmiran, aku yakin aku sudah bilang kalau aku tidak tertarik dengan perburuan ini," balas Riven dingin.

"Dan kamu salah orang. Aku bukan penyihir kombatan." Ia menggerakkan tangannya; sebuah bola air menyelimuti tongkat sihir Theo dan membawanya ke tepi danau.

"Aku penyihir medan. Selain itu, aku tidak mau mengikuti permainan yang tidak bisa aku menangkan. Apa kamu percaya diri bisa menjamin kemenangan?"

​Tantangan itu dilontarkan. Luna tidak gentar. Ia justru tersenyum, senyum penuh percaya diri.

​"Anda benar, Grand Duke. Anda tidak memainkan permainan yang tidak bisa Anda menangkan. Itulah sebabnya Anda harus bekerja sama dengan saya," katanya, suaranya penuh keyakinan.

"Karena dengan pengetahuan saya... kemenangan kita sudah dijamin. Saya mengenal setiap koridor, setiap monster, dan setiap harta karun tersembunyi di dalam Labirin Harmonia ini lebih baik daripada Kepala Akademi sendiri."

​"Tidak ada jejak ambisi terselubung atau niat buruk. Datanya... konsisten secara aneh," pikir Riven. Ia teringat kembali pada ucapan Luna yang ia dengar sebelumnya: "Suamiku..."

"Aku harus melupakannya... Mungkin saja aku salah dengar atau pendengaranku terpengaruh oleh ilusi."

​Untuk memastikan kemampuannya tidak rusak, ia mengalihkan pandangannya sejenak kepada Haris Brunegard dan Theo.

​Pertama, si ksatria jangkung, Haris Brunegard. Tingkat afeksi pria itu 75% keinginan untuk melindungi. Dari tatapannya, jelas sekali level afeksinya mengarah kepada Luna Velmiran bukan kepadanya. Warna hatinya adalah campuran hijau daun kesetiaan dan putih dedikasi tulus.

Angka yang cukup tinggi untuk parameter loyalitas seorang ksatria. Namun, jika nilai tersebut hasil gabungan dari loyalitas dan kasmaran kepada Luna Velmiran, maka angka tersebut masih masuk akal.

​Lalu, si penyembuh yang ceroboh, Theo. Tidak seperti Haris, pria itu melihat ke arah Riven. Warna hatinya didominasi hijau pucat kecemasan dan abu-abu dari rasa kagum dan gugup. Level afeksi 20% pengakuan. Normal bagi pertemuan pertama.

​Tatapan Riven kembali terkunci pada Luna.

​"Kemampuanku bekerja dengan normal. Data mereka berdua masuk akal. Jadi, gadis ini... dialah masalahnya. Dia anomali yang sesungguhnya. Aku harus mencari tahu bagaimana caranya melakukan ini."

​Menerima ajakannya... adalah kesempatan sempurna untuk mengobservasi Luna dari jarak dekat.

​"Ayolah, Riven," batin Luna, menyembunyikan tangannya yang gemetar di balik kipas. "Percaya padaku. Aku mempertaruhkan segalanya di sini. Jangan buat aku terlihat bodoh di depan para idiot Brunegard ini! Ya? Mau, ya? Aku cinta kamu!"

​Setelah hening sejenak yang terasa seperti selamanya bagi Luna, Riven akhirnya membuka mulutnya.

​Ia hanya mengucapkan satu kata: "Baiklah."

​Luna benar-benar terkejut. Ia sudah menyiapkan berbagai argumen balasan. Namun, penerimaan yang begitu sederhana dan tanpa syarat ini... terasa lebih aneh dan menakutkan daripada penolakan.

1
aku
TIDAK. mak jlebb 🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!