Kisah dua wanita cantik yang terlahir dari ibu yang berbeda, terapi memiliki ayah yang sama. Morgan Tan memilki dua orang istri, anak dari pernikahan resmi bernama Pricilia Tan dan satu anaknya terlahir dari sebuah kesalahan bernama Claudia Tan.
Demi ingin mendapat pengakuan marga Tan dari sang Ayah, Claudia harus menggantikan posisi sang kakak sebagai istri dan menikah dengan Edward yang merupakan pewaris tunggal dari keluarga Chen.
Takut akan rumor dan kondisi buruk Edward, kelurga Tan sengaja menukar anak gadisnya Pricilia dengan anak haram Morgan Tan yaitu Claudia. Apalagi terdengar rumor pria tersebut memilki penyakit aneh dan istri-istrinya meninggal secara misterius.
Lalu, bagaimana kah nasib Claudia di tangan kelurga Chen?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon enny76, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Joseph dan Pricilia
Mobil terparkir sempurna di depan carport. Dari arah pintu aku sudah di sambut hangat oleh ibu kandung ku. Aku turun dari mobil dan berjalan mendekat. Kami saling berangkulan untuk melepaskan rindu.
Ibu menatap ku penuh haru, ia mengusap lembut tangan ku seakan ingin memberikan aku kekuatan. Aku tersenyum padanya dan mengatakan aku baik-baik saja.
"Ibu apa kabar? Sapa ku "Apa semua keluarga Tan baik pada ibu?" tanya ku datar
Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu tersenyum. Tetapi aku tak yakin ibu sebahagia ini. Pasti ada sesuatu yang ia tutupi, tetapi aku tidak tahu. Karena insting mengatakan ibu sangat tertekan. Meskipun sekarang ibu sudah memakai marga Tan.
"Nenek Chen sangat baik, ia membolehkan mu menginap di sini selama dua hari."
Aku hanya menghela nafas pelan, andaikan bukan acara penting. Apa masih bisa aku keluar dari mansion menyeramkan itu?
Ibu menarik ku ke sudut ruangan dan berbicara sangat pelan "Claudia, apa kamu tahu kalau Pricilia akan bertunangan dengan Joseph."
Aku mengangguk pelan, tiba-tiba aku merasakan getir di hatiku. Perasaan nyeri menjalar di seluruh tubuh ku. Ibu menatap ku penuh kesedihan, perasaan bersalah tercetak jelas di wajahnya.
"Maafkan ibu, karena kamu menginginkan marga Tan untuk di sematkan pada ibu. Kebahagiaan mu harus terenggut." Aku terdiam tidak merespon ucapan ibu. Namun ibu masih terus bercerita.
"Joseph datang menemui ayah dan ibu. Dia sangat marah dan kecewa padamu. Kenapa kau memilih menikah dengan orang lain daripada dirinya."
"Sungguh, ibu sangat terharu melihat kesedihan Joseph, ia begitu terluka. Beruntung Pricilia mau menggantikan posisi mu dan menerima lamarannya."
Aku terkejut dengan cerita ibu. "Joseph bicara begitu pada Ayah dan ibu?" tanya ku tak percaya.
Ibu mengangguk dan terlihat percaya dengan semua ucapan Joseph. Aku berdecih, sandiwara apa yang sedang mereka mainkan hingga ibuku percaya. Joseph berani-beraninya menyalahkan aku, bukankah semua ini sudah dia rencanakan bersama Pricilia. Dan aku yakin kalau ayah, Tante Sarah, nenek Tan, bibi Amanda, Om Arman dan si jutek Mona sudah tahu rencana ini. Hanya ibuku saja yang tidak tahu kebenarannya. Aku belum ceritakan pada ibu, kalau aku sudah tahu kebusukan keluarga Tan.
Biarkan saja mereka semua bersandiwara dan aku pura-pura tidak tahu. Aku ingin lihat sampai dimana sandiwara mereka dalam mempermainkan aku dan ibuku.
Seorang supir dan pelayan dari rumah nenek Chen turun dari mobil sambil membawa hantaran untuk kelurga Tan.
"Bu, nenek Chen membawakan sepuluh hantaran untuk pertunangan Pricilia."
"Nenek Chen sangat dermawan. Ayo kita masuk kedalam dan temuin kelurga Tan." kata ibuku sambil tersenyum tulus.
Aku meminta sang supir dan pelayan masuk kedalam untuk membawa hantaran dari nenek Chen. Semua hantaran di taruh di atas meja, setelah itu mereka berdua izin untuk pulang.
"Siapa yang datang."
Itu suara nenek Tan, wanita tua itu keluar dari ruangan kelurga bersama bibi Amanda adik ayah ku.
"Nenek." sapa ku sambil tersenyum.
"Bibi Amanda." ku anggukan kepala saat ia melirik kearah ku.
Mereka tidak menyapa ku sama sekali, aku juga tidak merasa sakit hati. karena aku sudah paham mereka akan lakukan itu padaku. Dari gestur tubuh dan tatapan ibu dan anak itu, aku sangat tahu kalau mereka tidak pernah menyukai ku. Padahal aku juga keponakan dan cucunya, meskipun tidak pernah di akui.
Nenek duduk bersama bibi Amanda di sebuah sofa. Dari dalam ruangan menyusul Tante Sarah, Mona, Om Arman dan ayahku. Mereka semua berkumpul di ruangan tamu. Hanya ayah saja yang menyapa ku walau hanya sekedar basa-basi.
"Kamu sudah datang Claudia."
Aku mengangguk dan berjalan kedepan meja. Lalu membuka kain penutup merah. Ada sepuluh kotak beludru yang aku sendiri tidak tahu apa isinya.
"Ayah, ini hadiah dari nenek Chen. Ia memberikan sepuluh hantaran untuk pertunangan Pricilia." kata ku sambil memperlihatkan wajah sumringah.
Ku lihat mereka semua menatap wajah ku dengan ekspresi bingung, terlebih lagi Tante Sarah yang melihat ku penuh kebencian dan permusuhan.. Mungkin mereka pikir aku akan sedih atau meraung-raung karena kekasih ku telah di rebut oleh wanita murahan seperti Pricilia. Tetapi mereka salah terka, ingin membuat aku terkejut, tetapi justru mereka yang terkejut.
"Nenek Chen sangat perhatian pada kelurga Tan. Sampaikan terima kasih kami pada kelurga Chen." ucap ayah senang.
"Ohya dimana suami mu Edward Chen? Apa ia tidak akan menghadiri pesta pertunangan Pricilia."
Sontak aku terdiam, aku sampai melupakan keberadaan suami ku. Tapi apa pantas dia di sebut suami, sedangkan kami belum pernah sekalipun bertatap muka apalagi bicara.
"Tuan Chen sedang sibuk, dia berada di luar kota yah. makanya nenek Chen memberikan hadiah pertunangan karena tidak bisa hadir." ucap ku berbohong.
Aku hanya tidak ingin jadi bahan olok-olokan mereka semua. Meskipun pernikahan ku dengan tuan Chen atas kesepakatan keluarga Tan dengan keluarga Chen.
"Bagaimana kalau kita buka saja hadiah dari keluarga Chen." sahut Mona, dia adalah anak dari bibi Amanda dan om Arman.
"Jangan dulu, tunggu Pricilia datang." sela nenek Tan.
Ibu datang membawa minuman dan cemilan untuk kami. Aku lebih banyak diam dan mendengarkan mereka mengobrol tanpa menyela. Tak lama kemudian suara deru mobil terdengar di luar halaman. Tante Sarah beranjak dari duduknya dan keluar dari ruangan. Ia masuk bersama Pricilia dan Joseph. Seketika tatapan ku bertemu dengan Joseph, tidak ada raut kesedihan di mataku, justru wajah Joseph terlihat insecure.
Pricilia menatap ku dengan ekspresi wajah penuh kemenangan. Ia mengangkat dagunya penuh keangkuhan.
Andai saja malam itu aku tidak mendengar pembicaraan Joseph dan Pricilia, sudah pasti aku akan menangis dan merasa bersalah seumur hidup ku. Sekarang aku akan berusaha tegar dan tunjukkan pada mereka kalau aku tidak akan selemah yang mereka kira. Akan ku buktikan pada Joseph dan Pricilia kalau aku tidak akan terluka atau bersedih.
"Nenek Chen memberikan mu hadiah pertunangan, buka lah." kata nenek Tan pada Pricilia yang duduk di sampingnya.
Wanita itu terlihat senang, ia sangat tak sabar ingin membuka hadiah-hadiah itu. Aku tidak ingin terlihat menyedihkan di depan mereka. Aku berpamitan untuk ke belakang, dengan alasan ingin membantu ibu siapkan hidangan.
Aku berjalan kearah pantry dan melihat ibu sedang menghidangkan berbagai macam masakan di atas meja makan. Kenapa kelurga Tan masih memperlakukan ibu ku sama seperti dulu. Seorang babu yang mengurus semua keperluan kelurga besar Tan. Kadang aku menyesali, kenapa terlahir dari keluarga yang tak punya hati nurani. Tetapi tidak pernah menyesal terlahir dari rahim ibuku.
Ku peluk ibu dari belakang dan bersandar di pundaknya. "Pasti ibu sangat lelah, harus memasak sebanyak ini." ucap ku yang tak tega melihat peluh ibu.
Ibu tersenyum dan berkata "Ibu sudah biasa masak untuk seluruh keluarga, ibu juga tidak sendiri, di bantu pelayan lain."
Aku sangat kesal dengan sikap ibuku yang terlalu perduli pada keluarga Tan, padahal posisi ibu bukan lagi seorang babu di rumah ini.
"Apa ayah membiarkan ibu terus masak di dapur sepanjang hari?" kataku kesal
"Ayah sudah melarang ibu untuk tidak terus masak di dapur. Tapi, ibu mana bisa hanya berdiam diri."
Ku raih kedua tangan ibuku, telapak tangan itu sangat kasar dan penuh bekas luka. Tak terasa air mataku mulai berjatuhan. Sesak rasanya melihat kenyataan ini. Ibuku telah berbohong dengan mengatakan baik-baik saja tanpa mengeluh.
"Kenapa ibu berbohong? Tanya ku sambil menatap sedih wajah wanita yang telah melahirkan ku "Claudi tahu, ibu tidak pernah bahagia tinggal di rumah keluarga Tan."
Ibu menarik kedua tangannya, ia mengusap lembut pucuk kepala ku "Melihat kamu di perlakukan baik oleh keluarga Chen, sudah membuat Ibu bahagia. Apalah arti kebahagiaan ibu, bila kamu tidak bahagia bersama Edward Chen." ibu tersenyum "Tapi ibu lihat kamu begitu bahagia tinggal di mansion nenek Chen."
Wajah ku tertunduk sedih, ibu tidak pernah tahu bagaimana perjuangan ku di rumah itu. Bahkan sudah lima bulan menikah, belum pernah sekalipun aku melihat suamiku sendiri. Pria penyakitan yang misterius.
Terus dukung karya terbaru ini, jangan lupa bantu LIKE setelah membaca, beri sedikit VOTE /GIFH, kasih RATE BINTANG 5 DAN BERIKAN KOMENTAR KALIAN ALL...💜
💜💜💜
jangan bohong kamu Chen pdhl udh d sentuh berkali kali tuh istrinya nek yah engg pa pa kan udh halal itu lagian engg ada sesuatu yg terjadi kan Ama kamu tuan Chen berarti penyakitmu sudah sembuh ya kan
Mantap bunda
Hatur nuhun