Setelah berhasil kabur dari Ayah angkatnya, Iyuna Marge memutuskan untuk bersekolah di sekolah elite school of all things Dengan Bantuan Pak kepala yayasan. Ia dengan sengaja mengatur nilainya menjadi 50 lalu mendapat kelas F. Di kelas F ia berusaha untuk tidak terlihat mencolok, ia bertemu dengan Eid dan mencoba untuk memerasnya. Begitu juga beberapa siswa lainnya yang memiliki masa lalu kelam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggara The Blukutuk³, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sungguh sungguh?
Chapter 19
Sesampainya di depan stasiun, Iyuna menatap dari kejauhan Rakha yang sedang berdiri bersandar di dinding, tengah memainkan ponselnya dengan jemari yang bergerak cepat di atas layar yang berkilau. Rambutnya sesekali tertiup angin lembut, beberapa helai menutupi sebagian matanya.
Iyuna kemudian berjalan santai ke arah Rakha, langkahnya ringan namun mantap di atas trotoar yang ramai. Dress birunya bergoyang lembut mengikuti irama langkahnya, sementara tangannya sesekali merapikan rambut yang ditiup angin.
Rakha yang menyadari itu kemudian menoleh ke Iyuna lalu melambaikan tangannya dengan gerakan antusias, ponselnya cepat-cepat dimasukkan ke dalam saku. Matanya berbinar saat menangkap sosok Iyuna yang berjalan mendekat.
Iyuna menatap Rakha, kedua alisnya terangkat penasaran. "Ada apa?" Tanyanya heran, menatap Rakha yang terdiam membeku seperti patung, napasnya tampak tertahan.
Rakha merona, pipinya memerah seperti apel matang. Ia membuang muka dengan gerakan canggung, kepalanya berputar cepat menghindari tatapan Iyuna. "t-tidak, tidak ada apa apa" Tampaknya, ia terpesona oleh Iyuna. Jari-jarinya bergerak gelisah memilin ujung bajunya.
"Oh iya, tumben kau menerima ajakanku?" Tanya Rakha ragu, kepalanya sedikit miring dengan ekspresi penasaran. Ia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Yah, aku hanya berpikir untuk menghabiskan waktuku di luar" Jawab Iyuna, ia menatap sekeliling dengan mata yang menjelajah pemandangan stasiun yang ramai. Bahunya terangkat sedikit dalam gerakan acuh tak acuh.
"Oh iya, Eid dan Sherin masih belum datang?" Tanya Iyuna penasaran, kepalanya menoleh ke berbagai arah mencari sosok kedua temannya di antara kerumunan.
"Tampaknya begitu, bukankah seharusnya kau barengan sama mereka?" Tanya Rakha, tangannya terangkat menunjuk ke arah jalan di mana Iyuna baru saja datang.
"Tidak" Jawab singkat Iyuna, bibirnya terkatup rapat setelah mengucapkan kata itu. Jemarinya memainkan ujung dress birunya dengan gestur pelan.
"Ekhem" Rakha berdeham, suaranya sedikit serak. Ia berpikir, otaknya berputar cepat berusaha mencari topik pembicaraan. Matanya berkeliaran menatap segala arah kecuali Iyuna.
"Ba-ba-bagaimana kalau kita mulai duluan?" Tawar Rakha, mengulurkan tangannya ke arah Iyuna. Telapak tangannya sedikit berkeringat, jari-jarinya terbuka menunggu.
Iyuna mengangkat tangannya dengan ragu, jemari lentiknya terangkat setengah di udara. "Tidak—"
"—aku sedang mens. Jadi, aku sangat sensitif sekarang" Ucap Iyuna, menolak secara halus. Matanya menatap ke tanah, menghindari tatapan Rakha.
Rakha tersentak, bahunya menegang dan tubuhnya sedikit mundur. "be-be-be-begitu yah.." Ucapnya gugup, wajahnya memerah hingga ke telinga.
Iyuna membuang muka, kepalanya berputar menjauh. "Ekhem—" Ia berdeham, suaranya lembut namun terdengar jelas.
"—Baiklah, kurasa tidak apa²" Lanjutnya, ia kemudian meraih tangan Rakha dengan gerakan tiba-tiba. Jari-jari lembutnya menggenggam tangan Rakha yang hangat.
"E-eh?" Gumam Rakha kaget, matanya membelalak lebar. Pipinya merona meski heran, detak jantungnya bertambah cepat hingga terasa di telinganya sendiri.
Mereka kemudian berjalan menyusuri jalan, langkah mereka seirama di trotoar yang ramai, hingga akhirnya sampai ke sebuah mall yang tak jauh dari stasiun. Gedung megah itu menjulang tinggi di hadapan mereka, dengan pintu kaca berkilau yang terbuka dan menutup secara otomatis.
"Btw, hari ini, semua yang kubeli, kau yang bayar kan?" Tanya Iyuna, berjalan melewati pintu mall dengan langkah anggun. Tangannya masih menggenggam tangan Rakha, menariknya lembut untuk mengikuti.
Pintu mall tertutup dengan desisan halus di belakang mereka. "ha-hah?" Tanya Rakha kaget, berjalan di samping Iyuna dengan langkah yang sedikit tersandung. Matanya membelalak, mulutnya sedikit terbuka.
"loh? Kau tidak mentraktirku? Bukankah kau yang mengajakku" Ucap Iyuna, nadanya datar nan bingung.
"E-eh? Ba-baiklah" Ucap Rakha pasrah, bahunya turun lemas. Ia takut kalau Iyuna kecewa lalu menolak ajakannya. Tangannya menggaruk kepalanya lagi dengan gugup.
Setelah sekian lama berjalan berkeliling mall, kaki mereka melangkah lelah di atas lantai marmer berkilau, Iyuna berhenti di satu toko baju yang dipenuhi mannequin berbusana trendi. "Apa kau mau kesana?" Tanya Rakha, jari telunjuknya mengarah ke toko itu.
Iyuna menoleh ke toko itu, matanya memindai cepat etalase yang penuh dengan berbagai busana. "Boleh, mengingat bajuku di asrama sangatlah terbatas" Ucap Iyuna, kakinya sudah melangkah mendahului ke arah pintu toko.
Mereka kemudian memasuki toko itu, dentingan halus bel di pintu menyambut kedatangan mereka. "Mengapa aku merasa Iyuna sedikit berbeda hari ini?" Monolog Rakha bingung, berjalan di samping Iyuna dengan langkah lambat. Matanya tak lepas mengamati gerak-gerik gadis itu.
"Apa karena efek mens yang dialaminya saat ini?" Monolog Rakha bingung dalam hati, dahinya berkerut dalam.
Sedangkan Iyuna hanya melihat sekeliling, matanya bergerak cepat dari satu rak ke rak lainnya. Ia melihat banyak baju yang belum pernah ia miliki sebelumnya, jemarinya sesekali menyentuh kain dengan gerakan penuh rasa ingin tahu. "Keren...." Gumamnya, napasnya tertahan karena kagum.
Mendengar itu, Rakha mendekat dengan langkah perlahan. "Kau mau?" Tanya Rakha, matanya mengikuti arah pandangan Iyuna.
"Bolehkah??" Tanya Iyuna, matanya berbinar menatap Rakha. Tubuhnya sedikit condong ke depan dengan antusias, bibirnya terbuka.
Pipi Rakha memerah seperti tomat matang. "Ekhem" Dehamnya, tangannya menutup mulut. "bo-boleh boleh aja" Ucapnya, suaranya sedikit gemetar.
Iyuna kemudian melihat lihat baju yang ada di hadapannya, tubuhnya bergerak lincah di antara deretan gantungan baju. Sesekali ia menarik baju itu dari gantungannya dengan gerakan hati-hati, lalu mengamatinya dengan teliti, jari-jarinya meraba tekstur kain.
Ia kemudian mengambil salah satu set kemeja kehijauan dengan celana hitam panjang yang terlihat keren menurutnya. Tangannya menggantung pakaian itu di depan tubuhnya, kepalanya sedikit miring menilai.
"Kau mau itu?" Tanya Rakha, menatap Iyuna dengan pandangan penuh perhatian. Ia berdiri tak jauh dari Iyuna, tangannya dimasukkan ke dalam saku.
"I-iya" Jawab Iyuna, jemarinya masih menggenggam erat hanger baju tersebut.
"kalau begitu, coba saja dulu" Saran Rakha, sembari menunjuk ke ruang ganti yang ada di sana. Jari telunjuknya teracung ke arah bilik dengan tirai berwarna krem.
Iyuna kemudian masuk ke ruang ganti dengan langkah cepat, menutup tirainya dengan gerakan menyentak, meninggalkan Rakha yang masih agak keheranan, berdiri gelisah di depan bilik. "Apa dia sedang berakting yah?" Monolog Rakha, jari-jarinya mengetuk-ngetuk dagunya.
Beberapa menit kemudian, Iyuna menarik tirai dengan gerakan dramatis. Mata Rakha membulat melihat Iyuna memakai kemeja berwarna kehijauan dengan celana hitam. Tubuhnya mematung, napasnya tertahan di tenggorokan. Menurut Rakha, Iyuna cocok dengan itu, pakaian itu membalut tubuhnya dengan sempurna.
"apa?" Tanya singkat Iyuna, bingung memperhatikan Rakha yang mematung seperti batu. Tangannya bergerak canggung merapikan kerah kemejanya.
"Ekhem" Rakha berdeham, tenggorokannya bergerak menelan ludah. "Kau terlihat cantik" Ucapnya, berusaha datar meski jantungnya berdebar kencang.
"terima kasih" Respon Iyuna datar. Matanya menatap Rakha sejenak sebelum kembali ke ruang ganti.
Mereka kemudian berjalan keluar meninggalkan toko baju, kantong belanjaan berayun di tangan Rakha, dan lanjut berkeliling mall dengan langkah santai. Aroma makanan dari foodcourt tercium samar-samar, bercampur dengan wangi parfum dari toko kosmetik yang mereka lewati.
"hei Iyuna..." Ucap Rakha berusaha memulai topik pembicaraan. Matanya melirik Iyuna dari sudut, tubuhnya sedikit condong ke arahnya.
"hm?" Gumam Iyuna menanggapinya, berjalan santai menenteng tas belanjaan yang bergoyang seirama langkahnya. Rambutnya sesekali berkilau tertimpa cahaya lampu mall.
"mengapa sikapmu hari ini agak berbeda? Kau terlihat sedikit—santai?" Tanya Rakha ragu, dahinya berkerut dalam keheranan.
"Benarkah? Bukankah sama saja?" Respon Iyuna, bahunya terangkat sedikit dalam gerakan acuh tak acuh. Matanya tetap menatap lurus ke depan.
"tidak, apa ini hanya bagian dari permainanmu?" Tanya Rakha, mulai serius. Langkahnya terhenti mendadak, tubuhnya sedikit berputar menghadap Iyuna.
"tidak" jawab singkat Iyuna, kepalanya menggeleng pelan. Rambutnya berayun halus mengikuti gerakan kepalanya.
"Hah? Lalu?" Tanya Rakha heran, tangannya terangkat dengan telapak terbuka dalam gestur kebingungan.
"Mungkin mens mempengaruhi emosionalku?" Anggapan Iyuna, jari telunjuknya mengetuk-ngetuk dagunya dengan gestur berpikir. Matanya menatap langit-langit mall.
"masa sih?" Tanya Rakha tak percaya, alisnya terangkat tinggi.
"Atau mungkin Emosionalku berkembang semenjak aku menangis karena Anggara" Monolog Iyuna, berpikir. Matanya menerawang jauh, sedikit berkaca-kaca saat mengingat momen itu.
"entahlah, aku tak tau" Ucap Iyuna, bahunya kembali terangkat dalam gerakan menyerah. Jemarinya memainkan ujung rambutnya dengan gerakan gugup.
"Tapi ada satu hal yang pasti—" Jawab Iyuna, jari telunjuknya terangkat di udara dengan gerakan tegas. Matanya kembali fokus menatap Rakha.
"apa maksudmu?" Tanya Rakha bingung, kepalanya sedikit miring ke samping.
"—aku tidak sedang berakting" Lanjut Iyuna.