Anya tidak menyangka bahwa hidupnya suatu saat akan menghadapi masa-masa sulit. Dikhianati oleh tunangannya di saat ia membutuhkan pertolongan. Karena keadaan yang mendesak ia menyetujui nikah kontrak dengan seorang pria asing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Japraris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 19
Di kantor Arga.
"Pak, perwakilan dari perusahaan desain MN sudah datang untuk pengecekan lokasi pembangunan," lapor ketua divisi 2, nada suaranya tenang.
Arga terdiam sejenak, masih memikirkan percakapannya dengan Anya yang tidak menyenangkan. Wanita profesional, pikirnya. Masalah pribadi tetap pribadi, pekerjaan tetap pekerjaan.
"Suruh masuk," perintah Arga singkat.
"Baik, Pak."
Rina, perwakilan dari perusahaan desainer MN, melangkah masuk dengan sedikit ragu, gugupnya makin terasa saat melihat ekspresi wajah Arga yang dingin dan serius, tatapannya terpaku pada laptop di depannya.
"Tunggu sebentar. Saya selesaikan dulu ini. Silakan duduk," ucap Arga tanpa menatap Rina, suaranya datar.
Rina duduk, merasa canggung. Arga mengerutkan dahi, mencium aroma parfum yang berbeda, sedikit menyengat.
"Anya sudah ganti parfum?" batinnya. Ia mengangkat wajah, tatapannya tajam menusuk Rina. Rina tiba-tiba tertunduk gugup.
"Pak Arga sepertinya sedang marah." batin Rina.
"Kamu? Di mana Anya?" tanya Arga, suaranya tegas.
Rina tersentak, "Anya… Anya sudah dipecat, Pak. Dan … dan pekerjaannya sekarang dilimpahkan pada saya." Suaranya gemetar.
Arga terkejut. Anya dipecat?
"Kerja sama dibatalkan. Perusahaan saya tidak akan menerima kerja sama apapun dengan perusahaan Anda lagi," kata Arga, suaranya dingin dan final.
"Tapi Pak, kontraknya sudah ditandatangani. Bagaimana bisa…" Rina mencoba menjelaskan, panik.
"Yang menandatangani adalah Anya Leonardo. Dia yang harusnya bertanggung jawab dari awal sampai akhir," potong Arga, nada suaranya tak terbantahkan.
"Pak…" Rina masih berusaha.
"Keluar!" Arga memotongnya, suaranya berwibawa dan tak menerima penolakan.
Rina keluar dengan langkah gontai, wajahnya dipenuhi kesedihan.
"Matilah aku jika atasan tahu kerja sama ini batal," gumamnya Rina lirih.
"Nona Rina, ada apa?" tanya Rangga, asisten Arga, mendapati Rina di depan ruangan Arga, wajahnya tampak lesu.
"Tuan Anda membatalkan kerja sama dengan perusahaan saya," jawab Rina, suaranya bergetar.
"Apa? Bukankah semuanya baik-baik saja dan hari ini adalah pengecekan lokasi?" Rangga mengerutkan dahi, bingung.
"Semua dibatalkan."
"Ada masalah?" Rangga mencoba menggali informasi.
"Mungkin karena saya yang sekarang bertanggung jawab. Pak Rangga, saya permisi."
Rina pergi. Rangga menatap punggungnya dengan simpati, namun pikirannya bertanya-tanya, ke mana Anya? Kenapa tiba-tiba Rina yang menggantikannya? Apakah pembicaraan bos dengan Anya menimbulkan masalah dan nyonya enggan bertemu dengan bos? Atau ada hal lain?
"Intinya aku pasti lembur lagi," gumam Rangga.
Rangga menggeleng, mengusir lamunannya. Ia masuk ke ruangan Arga, membawa beberapa berkas.
"Berikan daftar hitam untuk perusahaan desain MN," perintah Arga, suaranya dingin.
"Apakah tidak terlalu keras, Tuan?" Rangga ragu, merasa tindakan Arga berlebihan.
"Keras? Mereka yang keras, memecat Anya hanya karena video itu," jawab Arga tajam, amarahnya masih membara.
"Apa? Jadi Nyonya Anya dipecat? Pantas saja... " Rangga terkejut, ia ikut merasa kasihan pada Anya.
"Apa yang kau dapat?" tanya Arga, mengalihkan pembicaraan.
"Ini, Tuan. Silakan lihat…" Rangga menyerahkan berkas itu pada Arga.
Arga membukanya, Rangga menjelaskan detail informasi yang didapatnya.
"Jadi Reno, kekasih Anya? Bahkan Anya yang mengejarnya. Cinta mereka indah, tapi akhirnya dikhianati."
"Kedua orang tua Reno yang memaksa. Reno katanya akan menikahi Nyonya Anya setelah kerja sama kedua perusahaan berhasil. Siapa sangka putri dari perusahaan tersebut tergila-gila pada Reno dan mendekati orang tuanya. Reno katanya tak mencintai istrinya sampai saat ini, hanya menjalankan status suami. Dan cintanya masih untuk Nyonya Anya."
"Artinya Anya tak tahu alasan Reno mengkhianatinya," simpul Arga.
"Saat itu Nyonya Anya sangat terluka dan tak mau mendengar penjelasan apapun dari Reno," tambah Rangga.
"Haruskah aku berterima kasih pada Reno? Kalau bukan karena dia, aku tak akan menikahi Anya tiga tahun lalu," gumam Arga, senyum getir mengembang di bibirnya.
Arga membuka berkas selanjutnya.
"Anya melahirkan anak? Anak perempuan saat di luar negeri?" Arga mengerutkan kening, terkejut.
"Ya, Tuan."
"Kau selidiki siapa ayahnya?"
"Tidak diketahui, Tuan. Mungkin pria di video terakhir itu, Tuan?" tebak Rangga.
Arga terdiam. Ia harus bertanya langsung pada Anya. Tiga tahun lalu, ia mendapati Anya mual sebelum ia pergi dinas ke luar negeri, dan video itu sesuai tanggalnya muncul seminggu kemudian. Ia merasa Anya menyembunyikan sesuatu.
Arga menghela napas panjang. Pikirannya kalut. Segala informasi tadi membuatnya resah. Ia harus bertemu Anya agar semuanya jelas.
"Cari tahu di mana Anya sekarang," titah Arga.
Rangga menghubungi kontak Anya namun Anya tidak angkat. Ia pun mengutus seseorang mencari tahu posisi Anya sekarang.
"Tuan, Nyonya Anya sekarang berada di rumah sakit Harapan Bunda."
"Aku pergi sebentar."
Ia bergegas menuju Rumah Sakit Harapan Bunda. Sesampainya di sana, ia mencari ruangan perawatan yang dimaksud Rangga. Di depan pintu ruangan nomor 307, ia ragu-ragu sejenak. Ia mendengar suara lirih dari dalam dan samar-samar melihat bayangan di balik kaca pintu. Jantungnya berdebar. Ia melihat Anya, dan seorang pria, David, yang tengah menenangkan Anya. Cemburu menusuk hatinya, tetapi rasa itu sirna seketika saat ia melihat bayangan kecil di tempat tidur.
Arga mengabaikan kecemburuannya, fokusnya tertuju pada anak kecil itu, yang wajahnya masih tertutup oleh badan Anya. Ia memanggil suster yang lewat.
"Permisi, suster. Saya ingin bertanya tentang pasien di ruangan nomor 307," katanya dengan suara tenang.
Suster itu tersenyum ramah, "Ada apa, Pak?"
"Siapa pasiennya dan apa hubungannya dengan orang-orang di dalam?" tanya Arga, mencoba terdengar biasa saja, padahal jantungnya berdebar kencang.
Suster itu menjawab, "Oh, itu Nona Kinan, anak perempuan berusia tiga tahun. Ia anak dari Nyonya Anya yang ada di dalam."
Arga tertegun. Anak Anya? Pikirannya langsung melayang pada rasa mual Anya tiga tahun lalu. Ia mencoba untuk tetap tenang. "Siapa yang menangani pasiennya?" tanyanya, berusaha agar suaranya tetap stabil.
"Dokter Hasan. Beliau dokter spesialis anak."
Arga berterima kasih. Informasi ini sangat ia butuhkan. Ia harus bertemu Dokter Hasan. Setelah beberapa saat mencari, ia menemukan ruangan Dokter Hasan. Setelah meminta izin, ia masuk. Ruangan itu rapi dan bersih, berbau desinfektan yang khas.
Arga duduk di kursi yang ditawarkan Dokter Hasan. "Dokter, saya ingin menanyakan tentang pasien bernama Kinan," katanya langsung pada intinya.
Dokter Hasan mengangguk, "Nama pasien Kinan, usia tiga tahun. Berdasarkan pemeriksaan, dia menunjukkan gejala tifus."
Arga mengangguk, mencerna informasi tersebut. "Apakah ada sisa sampel darahnya setelah pemeriksaan?" tanyanya serius. Ia membutuhkan bukti.
Dokter Hasan tampak sedikit heran, tetapi tetap menjawab, "Ada, Pak. Mengapa anda membutuhkannya?"
"Saya perlu melihatnya," jawab Arga singkat, nada suaranya tegas. Ia tidak menjelaskan alasannya.
Dokter Hasan mengambil sampel darah tersebut dan menyerahkannya pada Arga. Arga menerima sampel itu dengan hati-hati. Ia pamit dan meninggalkan ruangan dokter dengan membawa sampel darah Kinan. Ekspresinya tak terbaca, tetapi tampak ada tekad kuat di balik tatapan matanya. Ia harus memastikan.
seneng jika menemukan cerita yg suka alur cerita nya 👍🤗🤗
koq knapa gak dijelaskan sihhhh... 😒
Jangan menyia-nyiakan ketulusan seorang laki2 baik yg ada didepan mata dan terbukti sekian tahun penantian nya👍😁
Masa lalu jika menyakitkan, harus di hempaskan jauhh 👍😄
Gak kaya cerita lain, ada yg di ceritakan dulu awal yg bertele-tele.. malah malas nyimak nya 😁😁