Aku yang menyimpan setiap cerita dalam diamku. menuangkan setiap rasa pada pena didalam kertas putihku. Aku yang takut kamu tahu, meski aku ingin kamu melihat aku yang menyimpan rasa kepadamu. Sampai kapan aku harus menunggu atau menyimpannya dalam diamku dan merelakanmu bahagia atas rasa dihatimu.
setiap hari dipinggir danau ini aku menunggunya.. ditemani gitar tua peninggalan ayah, yang selalu mengiringi suaraku dan dia saat bernyanyi..
ibarat kaca hatiku telah pecah berkeping-keping .. seperti petir yang menyambar disiang hari .. saat mendengar ceritanya .. dia yang mencintai sseorang dan itu bukan aku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Uswatun Khasanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Percayaku
Belum selesai perasaan kesal ku dengan Arfan. Aku menemui Reska yang masih berada didalam kamarku dan asik bermain handphone di kasurku.
"kenapa muka lo ditekuk gitu ?" Tanya Reska mematikan handphonenya.
Aku duduk di bibir kasur sambil memeluk bantal.
"heh, gue tanya. Kenapa muka lo begitu ?"
"emang lo mau muka gue gimana ?" Tanyaku.
"kan emang dari dulu cantik kaya gini." Candaku dan tersenyum padanya.
Reska melempar bantal kearahku dan kembali bersandar.
"dari mana aja lo ?" Tanyanya.
"jalan- jalan lah." Jawabku.
"lo dari tadi beneran belum pulang ?" Tanyaku yang melihat tas Reska masih berada dikamarku.
"kenapa ?"
"emang ngga ditungguin nyokap ? Lo mau ngga pulang dua malem, hah ?" Tanyaku sambil membersihkan wajah didepan cermin.
"nyokap juga tau paling gue main dirumah lo." Jawabnya sambil fokus memainkan ponselnya.
"res ? Gimana hubungan lo sama kiky ?" Tanyaku.
"biasa aja." Jawabnya singkat.
"res, kenapa gue ngga menemukan ketertarikan lo sama kiky seperti awal lo bilang lo suka sama dia ?"
"ini hanya perasaan gue aja atau emang bener lo secuek itu sama dia ? Lo ngga lagi main- main kan ?" Tanyaku.
"main- main apa nya ? Gue cuma lagi ngga fokus aja."
"lo ngga fokus kenapa coba ? Mau ujian juga ngga." Ucapku.
Dia mematikan ponselnya dan berjalan mendekatiku, lalu berdiri tepat dibelakangku.
"gue ngga fokus karna mikirin sahabat gue yang bertindak semaunya sendiri." Jawabnya sambil menatapku dari cermin.
"dah, gue balik dulu. Nanti malem gue kesini lagi." Ucap Reska sambil mengambil tasnya dan keluar dari kamarku.
Aku masih terdiam mengingat ucapannya. Rasanya sangat dalam dari setiap kata- katanya. Hal yang kutakutkan saat bersama dengan Reska adalah goyahnya benteng yang telah kubangun. Tindakan Reska yang sesuka hati mempermainkan perasaanku. Hal- hal yang tidak pernah dia tunjukkan sebelum aku mengenal Arfan.
Semoga itu hanya penilaianku saja, bukanlah sebuah kenyataan bahwa dia juga menyimpan rasa padaku. Aku bergegas ke kamar mandi, membersihkan diri. Aku menghapus fikiranku tentang Reska dan kembali memikirkan masalahku dengan Arfan. Ponsel diluar kamar mandi, berdering menandakan panggilan masuk.
Aku dengan santai menghampiri sambil mengibaskan rambutku yang basah dengan handuk. "Arfan" itulah yang tertera dilayar ponselku. Aku ragu untuk menjawabnya atau tetap mengabaikannya. Aku berjalan mendekati jendela kamarku sambil memandangi ponselku. Aku terkejut menemukan Arfan yang berdiri disamping mobilnya sambil memandangi ponselnya. Aku langsung berjongkok dibawah jendela karena takut ketahuan olehnya.
Arfan yang selalu total dengan tindakannya. Dia yang tidak akan berhenti berusaha untuk mendapatkan keinginannya. Aku memutuskan untuk menjawab panggilannya yang berkali- kali menggetarkan ponselku.
"kenapa ?" Aku berucap sambil menampakkan diri dijendela kamarku.
Dia tersenyum lega melihatku.
"maaf." itulah kata- kata pertama yang dia ucapkan.
"aku bener- bener minta maaf, laury manggesa rahma. Aku janji, aku akan percaya diri menjadi kekasih dari laury yang selalu aku inginkan kehadirannya." Ucapnya membuatku tersenyum.
"nah gitu dong senyum. Dari jauh aja cantik apalagi dari deket." Ucapnya.
"yaudah tunggu, aku turun." Ucapku.
Dia tersenyum senang sambil melambaikan tangan kearahku.
Aku membuka gerbang rumahku dan langsung ditarik masuk kedalam pelukannya.
"maaf, maaf, maaf, laury." Ucapnya.
"iya, iya." Balasku.
"kamu belum pulang ?" Tanyaku.
"belum. Aku langsung kesini." Jawabnya.
"tunggu, aku punya sesuatu buat kamu." Ucap Arfan, membuka pintu mobil.
Dia mengeluarkan buket bunga, sebotol susu yang dingin dan se-slice cake didalam kardus yang kecil.
"semoga kamu happy ya."
"aku seneng, arfan. Aku selalu merasa senang ada bersama kamu." Ucapku.
"mau masuk ?" Tanyaku.
"boleh ?"
"bolehlah."
"aku mau ajak kamu ke kamar aku. Aku ngga mau lagi kamu banding- bandingin diri kamu dengan orang lain lagi." Jelasku.
"ada bi ronah ?" Tanya Arfan.
"ada, arfan. Bibi udah balik kok." Jawabku.
Saat masuk dan hendak menaiki tangga, ada Bi Ronah yang berjalan mendekat.
"bi, kenalin ini arfan pacar aku." Ucap Laury.
"arfan, bi." Ucap Arfan mencium tangan Bi Ronah.
"bi ronah." Ucap Bi Ronah.
"bi, tolong taruh di kulkas ya." Ucapku sambil memberikan susu dan kue kepada Bi Ronah.
"bi, aku mau ke atas. Tolong buatin jus jeruk buat arfan ya. Nanti bawa ke atas aja." Jelasku.
"siap, mba laury." Jawabnya.
Arfan berhenti dipintu kamar.
"ayo masuk."
"beneran ngga apa- apa ?" Tanyanya masih ragu.
"iya, arfan." aku menarik tangannya.
Arfan melihat sekeliling kamarku.
"kamu punya handphone dua ?" Tanyanya.
"ha ? Ngga. Cuma satu, ini." ucapku sambil menunjukkan ponsel yang sedang ku genggam.
"ini ?" Tanya Arfan sambil mengambil ponsel diatas kasur.
Aku menghampirinya dan mengambil apa yang ada di tangan Arfan. Aku menyalakan ponselnya dan melihat layar kunci yang menunjukkan fotoku dengan Reska.
"Hp-nya reska ketinggalan." Ucapku.
"mba laury, minumannya." Ucap Bi Ronah di ambang pintu.
"iya, bi. Taruh aja dimeja." Ucapku sambil menaruh ponsel Reska di meja riasku.
"diminum." Ucapku menyuruh Arfan sambil membawakan bangku dari meja rias.
Arfan duduk dan meneguk minuman yang di sediakan Bi Ronah. Arfan terus memandangiku sambil memegang gelas.
"jangan kebiasaan deh." Ucapku malu.
"harus terbiasa lah. Karena ini adalah kebiasaan yang akan kamu dapat dari aku." Ucapnya.
"aku ngga tau kenapa, tapi rasanya emang sebahagia itu ngeliat kamu." Jelasnya.
"aku merasa amat sangat di cintai oleh arfan khairy si ketua genk motor." Ledekku.
Arfan tertawa kecil mendengar ucapanku.
"udah ngga benci dong sama genk motor ? Kan udah jadi ibu ketua." Tanya Arfan.
"tetap ngga suka tuh." Jawabku.
"sebenernya, aku bukan ngga suka sama geng motornya. Tapi rata- rata, kegiatan geng motor tuh banyak yang membahayakan." jelasku.
"aku ngga suka, terus menerus khawatir dalam mencintai seseorang." ucapku.
Arfan berdiri menghampiriku dan memeluk kepalaku tepat didadanya.
"laury, aku janji aku akan selalu ngelindungin kamu dan aku janji ngga akan membuat kamu khawatir tentang aku yang berada di tengah geng motor." Jelas Arfan.
Aku mengangkat pandanganku untuk menatap wajahnya, dia memegang kedua pipiku dengan telapak tangannya yang hangat.
"aku percaya kalau itu kamu." Ucapku.
Saat ini aku benar- benar ingin mencintaimu sepenuhnya, tanpa keraguan dan rasa takut akan kehilangan. Aku benar- benar ingin menutup perasaanku yang telah lama bertahan dalam kesendirian.
Reska adalah cinta pertamaku yang bertepuk sebelah tangan. Dia hanyalah teman yang akan selalu ada dalam ingatan. Kisah persahabatan yang tak akan pernah tergantikan.
Tapi hati ku saat ini , ingin sepenuhnya ku berikan pada Arfan. Lelaki yang dengan gigih mendekatiku, yang aku tau dia sangat mencintaiku. Lelaki yang tidak mengenalku tapi begitu sangat menyukaiku. Lelaki yang dengan baik akan bersabar atas rasa dalam hatiku.
.
.
.