NovelToon NovelToon
The Last Class

The Last Class

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Romansa / Enemy to Lovers
Popularitas:530
Nilai: 5
Nama Author: Alona~

Di SMA Triguna Jaya, kelas 11 IPS 5 dikenal sebagai "Kelas Terakhir." Diremehkan oleh murid lain, dianggap kelas paling terakhir, dan dibayangi stigma sebagai kelas "kurang pintar," mereka selalu dianggap sepele. Namun, di balik pandangan sinis itu, mereka menyimpan sesuatu yang tak dimiliki kelas lain: talenta tersembunyi, kekompakan, dan keluarga yang mereka bangun sendiri.

Ketika cinta segitiga, persaingan ambisi, dan prasangka mulai menguji persahabatan mereka, batas antara solidaritas dan perpecahan menjadi kabur. Apakah mereka bisa menjaga mimpi bersama, atau akan terpecah oleh tekanan dunia luar?

©deluxi

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alona~, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

19. Cinta Segitiga?

...Hallo hallo sayang sayangku 🌷...

...۪ ׄ ۪ 🎀 Disclaimer‼️: ׂ 𖿠𖿠...

...Semua cerita ini hanyalah cerita fiksi. Jika ada kesamaan dari nama, karakter, lokasi, tokoh, itu semua karena unsur ketidaksengajaan. Mohon maaf jika ada kesalahan dalam menulis. ...

...۪ ׄ ۪ 🌷 Happy Reading 🌷: ׂ 𖿠𖿠...

"Nad, gue ganteng kagak?" suara Sandi memecah keramaian kelas, tepat saat Nade lewat di belakangnya. Dengan sisir milik Kalisha di tangannya, ia berdiri depan cermin kaca, menyisir rambutnya penuh gaya, seolah sedang berada di depan kamera pemotretan.

Nade menatapnya sekilas dengan ekspresi malas. "Halu lo, di mana-mana yang ganteng itu Jendra, kalau engga Bian, bukan lo!"

Sandi hanya mendengus, pura-pura tidak mendengar. Hari itu, suasana kelas terasa lebih bersemangat dari biasanya. Jadwal perlombaan basket dan lari estafet telah membuat seluruh murid IPS Lima sibuk bersiap.

Di sudut kelas, Jendra sedang melakukan tugasnya menggantikan Jia. Ia berjalan dari bangku ke bangku, mengecek kondisi para peserta lomba. Langkahnya berhenti di deretan bangku Gisella, Sabi, dan Nade.

"Kalian aman kan? Kalau ada yang gak enak badan, bilang aja. Nanti bisa diganti sama yang lain," ucap Jendra, suaranya tenang, tapi sorot matanya penuh perhatian. Ia tahu betul tiga anak ini tidak pernah absen dari lomba-lomba fisik yang menguras tenaga.

Dengan kompak, Gisella, Sabi, dan Nade mengacungkan kedua jempolnya, "AMAN, JEN!"

"Lo jangan khawatir sama kita-kita, Jen. Kita itu mental baja! Masa cuma ginian doang bikin kita tumbang? Iya gak, guys?" seru Nade sambil terkekeh.

"Yoi dong!" sahut Sabi dan Gisella serempak, membuat Jendra tersenyum lega.

Setelah itu, Jendra melanjutkan langkahnya ke deretan bangku Hanna dan Heera. Ia menatap keduanya dengan pandangan yang sama seriusnya. "Han? Hee? Lo berdua gimana? Aman kan?"

Heera mengangguk yakin. "Aman ko, Jen. Tenang aja," jawabnya.

"Han? Lo, oke?" tanya Jendra yang hanya diangguki oleh Hanna.

"Serius lo gapapa? Lo gak enak badan? Wajah lo pucat gitu, diganti sama yang lain aja, ya? " ucap Jendra mencoba membujuk Hanna. Wajah Hanna terlihat pucat, sejak daritadi pun Hanna hanya diam.

Hanna berusaha memaksakan senyum, "Gapapa, Jendra. Ini cuma efek datang bulan aja, gak usah khawatir," jawabnya dengan lembut.

Namun, Jendra tetap menatapnya dengan raut tidak puas, bibirnya hampir terbuka untuk membalas, ketika tiba-tiba suara Jia menggema di pintu kelas.

"GUYS! AYO, BAGIAN KITA TANDING SAMA KELAS SEBELAH! SEMUA UDAH SIAP, KAN?"

"SIAP, JI!" seru semuanya serempak.

"JANGAN DULU BUBAR!" suara cempreng milik Nade mendadak menghentikan para anak lelaki yang sudah berjalan ke luar kelas. Kemudian ia melesat ke depan, seperti petir.

"Napa, Nad?" tanya Shaka dengan sorot mata kebingungan.

"JARGONNYA DULU DONG, BIAR SEMANGAT!" teriaknya.

"Biasa aja kali, a*u! Gak usah teriak, telinga gue hampir budeg," sewot Eric lalu menonyor kepala Nade pelan.

"Yauda, gas! Ayo semuanya mendekat, kita bikin lingkaran."

Kemudian, mereka membuat lingkaran dengan saling merangkul. Tangan-tangan itu menumpuk dengan tangan Jia paling bawah.

"IPS LIMA!!" teriak Jia dengan semangat membara.

"ON FIRE!! TOGETHER WE STAND, TOGETHER WE WIN! HURAAAAA!!"

"SEKALI LAGI?!"

"JAYA, JAYA, JAYA!!" Lantas semuanya bertepuk tangan riuh. Saling menyemangati di antara bubarnya lingkaran.

Lapangan sekolah hari itu dipenuhi sorak-sorai dari berbagai supporter. Panas terik matahari tak mampu membuat nyali mereka ciut untuk menyemangati teman-teman yang tengah bertanding Basket.

Jendra, Shaka, Bian, Sandi, dan Haikal terlihat tengah bertanding melawan rival mereka─── 11 IPA 2. Sorakan demi sorakan mereka keluarkan, guna membuat para anggota mereka yang tengah bertanding menjadi semakin semangat.

"HAIKAL AYO SEMANGAT LARINYA JANGAN LETOY!"

"JENDRA AWAS JATOH!"

"SHAKA MAA SYAA TAMPAN SEKALI KAMU MAS!!"

"BIAN BALES BIAN! TENDANG SI BULUQ ITU BIAN!"

Pertandingan berlangsung sengit. Di detik-detik terakhir, Sandi mencuri bola dari lawan dan mengoper pada Jendra. Jendra melompat, dan... swish! Bola masuk sempurna ke dalam ring. Kemenangan diraih. Semua supporter IPS LIMA langsung berlari ke lapangan, meneriakkan nama kelas mereka dengan heboh.

"HIDUP IPS LIMA!"

"HIDUP WOY! HIDUP!"

...🌷 🌷 🌷...

Setelah kemenangan basket, estafet menjadi tantangan berikutnya. Jia kembali mengambil alih komando. "Dengar, kita harus kompak dan jangan malu-maluin! Gapapa kalau gak menang, yang penting kalian berusaha semaksimal mungkin!"

serunya. "Eric, lo jangan buru-buru, nanti jatuh kayak waktu latihan!"

Eric, yang tengah fokus pada handphone nya, mengangkat alis. "Santai aja, Kapten. Kalau jatuh, gue tinggal pura-pura sakit aja."

Haikal menampol kepala Eric, yang pas banget Eric berdiri di sebalah nya. "Kalau kaya gitu, namanya lo malu-maluin, beg*!"

"Yeuh, kumaha aing, we!"

Jia memijat pelipisnya, pusing menghadapi anak-anaknya yang dikit-dikit ribut, dikit-dikit saling ledek, dikit-dikit rebutan cewe, eh?

"Udah, stop! Satu lagi, kalau kalian sakit, jangan memaksakan, oke?! Masih ada kita-kita yang siap buat gantiin kalian!" ucap Jia.

Setelah mendapat jadwal main mereka. Semua anak-anak IPS LIMA sudah standby di tribun, menunggu giliran kelas mereka tanding. Mereka begitu kompak memakai baju seragam dan juga topi senada yang sengaja mereka buat, penampilan mereka berhasil menjadi pusat perhatian anak kelas lain.

Namun, di tengah keramaian itu, Hanna memijat pelipisnya yang berdenyut, wajahnya pucat, tapi senyumnya tetap merekah berusaha menutupi keadaannya dari teman-teman.  Untung saja ia duduk di belakang punggung Sandi yang notabene nya tinggi, sehingga sinar matahari sedikit terhalangi oleh tubuh tingginya.

"Hanna? Lo yakin bisa lari?" tanya Heera sambil merapikan tali sepatunya. Ia memandang Hanna dengan cemas.

"Iya, gue baik-baik aja," jawab Hanna meski tubuhnya terasa lemas.

Sekarang, giliran kelas mereka tanding. Heera, Hanna, Samuel dan juga Eric tengah berjalan ke tengah lapang untuk mengambil posisi masing-masing.

Samuel yang berjalan beriringan di sebalah Hanna, menatapnya dengan cemas. "Na. Tubuh lo keliatan gak fit, kalau lo gak kuat biar di ganti sama yang lain aja." Nada suaranya lebih tegas, meski ia sebenarnya khawatir.

Hanna tersenyum kecil, "Gue gapapa, Mul. Tenang aja, gue kuat ko. Lagian cuma lari beberapa meter, gak bakal bikin gue mati."

Eric, yang mendengar percakapan mereka, mendekat. "Serius, Han? Asli ini, wajah lo pucat, mending lo istirahat aja, nanti lo kenapa-napa, Han."

Hanna mengangguk tanpa berkata apa-apa, mencoba meyakinkan mereka berdua. Dalam hati, ia tahu tubuhnya sedang tidak dalam kondisi terbaik, tapi ia tidak mau mengecewakan teman-temannya.

Bunyi peluit memecah keheningan. Heera, pelari pertama, berlari dengan langkah mantap, menyerahkan tongkat pada Eric yang dengan cepat melesat ke depan. Sorak-sorai dari tribun semakin membahana saat Eric hampir terpeleset, namun berhasil mengejar tim lawan dan menyerahkan tongkat pada Samuel.

Samuel berlari seperti kilat, wajahnya penuh konsentrasi. Namun, di tengah lintasan, ia menoleh pada Hanna, memastikan gadis itu siap menerima tongkat. Hanna berdiri di posisinya, mencoba menenangkan diri dari rasa mual yang semakin menjadi.

"Fokus, Hanna! Ambil ini!" Samuel berteriak, menyerahkan tongkat ke tangannya. Hanna berlari, mencoba mengabaikan pusing yang mendera. Setiap langkah terasa berat, tapi ia terus memaksakan diri.

Namun, beberapa meter sebelum garis finis, tubuh Hanna mulai kehilangan keseimbangan. Pandangannya kabur, dan dunia terasa berputar. Dalam sekejap, ia terjatuh, tubuhnya ambruk ke tanah.

Sorak-sorai mendadak berubah menjadi teriakan panik. Eric dan Samuel, yang berdiri di sisi lintasan, berlari ke arah Hanna tanpa berpikir dua kali. Keduanya sampai hampir bersamaan, wajah mereka sama-sama dipenuhi kekhawatiran.

"Hanna! Hanna, bangun!" Eric berlutut di sampingnya, mengguncang lembut bahu Hanna.

"Geser dikit, Ric!" Samuel menyela, suaranya lebih tegas. Ia menyimpan kepala Hanna di pangkuannya, lalu memegang pergelangan tangan Hanna, mencoba merasakan denyut nadinya. "Dia pingsan. Kita harus bawa dia ke UKS sekarang juga."

"Gue bisa bawa dia," ujar Eric, mencoba mengangkat tubuh Hanna. Namun Samuel menahan lengannya.

"Gue yang lebih kuat, biar gue aja," balas Samuel dengan nada menantang. Keduanya saling menatap, seolah-olah sedang bersaing dalam keheningan.

Di tengah ketegangan, suara Heera memecah suasana. "Kalian berdua, ini bukan waktunya debat! Ayo, kita angkat dia bareng-bareng!"

Akhirnya, Eric dan Samuel bekerja sama. Mereka dengan hati-hati mengangkat Hanna dan membawanya ke UKS, meninggalkan lapangan yang kini dipenuhi bisik-bisik teman-teman sekelas mereka.

"Jun? Lo merasakan hawa-hawa sengit pertarungan cinta segitiga gak si?" bisik Sandi pada Juan di sebelah nya.

Juan mengangguk setuju, "Gue rasa, tu dua orang sama-sama suka Hanna, kira-kira siapa yang menang ya?"

Di tengah bergelut dengan pikiran masing-masing, terdengar teriakan Kalisha memecah lamunan mereka. "WOY! JUAN! SANDI! IKUT KE UKS KAGAK LO?!"

...🌷 🌷 🌷...

Di UKS, Hanna mulai sadar. Matanya perlahan terbuka, dan ia melihat Eric dan Samuel duduk di sisi ranjangnya. Heera berdiri di dekat pintu, mengawasi dari kejauhan, lalu terdengar suara riuh di luar UKS, Hanna yakini itu adalah teman-teman kelasnya.

"Lo kenapa maksa banget sih?" Eric memulai, nada suaranya terdengar marah tapi penuh kekhawatiran. "Kan gue udah bilang, kalau lo gak kuat, jangan maksain."

Samuel menghela napas, mencoba menenangkan diri. "Eric bener. Hanna, lo nggak perlu ngebuktiin apa-apa ke siapa pun. Kesehatan lo lebih penting."

Hanna tersenyum lemah, merasa bersalah karena telah membuat mereka cemas. "Maaf. Gue cuma nggak mau nyusahin kalian. Gue pikir gue bisa kuat."

"Tapi lo nggak kuat," balas Eric cepat. Matanya tajam, tapi ada kelembutan di baliknya. "Gue nggak mau liat lo kayak gini lagi."

Samuel menatap Eric dengan alis terangkat, lalu kembali memandang Hanna. "Kita semua peduli sama lo, Hanna. Jangan anggap diri lo sendirian, kita ada buat lo, Han."

Hanna mengangguk pelan, tapi suasana di ruangan itu terasa berat. Di antara ucapan perhatian dari kedua cowok itu, ada ketegangan yang tidak terucapkan. Hanna merasakannya, tapi ia terlalu lelah untuk memikirkan apa yang sebenarnya terjadi.

Sedangkan di luar UKS, anak-anak kelas daritadi berisik meributkan kejadian yang baru saja terjadi. Padahal, mereka sudah diperingati oleh Jia untuk tidak berisik jika sedang di UKS. Namun, ya namanya juga anak-anak aktif, mana mungkin nurut.

"Heh, gue yakin nih ya, pasti mereka tuh ada something in the dark! Dari sorot mata mereka pas rebutan buat ngangkat Hanna aja udah jelas keliatan!" ucap Kalisha dengan menggebu-gebu.

"Jun! Lo setuju kan sama gue?" Kalisha menyenggol Juan yang tengah menikmati es cincau nya.

"Iye, Lish. Gue setuju sama lo!"

"Tapi tapi───"

"Udah, stop!" Jia menyela dengan cepat ucapan Nade. "Jangan bahas soal kejadian tadi! Nanti yang di dalam dengar, mending sekarang kita masuk ke dalam, katanya Hanna udah sadar kan? Ayo masuk!"

Kemudian satu persatu mereka mulai memasuki UKS. Haikal yang sadar melihat ekspresi dari Samuel dan Eric, ia menyenggol pelan pundak Hanif. "Met, perasaan di UKS kan banyak AC ya, ko gue ngerasa hawa panas panas gini ya?"

"Iya, jir! Saking panasnya, itu sorot mata kaya ngeluarin laser!" ucap Hanif membuat Haikal maupun Sandi yang mendengar ucapan Hanif tertawa ngakak.

"Kayanya pertarungan sengit antara cinta segitiga akan segera tayang!"

...🌷 🌷 🌷...

...Aku gak bakalan bosan bosan mengingatkan kalian, jangan lupa tinggalkan jejak ya, seperti vote, komen, dan tambahkan ke favorit kalian ya😉🌷...

...Sampai ketemu di part selanjutnya 🌷...

...ִ ׄ ִ 𑑚╌─ִ─ׄ─╌ ꒰ To be continued ꒱ ╌─ׄ─۪─╌𑑚 ۪ ׄ...

1
deluxi☁
baguss
Diana (ig Diana_didi1324)
hai thor ceritanya menarik aku suka bacanya, aku baca sampai sini dulu ya yuk mampir juga dikaryaku
deluxi☁: terimakasih kakk sudah mampir🥰🥰 okeyy nanti aku mampir 🌷🌷
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!