Mereka yang ingin camping untuk sekedar
bermain dan healing, ternyata salah satu dari teman mereka adalah keturunan dari iblis.
Keluarga yang telah di kutuk itu, msngakibatkan siapa saja yang dekat dengannya akan mati menjemput ajalnya.
Siapapun yang sudah pernah bekerja sama dengan salah satu keluarga iblis, maka keturunannya akan iblis juga. Namun tidak berlaku dengan keturunan seorang ayah ber- anak 2 tersebut.
Apakah mereka bisa selamat dan tetap hidup?
____________________
❗WARNING❗
❗Cerita ini mengandung kekerasan dan lautan darah❤️
bahasa kasar dan tidak sopan dari masing masing karakter💁
Harap bijak dalam membaca sayang😁💐❗
_______________________
Tertanda: Lina penulis pemula kelahiran 2009, jodohnya haechan nct😁🛐
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Sryni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
anak saya!!
"HADOHH, CAPE EUYY!" Keluh Yandi memegang lututnya. Mereka kini berhenti di jalan, mereka juga sudah cukup jauh dari rumah mengerikan tersebut.
"Ck, baru juga jalan 200 meter dari sana, udah ngeluh aja" sewot Bima.
"Heh, kuda geprek! Lo kira jalan 200 meter itu kagak jauh? Hah?!" Sinis Yandi menatap bima sambil melotot.
"Gue aja masih kuat kok!" Ketus balik Bima.
"Biasa, kan udah tua Bim!" Bisik anta sembari menatap Yandi. Bima yang dapat bisikan dari anta hanya mengangguk paham.
"Apa Lo berdua? Bisikin gue ya?" Sewot Yandi menatap tajam kedua Titan di sampingnya.
"Engga! Ge'er amat" sanggah Bima menggeleng gelengkan kepalanya cepat yang di balas tatapan julid dari Yandi.
"Eh, ngomong ngomong di sana kan cuma ada berlima di sini kita juga berlima. Btw, di mana si samud?" Heran devan menengok kanan kiri mencari samud.
"Oh iya, si samud kemana tu bocah?" Ucap Dion sama mencari juga.
"Jangan jangan dia di culik sama si chainsawman itu?!" Tebak anta.
"Mana ada! Orang kita liat dua pembunuh itu ada di sana, masa ada tiga pembunuh!" Ujar Devan menonyor kepala anta.
"Semoga aja mereka berlima ga kenapa napa ya?" Khawatir Bima menundukkan kepalanya, mengingat betapa tragisnya teman temannya ini di bunuh.
"Iya. Mana si Kiana cewe sendirian lagi!" Ucap anta sama ikut khawatir juga.
"Yang paling gue curigain si Masta, ko bisa dia hilang ya?" Ucap Dion berfikir.
"Emang kenapa?" Tanya Devan.
"Sebelumnya, di tangga gue ketemu si Tono. Dia kayak orang sawan gitu, panik. Pas gue tanya, dia liat Masta kakinya di potong sama pembunuh sampe pingsan." Jelas Dion panjang lebar.
"Terus kenapa bisa hilang? Sekarang dimana bang Masta nya?" Tanya Bima berturut turut.
"Aelah bang kalo cerita jangan setengah setengah dah!" Sewot Yandi.
"Ssttt" Devan menaruh telunjuknya di bibir, sembari menatap dua kingkong di depannya yang berisik.
"Pas gue sama Tono mau bawa Masta ke kalian, si Masta udah hilang" jelas lagi Dion. Pikirannya tertuju ke Tono yang sedang melawan pembunuh satunya.
"Terus keadaan si Tono gimana ya?" Dion menatap ke langit putih yang sangat terang namun tidak ada matahari, hujan pun sudah reda. Cuma masih mendung dan kilat masih bermunculan.
"Berdoa aja, semoga mereka selamat dari dua iblis itu" Devan memegang bahu Dion untuk menyalurkan semangatnya.
Dion memegang tangan Devan lalu mengangguk sembari tersenyum simpul.
"Yaudah pimpin alfatihah siapa? Sekalian buat temen temen kita yang udah ga ada" Celetuk Yandi menatap teman temannya dengan kedua tangan yang sudah siap untuk berdoa.
"Bang Dion" ucap Bima menatap Dion yang plonga plongo.
"Gue kan Kristen?!" Ujar Dion menunjuk dirinya sendiri menyadarkan mereka jika ia sendiri beda agama.
"Yaudah gue aja" ucap Devan. Lalu Devan mulai memimpin doa dengan tangan yang ia buka selebar mungkin, lalu menutup matanya.
"AL FATIHAH" ucap Devan, lalu mereka mulai berdoa. Kecuali Dion, ia berdoa sendiri karena Al Fatihah bukan doanya.
...🥀🥀...
"Eh pah, ini ada pesan dari Riyan" ucap jubaedah menghampiri suaminya yang bernama Anto.
"Pesan apa mah?" Ucap Anto melihat hp jadul yang di pegang jubaedah.
Anak cantik kekek mama💋
Ma, aku takut! Mau pulang
"Loh, Riyan takut kenapa?" Tanya Anto menatap istrinya.
"Perasaan mama ga enak pa." Jubaedah mulai khawatir.
DDRRTTT
DRRRTT
"Ada telpon mah" ucap Anto melihat handphone yang di pegang istri bergetar.
Jubaedah melihat siapa si penelpon, "jisoo, pa. Mamanya Lidia" ucap jubaedah menatap suaminya.
"Yasudah toh, angkat saja" ujar Anto.
Jubaedah langsung mengangkat telponnya, yang pertama kali Jubaedah dengar adalah Isak tangis dari jisoo di sebrang telpon, suaranya menyesakkan.
"Loh, loh! Ada apa toh mbak? Kenapa nangis?" Ucap Jubaedah khawatir jisoo kenapa napa.
"Jub...... Anak anak kita.. sudah meninggal" bagai pecahan beling, hati Jubaedah hancur.
"Ka-kamu tau dari mana toh" kaget Jubaedah.
"Aku.... Tau dari.. seokjin, ayahnya Kiana" ucapnya dengan sesenggukan.
Jubaedah yang mendengar itu, mulai melemas. Kakinya tidak kuat menopang berat badannya.
Anto yang melihat Jubaedah seperti itu, langsung ia pegang pundak istrinya.
Anto mendengar obrolan mereka berdua, karena spiker handphone milik jubaedah sangat keras.
"Seokjin... Udah telpon polisi?" Tanya Jubaedah dengan tangisan yang membara.
"Udah, jub. Katanya lagi masa pencarian hutan" ujar jisoo.
Jubaedah yang mendengar itu, langsung berujar "aku tau nama hutannya" ucap Jubaedah.
"A-apa, jub?!"
...🥀🥀...
BBAAKKK
"BIMAAA!!" Teriak teman temannya kaget, tiba tiba di belakang Bima ada yang memukul kepalanya memakai Kampak dengan brutal.
Segera mereka berempat berlari berpencar untuk menghindari sang psikopat tersebut.
"Bima!" Anta yang ingin menolong Bima ditahan oleh devan.
"Ayok kita pergi, ta! Lo mau mati?" Terpaksa devan menyeret anta untuk berlari menjauhi psikopat itu yang sedang asik memukul mukul kepala Bima tanpa dosa.
Saat mereka semua sudah pergi, Yasa melihat ke arah sekitar dan mulai menargetkan devan dan anta yang sudah pergi menjauh.
Sejenak ia melihat kepala Bima yang sudah hancur karena ulah dirinya, setelah itu ia pergi menyusul devan serta anta.
"Ayo cepat larinya, bangsul!" Kesal Dion melihat Yandi yang berlari dengan lemah, letih, lesuh, loyo.
"Sabar bang! Cape nih gue" Yandi bergelayut di tangan Dion bagai monyet yang kekurangan kasih sayang.
Dion lalu melihat ke belakang "Dia ga ngejar, kayaknya tu psikopat yang namanya Yasa itu ngejar devan sama anta deh!" Ujar Dion yang masih melihat ke arah belakang.
"Gimana nasib mereka?" Ucap Yandi melihat ke belakang yang sangat gelap.
"Kita harus nyusul mereka" sambung Yandi yang khawatir.
"Are you seriously? Nanti kalo kita yang mati gimana?" Dion mengernyit kesal.
"Takut mati banget?" Sewot yandi menatap Dion yang sudah melotot siap memarahinya.
"Heh, ya jelas takut lah cunguk! Lo kira kita mati langsung bisa login lagi ke lobi? Yang ada kita langsung ke pangkuan ilahi! Ada ada aja Lo mah! Lagian nanti siapa yang ngurus harta gue? Tetangga? Gue cekek juga ya Lo. Bikin gue emosi aja" Kesal Dion sembari ngegas dan memonyong monyongkan bibirnya. Yandi hanya mampu menutup matanya karena selama Dion ngerap, mulutnya menyemburkan hujan badai.
"Dengerin kalo yang tua ngomong itu! Jangan masuk telinga kanan keluar telinga kiri!" Ngegas Dion yang masih memarahi.
"Iya, iya. Kakek" jawab Yandi mengusap wajahnya yang basah.
"Kakek? Lo bilang gue kakek?" Dion menggeleng gelengkan kepalanya, siap ingin marah lagi.
Saat Dion menarik nafas untuk meluapkan emosinya, tiba tiba dua buah mangga besar jatuh dari pohon menimpa kepala Dion.
Membuat Dion ambruk pingsan. Yandi yang melihat itu, entah dia harus berekspresi bagaimana, sedih atau tertawa.
...🥀🥀...
"Pak, menurut informasi dari bapak seokjin. Pembunuh terjadi di hutan Garuda pak!" Ucap seorang polisi yang masih terlihat muda sembari melihat handphone nya.
Kini segerombolan polisi sedang berada di sisi hutan dengan mobil di sampingnya. Mereka mengecek satu satu hutan tempat warga yang sering melakukan kemping, namun tidak ada tanda tanda aksi pembunuhan disana.
"Yasudah, kita bergegas kesana sekarang!" Polisi yang berkumis tebal tersebut hendak membuka pintu mobilnya namun di tahan oleh temannya.
"Pak Burhan, mungkin perjalanannya akan membutuhkan waktu 30 menit, namun jika macet mungkin akan 1 jam, pak" ucap polisi botak kepada temannya yang bernama pak Burhan.
"Gapapa, kita harus bergegas! Sebelum banyak korban lagi!" Tegas pak Burhan. Akhirnya semua polisi memasuki mobilnya dan mulai berangkat.
Saat polisi muda ini yang bernama Dian sedang mengendarai mobil, tiba tiba ada sebuah pesan dari Jennie.
"Ro, coba liat hp gue. Ada pesan dari ibu Jennie" perintah Dian, karena ia sempat melihat nama dari sang penelpon. Hiro yang sedang duduk di sampingnya lalu mengambil handphone dian dan melihat apa yang dikirim oleh Jennie.
"Sebuah 2 rekaman suara, ian!" Ucap Hiro menoleh ke arah Dian, "kayaknya ini rekaman diteruskan" lanjutnya.
"Coba gedein suaranya" perintah Dian.
Hiro mengangguk lalu memencet rekaman suara ke 1, "BAAKKKKKK...... AARRRGGGHHH.... GRRRUUUNNGGG.... JAJA!.... HAHAHAHA...."
Hiro dan Dian syok juga kaget, yang paling syok adalah ada suara pekikan suara perempuan yang memanggil nama 'jaja', dan juga ada suara Gerungan gergaji mesin serta suara tertawa sumbang seseorang di rekaman tersebut.
Dan lagi, ada suara teriakan seorang laki laki yang sedang kesakitan.
Dengan sangat khawatir, Dian mempercepat laju mobilnya mendahului polisi polisi yang lain.
Sambil ngebut, Hiro memencet rekaman kedua. Lalu terdengar suara seorang perempuan nangis, "Tolong anak saya!... Anak saya mau di bunuh.. anak saya... Kasian, dia berteriak kesakitan, anak saya jadi korban..."
Sepertinya, rekaman itu adalah seorang ibu. "Kirim rekamannya ke grup!" Tegas Dian, yang di angguki Hiro.
Boleh lah,saling" mampir kak